"Ada apa?" tanya Audrey kepada Stefan.
"Kita akan makan siang," jawab Stefan.
"Tuan Wyatt!" panggil Audrey sedikit marah.
"Apa ini tidak keterlaluan? memanggilku hanya untuk ini," ujar Audrey.
"Bukankah kau bisa meminta tunanganmu untuk menemanimu makan," ujar Audrey lagi.
"Siapa?" tanya Stefan.
"Tunanganmu," jawab Audrey mengeraskan suaranya.
"Hari ini dia datang ke Villa, Tuan jika kau sudah memiliki tunangan. Lalu mengapa masih menginginkanku?" tanya Audrey.
"Tidak bisakah kau melepaskanku?" tanya Audrey.
"Dengar wanita! jika aku sudah tidak menginginkanmu tapi jika aku menginginkan pria lain tidak ada yang menyentuhmu, maka mereka selangkah pun tidak akan berani mendekatimu," jelas Stefan.
"Jadi pahamilah kedudukanmu," ujar Stefan.
Audrey mengeratkan rahangnya menahan marah, tak habis pikir mengapa dirinya bisa terjerat semakin dalam dengan pria yang duduk disampingnya ini.
Stefan membawa Audrey ke salah satu restoran mewah, Meski bukan orang dari kalangan mampu namun Mia dan keluarganya mengajari etika makan dengan baik kepada Audrey. Mereka benar-benar memperlalukan Audrey layaknya putri kandung, berperan besar atas kesembuhan Audrey dari Autisme. karena itu Audrey rela mengorbankan dirinya hanya demi menolong Mia dan keluarganya. Audrey menganggap ini adalah balas budinya.
Audrey berjalan di belakang Stefan, semua mata memandangi Audrey, sungguh sangat tidak enak menerima tatapan mendelik seperti itu. Stefan berhenti sesaat karena sebuah panggilan telpon masuk ke ponselnya.
Audrey sedikit melangkah menjauh, melihat-lihat suasana restoran mewah tersebut, tiba-tiba ada yang menarik lengan Audrey lalu menyiramnya dengan segelas air.
Audrey: "…."
Stefan melihatnya dan segera memutuskan sambungan ponselnya, "apa yang kau lakukan?" tanya Stefan dengan nada mendalam.
Philia: "…."
"Ahh …." gumam Audrey.
Mata Audrey memerah memandangi Stefan, karena pria dihadapannya ini maka dirinya bisa diperlakukan dan dipermalukan seperti ini. Audrey segera bergegas pergi meninggalkan restoran dan langsung menaiki taksi yang ada di depannya.
"Stefan!" panggil Philia dengan marah.
"Aku ini tunanganmu," ujar Philia.
"Aku tidak pernah menyetujuinya," jawab Stefan.
"Hubungan kita hanya sebatas perjanjian bisnis keluarga, tidak ada kaitannya denganku. Jadi dengan siapa aku memilih menghabiskan hariku bukan urusanmu!" jawab Stefan dingin.
"Lagipula kita belum pernah meresmikan pertunangan!" ujar Stefan lagi mempertegas.
Stefan pergi meninggalkan Philia yang berdiri menahan marah. Stefan segera masuk ke mobilnya untuk mengejar Audrey.
"Pergi kemana?" tanya Stefan kepada Ethan.
"Nona Audrey menaiki taksi, kembali ke apartemenya," jawan Ethan.
"Pergi kesana!" perintah Stefan.
Merasa sangat marah, dengan impulsifnya Audrey memasukan baju-baju yang ada di aprtemennya ke dalam koper. Audrey berniat melarikan diri dari Stefan, meski itu mustahil. Audrey terkejut begitu membuka pintu, Stefan telah berdiri di depannya.
"Mau melarikan diri?" tanya Stefan.
"Aku …." jawab Audrey.
Stefan mengambil koper Audrey lalu menendangnya, "sekali lagi kau berani kembali ke apartemen ini! Maka akan kuhancurkan apartemen ini!" ancam Stefan.
"Pria ini sudah benar-benar gila," ujar Audrey.
"Tuan Wyatt, kau sudah memiliki tunangan lalu mengapa kau menahanku untuk bersamamu?" tanya Audrey.
"Lepaskanlah aku!" pinta Audrey.
Stefan mendorong tubuh Audrey ke dinding, Stefan meraih dagu Audrey.
"Tidak ada yang bisa mendikteku, termasuk kau!" jawab Stefan.
"Jika aku sudah bosan, barulah kau bisa pergi," jawab Stefan lagi seraya mencium dalam-dalam bibir Audrey, dan sedikit menggigitnya sehingga sedikit berdarah disana.
Pada akhirnya Stefan membawa kembali Audrey ke Villa, "Tempatmu di sini, priamu hanya boleh aku dan hanya aku!" ujar Stefan dengan angkuhnya seraya melemparkan tubuh Audrey ke ranjang.
"Katakan dengan siapa kau melakukannya sebelum dengan aku?" tanya Stefan dengan nada marah namun saling tetap memeluki tubuh Audrey.
"Apakah dia lebih hebat dariku?" tanya Stefan lagi sambil menggingit leher Audrey.
"Kau benar-benar sudah gila!" Jawab Audrey.
Stefan lagi-lagi merengkuh tubuh Audrey, ini seakan sudah menjadi candu tubuh Stefan. Yang tak pernah merasa puas jika hanya sekali merengkuhnya, tubuh Stefan selalu menagih berkali-kali akan tubuh Audrey.
Setelah puas, Stefan meninggalkan kamar Audrey begitu saja dengan dinginnya. Aufdrey masih di atas ranjang, melihat langit-langit kamarnya, butiran-butiran bening terjatuh dalam hening. Di setiap kali Stefan menguasai tubuhnya, Audrey benar-benar merasa jijik dan benci.
"Ibu," panggil Audrey lirih.
"Bisakah kau menjemputku!" pinta Audrey dalam hati.
Sementara itu Mia dan Xander merasa sangat khawatir karena beberapa hari tidak ada kabar dari Audrey. Karena percobaan melarikan diri kemarin, Stefan mengurung Audrey di kamarnya tanpa ponsel. Stefan benar-benar membuat Audrey hanya menunggu kedatangan dirinya ke Villa. Jika Stefan datang maka barulah Audrey bisa keluar kamar, berjalan sebentar di taman.
Hari ini pelayan mengatakan bahwa Tuan Wyatt akan datang. Audrey pun segera bersiap, dia harus bisa merayu Stefan untuk mengijinkannya kembali beraktifitas di luar.
Selesai mandi, Audrey mengeringkan rambutnya, memakai body lotion di seluruh tubuhnya, lalu memakai lip balm dan parfum kesukaan Stefan.
Semua parfum yang ada di atas meja rias Audrey adalah parfum kesukaan Stefan. Audrey berdiri di depan lemari Stefan, lalu memilih kali ini kemeja mana yang akan dia pakai. Audrey sudah memahami jika Stefan sangat menyukainya dia memakai kemeja. Jika ini adalah satu-satunya cara mengembalikan kebebasannya meski hanya setengah kebebasan, maka ini patut dicoba pikir Audrey.
Stefan datang di malam hari, hari ini Stefan baru saja kembali dari dinas luar. Beberapa hari tak merasakan tubuh Audrey, Stefan sudah seperti menggila, ini seperti melebihi candu heroin yang menjangkiti seluruh syaraf tubuh. Stefan menuju ke kamar utama seraya membuka kancing lengan kemejanya dan mengendurkan dasinya dengan gerakan yang elegan. Gerakan Stefan terhenti ketika melihat Audrey tengah berdiri menunggunya dengan manis di kamar mereka.
"Apa kau sedang menungguku?' tanya Stefan.
Audrey berjalan ke arah Stefan, lalu melingkarkan kedua tangannya ke leher Stefan dan memberikan senyuman indahnya kepada Stefan.
Audrey menciumi leher Stefan, lalu membuka beberapa kancing kemeja Stefan, "Tuan bisakah kau mengijinkan aku kekuar lagi!" pinta Audrey.
Perasaan senang yang baru saja Stefan rasakan tadi seketika jatuh menghilang, Audrey bersikap manis kepadanya karena sedang meminta kebebasan kepadanya.
Stefan meraih pinggang Audrey untuk semakin erat dekat kepada tubuhnya, "itu tergantung bagaimana kerjamu hari ini di ranjang, sayang!" jawab Stefan.
Hati Audrey benar-benar bergemuruh, namun apa daya dirinya saat ini hanyalah seorang tawanan yang ingin lepas.
Audrey tiba-tiba saja meloncat kedalam gendongan tangan Stefan, "kalau begitu bawa aku ke ranjang, sekarang!" bisik Audrey sambil menjilati telinga Stefan.
Merasa jika tubuhnya sudah sangat merindu dengan tubuh Audrey, Stefan segera membawa Audrey ke ranjang besar mereka.
Audrey segera saja menarik tubuh Stefan lalu Audrey duduk diatas tubuh Stefan.
"Tuan! kau jangan ingkar janji yah!" pinta Audrey sekaligus mengingatkan.
Malam yang ditunggu akhirnya tiba. Audrey mengenakan gaun sederhana berwarna biru tua yang membingkai tubuhnya dengan anggun. Ia menatap pantulan dirinya di cermin, merasa gugup tapi juga penasaran. Apakah Stefan benar-benar berubah? Apakah ada kesempatan bagi mereka untuk kembali bersama?Ketika Audrey turun ke ruang tamu, Stefan sudah menunggunya dengan setelan jas kasual yang membuatnya terlihat lebih santai, tapi tetap memancarkan kharisma yang tak bisa diabaikan. “Kau terlihat cantik,” ucapnya tulus.Audrey hanya tersenyum kecil. “Terima kasih. Mari kita pergi.”Mereka tiba di sebuah restoran mewah yang terletak di pinggir pantai. Meja mereka berada di balkon terbuka, memberikan pemandangan laut yang tenang dengan cahaya bulan bersinar di atasnya. Stefan menarik kursi untuk Audrey sebelum duduk di hadapannya.Makan malam berlangsung dengan obrolan ringan. Stefan membicarakan tentang proyeknya, tentang sekolah Hugo, bahkan tentang hal-hal kecil yang dulu tak pernah menjadi perhati
Stefan berdiri dengan penuh wibawa di hadapan Audrey, tetapi kali ini ada sesuatu yang berbeda dalam sorot matanya, sesuatu yang lebih lembut, lebih tulus. Aura seorang ayah telah terpancar dari seluruh tubuh pria itu.“Aku ingin ikut melihat sekolah ini,” ucapnya tenang, namun tegas. “Aku ingin tahu di mana anak kita akan belajar.”Audrey masih terdiam, mencoba memahami niat di balik sikap Stefan. Dia tidak pernah membayangkan pria itu akan begitu peduli pada dirinya dan juga pada Hugo. Bahkan, dulu Stefan hampir tak menginginkan keberadaan anak mereka. Sekarang, dia berdiri di sana, seolah ingin menebus semua yang telah terjadi. Jadi tentu saja untuk percaya kepada Stefan bukan suatu hal yang mudah untuk dilakukan.Hugo yang masih dalam pelukan Stefan menatap Audrey dengan senyum polosnya. “Mama, ayo kita keliling sekolah dengan Papa!”Xavier, yang sejak tadi memperhatikan, hanya terkekeh pelan. “Sepertinya kau tak punya pilihan lain, Audrey.”Audrey menghela napas panjang sebelum a
Audrey terpaku di tempatnya, tangan yang memegang sendok seketika berhenti di udara. Jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Apa yang baru saja terjadi? Stefan, pria yang selama ini dia kenal sebagai sosok yang dingin dan penuh kuasa, tiba-tiba menunjukkan sisi lembutnya.Xavier yang duduk di sebelahnya tersenyum tipis melihat reaksi Audrey. "Aku rasa kau harus mulai terbiasa, Audrey. Sepertinya dia tidak akan membiarkanmu pergi lagi."Hugo yang tak terlalu memahami situasi hanya melanjutkan sarapannya dengan ceria. "Papa akan pulang cepat, kan?" tanyanya polos.Stefan yang sudah berjalan menuju pintu menoleh dan tersenyum tipis. "Tentu. Aku akan berusaha pulang lebih awal."Setelah kepergian Stefan, Audrey mendesah pelan dan mengusap puncak kepalanya yang baru saja dikecup oleh pria itu. Perasaannya bercampur aduk. Lima tahun lalu, Stefan bukanlah pria yang seperti ini. Sekarang, dia seperti orang yang benar-benar berbeda."Aku rasa dia masih sangat mencintaimu," komentar Xavi
Merasa ada yang menciuminya Audrey pun terbangun, membuka kedua matanya. dan merasa terkejut ketika melihat wajah Stefan sangat dekat dengan wajahnya. Mereka sama-sama saling bisa merasakan embusan nafas mereka. Tubuh Stefan menegang, ini adalah pertama kalinya mereka sedekat ini setelah bertahun-tahun. Selama kepergian Audrey, Stefan mengalami disfungsi seksual, tidak bisa berdekatan dengan wanita. Tidak memiliki hasrat sama sekali.Jadi ketika dirinya sedekat ini dengan Audrey, Tubuh Stefan bereaksi tak karuan, semua rasa ingin bercumbu menyerang kembali, datang dengan bertubi-tubi bahkan lebih besar dari sebelumnya. Tubuh Stefan mengkaku melihat bola mata Audey yang terlhat seperti manik-manik yang indah, embusan nafas Audrey seketika saja mengacaukan emosi jiwa Stefan."Maafkan aku, maafkan aku ... karena sudah membangunkanmu," ujar Stefan dengan suara gugupnya.Mereka berdua dalam suasana canggung, Audrey sedikti bangun dari posisi tidurnya, : T-tidak apa,"
Saatnya kembali pulang ke Mansion, Xavier menjemput Audrey dan Hugo. Karena Stefan masih berpergian dinas luar untUk mengurus bisnisnya. Demi untuk bisa pulang cepat maka Stefan benar-benar memangkas waktu tidurnya agar pekerjaannya cepat selesai dan bisa segera kembali ke Mansion.Di Mansion, Hugo melihat-lihat tampat tinggal barunya itu, selama ini tinggal berpindah-pindah dan tinggal di desa tentu saja Hugo tidak pernah melihat Mansion sebagus itu, "Ini semua adalah milikmu," ujar Xavier yang sedari tadi memperhatikan Hugo."Ayo! Kita lihat kamarmu," ajak Xavier.Hugo pun mengikuti langkah Xavier pergi ke kamar barunya. Sementara, Audrey bersama kepala pelayan mengantarkan Nyonya Aleida melihat kamarnya, "Untuk seterusnya ini adalah kamar Nyonya!" jelas kepala pelayan."Terima kasih," ujar Nyonya Aleida dengan sopan dan menatapi kagum kamar barunya ini.Mia menarik tangan Audrey, "Apa kau sudah siap?' tanya Mia."Siap apa?" ta
Audrey berpikir jika MIa menunda pernikahannya bersama Gery, karena permasalahan dirinya dengan Stefan. Mia ini adalah teman yang setia kawan. Melihat sahabat baiknya kesusahan, mana bisa dia bersenang-senang. "Sudah tak usah dibahas tentang aku, kita bahas tentangmu saja," ujar Mia."Apa selama ini kau hidup dengan baik?" tanya Mia."ya, tidak ada yang lebih baik dari ini, bersama Hugo tentu saja baik," jawab Audrey."Tentang Stefan ..." Mia tidak berani melanjutkan perkataannya."Kita ... kita tidak usah bahas itu dulu ya," ujar Audrey.Mia pun beberapa hari menginap disini, Mia semakin akrab dengan Hugo. Mengetahui ini adalah sahabat baik mamanya maka Hugo pun dengan mudah dekat dengan Mia. Ketika hampir menjelang tengah malam ponsel Audrey berdering, itu adalah panggilan telpon dari Gery, "ada apa?" tanya Audrey."Mia ..." Gery menjawab meragu."Semenjak kau pergi, Mia menjaga jarak dengan aku/," jelas Gery.Audrey merasa s