Share

05. Special Treatment

Author: Asia July
last update Last Updated: 2021-03-16 21:19:34

Alicia terbangun ketika merasakan sesuatu yang menyengat telapak tangannya. Dia membuka mata dan melihat siluet gelap Lucius di hadapannya.

"Kau bangun di waktu yang tepat," gumam pria itu, mencabut jarum suntik yang belum sempat menembus nadi Alicia, lalu menancapkannya lagi tanpa kehati-hatian, membuat Alicia meringis sakit.

Lucius tersenyum manis. "Aku sangat membencimu," bisik Alicia tajam, sambil terus memperhatikan Lucius yang ternyata baru selesai memasangkannya infus.

Kembali, Lucius hanya tersenyum. "Terima kasih, aku juga sangat membencimu," sahutnya tanpa adanya nada kebencian sedikitpun, tidak seperti cara Alicia mengucapkan kebenciannya sendiri.

"Kau lapar?"

Alicia tidak menjawab. Hanya matanya yang bergerak-gerak menatap Lucius yang berjalan menjauhinya lalu mengambil sebuah nampan berisi makanan, membawanya ke arah Alicia.

Seketika itu perut Alicia berbunyi lagi, melilit dengan sangat menyakitkan. Lucius tidak menghiraukannya. Dia mengaduk bubur itu, lalu menyuapinya pada Alicia.

Bahkan hanya dengan menciumnya saja, Alicia sudah mau muntah. Dia langsung menggeleng dan mencoba menjauh. Dengan sabar, Lucius mendekatkan sendok itu lagi ke mulut Alicia. Lagi-lagi Alicia menolak.

Lucius menggeram, lalu mencengkram rahang Alicia, memaksanya membuka mulut dan memasukkan bubur itu ke dalam mulutnya. "Aku tidak sedang memanjakanmu," gumam Lucius sambil mengaduk bubur di mangkuk itu tanpa ekspresi.

Lucius menghitung pelan, di hitungan ketiganya, terdengar suara muntahan.

Alicia memuntahkan bubur yang baru ditelannya keluar bersama cairan-cairan bening dari lambungnya. Perempuan itu menangis. "Sakit!" keluhnya sambil memegangi perut.

Lucius masih memasang wajah datarnya, tidak lama kemudian Alicia kembali pingsan, membuat Lucius menghela napas.

"Kau sungguh merepotkan," bisiknya, lalu bangkit untuk menyingkap selimut Alicia dan membawanya ke keranjang cucian, menggantinya dengan selimut baru.

Tidak lama setelah itu, Alicia lagi-lagi terbangun. Dia merasakan sesuatu yang dingin menyentuh kulitnya. Ketika membuka mata, pandangannya kabur, butuh beberapa detik untuknya fokus.

Lucius masih berada di hadapannya, tengah memeras handuk berwarna putih dari baskom yang berisi air. Lalu pria itu kembali menghadap Alicia dan mengusap kasar handuk itu pada permukaan kulit Alicia yang rasanya benar-benar sakit.

"H-hentikan," ringis Alicia lemah.

Alih-alih berhenti, Lucius malah menyengir lebar, sengaja berlama-lama ketika mengusap dada perempuan itu.

Mata Alicia langsung melotot terkejut dan menyadari bahwa dirinya tidak berbusana.

Refleks tangannya menepis tangan Lucius dan memeluk dirinya sendiri. "Hentikan!" bentaknya lebih bertenega.

Lucius malah terkekeh, menggeser handuk itu sampai menyentuh perut Alicia yang lagi-lagi ditepis.

"Setidaknya aku tahu bahwa Jen merawat peliharaanku dengan baik selama di desa."

Peliharaan?! Alicia semakin melotot lalu menyorotinya dengan tatapan kebencian yang jelas.

Tapi Lucius sedikitpun tidak gencar. "Walaupun aku sedikit kecewa karena sikap kurang ajar dan pemberontaknya, dia juga sedikit tidak sopan."

Siapa yang kurang ajar dan tidak sopan di sini?! Karena jawabannya tentu saja pria gila ini, pikir Alicia.

Lucius berhenti mengelap tubuh Alicia dengan handuk itu, dia bangkit dan berjalan menuju kamar mandi lalu menghilang di sana. Meninggalkan Alicia yang tengah mencari-cari keberadaan pakaiannya, tidak ada, lalu dia pun menarik selimut dan menutupi tubuhnya sampai dagu.

Ketika Lucius kembali, dia mengambil nampan di atas nakas, meletakkannya ke atas troli makanan.

Lucius menangkap pergerakan mata Alicia yang sempat melirik segelas susu yang sudah dingin itu, lalu tersenyum manis. "Kau tidak boleh terlalu banyak minum susu, Alicia, punyamu sudah terlalu besar, mandirilah."

Kemudian tanpa menoleh lagi, Lucius berjalan santai keluar ruangan, meninggalkan Alicia dengan wajah memerah padam, entah karena malu atau marah.

*

Paginya, seorang dokter datang untuk memeriksa keadaan Alicia. Lucius berdiri sambil melipat tangan dan bersandar di tembok.

"God! Lucius, apa yang telah kau lakukan pada perempuan cantik ini?"

Lucius berdecak tidak suka. "Lakukan saja tugasmu, Roy, jangan banyak bertanya," sahutnya dingin.

Dokter bernama Roy itu langsung terdiam. Seperti yang Lucius perintahkan, dia bergerak dalam diam melakukan tugasnya.

"Dia maag, tekanan darahnya rendah, dan... energinya nyaris terkuras habis. Kau yakin tidak sedang berniat membunuhnya, kan?"

Mengalihkan pandang dari wajah perempuan yang tengah tertidur itu, Lucius menjawab pelan, "Dia terlalu berharga untuk dibunuh sekarang."

Roy mengangguk. "Yah, aku hanya penasaran, sampai mana yang satu ini akan bertahan."

Perkataan Roy itu menghadiahinya tatapan tajam dari pria yang saat ini berjalan mendekatinya, Roy menjadi gugup.

"Maafkan perkataanku," katanya, mengangkat kedua tangan tanda menyerah.

"Dia tidak seperti perempuan-perempuan itu. Yang satu ini lebih berharga."

Roy tersenyum jenaka. "Kau akan menikahinya?"

Lucius memberikannya tatapan membunuh. "Keluar dari sini secepat mungkin atau aku akan mematahkan kakimu," ucap Lucius tajam.

Roy tampak terkejut dan dengan cepat dia segera mengemasi semua barangnya dan berlari keluar dari kamar itu, meninggalkan Lucius dalam keheningan.

Setelah mendengar suara deru mobil di luar, Lucius kembali menatap wajah Alicia, tatapannya masih dingin, nyaris tidak berekspresi.

"Untuk sementara, aku tidak boleh membiarkanmu mati," katanya, lalu berbalik dan pergi dari kamar berbau antiseptik itu.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • LIVING WITH THE DEVIL : ignite   47. Epilogue

    Ignite: EpilogueNapas Alicia memburu saat merasakan kecupan basah di lehernya. Dia meraih seprai dan meremasnya sangat kencang, menahan suara desahannya lolos dari bibir. Wajahnya bersemu merah dengan mata yang terpejam erat.“Alice,” bisik suara serak di telinganya, terdengar sangat sensual sehingga mengirimkan getaran bagai tersengat listrik ke seluruh tubuh Alicia.“Hm,” gumam Alicia sebagai balasan.“Sebut namaku!”Alicia membuka mata, menatap tidak fokus pada objek di hadapannya. Karena bukan hanya bibir pria itu yang bergerak menyiksanya dengan memberikan kecupan-kecupan panas sampai meninggalkan bekas kemerahan di lehernya, tapi juga tangan pria itu yang terasa kasar, menyusup masuk dari balik baju tidur yang ia kenakan, meremas dadanya dan tanpa tahu malu pria itu menjetikkan jari pada puncak dadanya yang telah mengeras.“Ahh, Lucius!” Alicia sontak mendesahkan nama pria itu dalam ekstasi yang ia rasakan dari rangsangan yang diberikan. Tubuh Alicia tidak bisa berkutik di bawa

  • LIVING WITH THE DEVIL : ignite   46. You're All That Matters

    "Dokter, kalau Tuan Lucius terus bersamaku setiap waktu, aku mungkin akan sembuh lebih cepat," ucap Alicia pada Dokter Hank yang tengah memeriksa keadaannya. Lelaki paruh baya itu tersenyum kecil. "Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?" tanyanya. Sudah beberapa hari Alicia dirawat dan harus istirahat total untuk kesembuhannya. Dokter Hank adalah satu-satunya dokter yang datang untuk merawatnya. Namun, hanya untuk memeriksa keadaan Alicia secara umum, seperti mengecek suhu tubuhnya, memeriksa gejala-gejala tertentu yang bisa menimbulkan penyakit bawaan dari lukanya, memberinya obat yang akan membantu kesembuhan dan meningkatkan kesehatannya. Namun, khusus untuk mengganti perban di lukanya, hanya Lucius yang dapat melakukan itu. Bukan, Dokter Hank pun bisa melakukannya, tapi hanya Lucius seorang yang boleh. Dokter Hank sangat mengerti akan sikap Lucius yang seperti itu, namun dia tidak mengatakan apap

  • LIVING WITH THE DEVIL : ignite   45. Relieve

    Landon tidak bisa merasa tenang sampai dia memasuki kamar Lucius dan melihat sosok yang dikhawatirkannya terbaring di atas ranjang. Landon duduk di dekatnya, memperhatikan wajah pucat gadis itu."Ini adalah salah satu yang aku maksud saat aku bilang berada di sisinya adalah pilihan yang salah, Alicia," ucap Landon lirih. Namun Alicia tidak bergeming, masih di bawah pengaruh obat bius. "Tapi melihat sepupuku begitu mengkhawatirkanmu kurasa hal ini sepadan untuknya," lanjut Landon, kemudian membelai pelan rambut gadis itu.Tidak beberapa lama kemudian Dokter Hank datang membawa obat dari rumah sakit. Hank bertanya kepada Landon di mana Lucius. Landon hanya menjawab, "Dia pergi untuk mengurus sesuatu."Hank belum tahu pasti bagaimana kejadiannya kenapa Alicia sampai seperti ini dan bertanya langsung pada Lucius adalah hal yang sia-sia."Ayah, apa Alicia akan baik-baik saja?" tanya Landon.Han

  • LIVING WITH THE DEVIL : ignite   44. Chilling Night

    Sebelum ke luar, Lucius menatap Alicia sekali lagi, memperbaiki selimutnya, dan mengatur suhu ruangan agar lebih hangat."Ben, temui aku di ruangan, sekarang!" ucapnya, berbicara pada alat interkom yang masih terpasang di telinganya.Lucius pergi menuju ruang kerjanya dengan langkah lebar. Landon tiba-tiba saja muncul dari arah tangga, menghalangi jalan Lucius. Lucius menatapnya sesaat, mencoba mempertahankan kesabarannya yang tidak dia miliki banyak."Aku ikut," kata Landon.Lucius mendengus, kemudian melanjutkan langkahnya melewati Landon, menabrak bahu lelaki itu."Lucius, aku serius!" ucap Landon keras kepala, mengikuti Lucius di belakang."Apa kau tahu yang hendak aku lakukan?""Aku tahu," jawab Landon.Lucius langsung berhenti dan menoleh menatapnya.Mendapat tatapan menyeramkan seperti itu, Landon langsung melanjutk

  • LIVING WITH THE DEVIL : ignite   43. The Fear of Losing

    Suara klakson mobil terdengar nyaring saling bersahutan di tengah jalan raya yang ramai dilalui kendaraan. Hanya satu mobil yang bergerak cepat dan tidak beraturan di antara mobil yang lain."Ben, kalau kau berhasil sampai dalam waktu lima menit, aku akan menaikkan gajimu sepuluh kali lipat," Lucius berkata dengan datar di kursi penumpang pada mobil yang dikendarai oleh Tangan Kanan-nya, Benjamin.Benjamin mendengus. "Kau tidak perlu mengatakan itu, kita akan sampai dalam waktu tiga menit."Normalnya, mereka akan sampai dalam setengah jam, lima belas menit jika mengebut. Sedangkan lima menit terdengar mustahil, terlebih tiga menit.Namun tidak bagi Benjamin. Selama bekerja dengan keluarga Denovan, dia sudah dilatih untuk hal-hal seperti ini. Dia benar-benar akan sampai di rumah dalam waktu tiga menit.Sesekali Ben melirik tuannya yang duduk di kursi belakang, memeluk seorang perempuan di d

  • LIVING WITH THE DEVIL : ignite   42. Ignite The Fire (2)

    Alicia duduk dengan gelisah di dalam mobil yang melaju sedang menuju suatu tempat. Alarick berada di sampingnya, diam dengan ekspresi keras di wajah. Semakin Alicia memikirkan kemana dia akan dibawa, jantungnya berdetak semakin kencang penuh antisipasi. Alicia memikirkan ucapan kepala pelayan itu yang mengatakan bahwa malam ini Lucius akan datang bersama Marie dan Adrian.Benarkah pria itu akan datang? Untuk apa? Apa rencananya? Alicia menolak untuk percaya bahwa Lucius benar-benar datang untuknya. Pria itu pasti memiliki agenda lain di otaknya yang licik dan penuh perhitungan. Apakah ini harinya? Pembalasan dendam itu? Apa yang akan Lucius lakukan? Membunuh Marie dan Adrian?Alicia membayangkan dua buah peti mati yang telah menanti di sana dan tiba-tiba saja tubuhnya mulai menggigil. Sekalipun Marie bukan ibu kandungnya, tapi kenangan terbaiknya semasa kecil selalu dihadiri oleh perempuan itu. Walaupun Alicia me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status