"Tuan!"
Randika, dan Brian yang sedang asyik berbincang pun kaget seketika menoleh ke arah sumber suara itu. Randika melebarkan kedua bola matanya hingga sepurna Saat melihat Rilan yang berlari menggendong Arumi ke arah mereka.
"Rilan!"
"Tuan, bantu aku."
"Apa yang terjadi?"
"Aku tidak tahu Tuan, tadi saat melewati pintu lobi, Rumi tiba-tiba merasa pusing. Aku pikir hanya pusing biasa, jadi Aku biarkan saja. Tapi setelah di jalan, dia bertingkah aneh dan mendesah berulang kali. Makanya saya bawa lagi ke sini. Jika ke Mansion, saya takut akan membuat Nyonya dan Tuan besar bingung," jawab Rilan terengah-engah.
"Apa maksudmu mendesah?"
"Aku juga tidak mengerti."
"Cepat sandarkan dia di kursi," Pinta Brian yang sudah mulai gelisah.
"Arumi!"
Randika menepuk-nepuk kedua pipi Arumi agar gadis itu bisa sadar.
"Arumi!"
"Aah sakit."
"Ada apa denganmu, kenapa kau seperti ini. Sadarlah.
"Tunggu!" "Ada apa Tuan, apa kau mencurigai sesuatu?" "Sebelum Ke kafe? Arumi terlihat baik-baik saja, dia juga belum makan apapun dari Apartemen karena aku menjemputnya sangat pagi. Apa jangan-jangan." Randika melirik ke arah Brian yang terlihat gelisah dan gugup. "Benar Tuan, pikiran kita sama." "Shit, BRIAN!!" "Ran maafkan aku," ucapnya penuh tekanan. Tanpa banyak bicara, Randika menarik tubuh Brian dan melayangkan pukulan kepada sahabatnya. Bugh ... Pukulan keras Randika membuat pria bermanik biru itu tersungkur dengan dara menyembur dari sudut bibirnya. Tanpa belas kasihan Randika kembali menarik kerak baju Brian dengan tatapan penuh kebencian. "Apa yang kau lakukan padanya." "Ma-maafkan aku Ran." "Cepat katakan!" "Aku menaruh sedikit obat di minumannya tadi." "What!" "Kau gila Brian!" Rilan mendekat ingin memberikan pukulan. Namun gelengan tatapan tajam Randika
Dengan susah payah ketiga pria itu membawa Arumi ke kamar. Setelah melihat Arumi sedikit tenang, Randika menyuruh Rilan untuk kembali segera ke kantor. Hari ini dia harus menggantikan Randika menghadiri rapat dan mengurus beberapa berkas penting. "Maaf Tuan, aku akan tetap di sini. Jika sesuatu terjadi para Rumi, siapa yang akan menolongnya." "Jadi kau pikir aku ini apa? "Aku tidak mau mengambil resiko. Kau bahkan membuat dia seperti itu Tuan," tunjuk Rilan pada Arumi yang sudah berada dibelakang Randika dan mulai bereaksi lagi. "Ini bukan perbuatanku, ini perbuatan Pria mesum itu, Arumi diamlah, kau bisa membuatku bergairah jika seperti ini, kalian berdua, bantu aku." Randika benar-benar kewalahan karena Arumi yang terus saja memaksa untuk mengelus dadanya. Dia bahkan mencium serta mencakar tubuh Randika. "Apa yang harus aku lakukan." Brian terlihat gugup samlai tidak tahu apa yang harus dia perbuat. "Apa aku harus memeluknya ag
"Tuan, bisakah kau tenang. Kau membuat kami pusing karena mondar-mandir seperti ini terus. "Diam kau!" "Lebih baik Anda kembali ke kantor." "Apa!" "Bukankah Clarisa sedang menunggumu? Dia bahkan sudah mengundurkan Rapat dua jam untuk mu. Biarkan aku saja yang berjaga di sini." Randika tersenyum miring, sedetik setelahnya dia menatap kesal. "Kau sudah berani memberi perintah rupanya." "Bukan begitu Tuan, tapi proyek kali ini sangat penting, jika kita gagal mengambil investor, Tuan Besar akan sangat marah kepadamu. Randika kini semakin menatap tajam ke arah sekretaris andalannya itu, sekarang dia malah membuatnya terpojok. Dia menekuk dahi bimbang. Kedua pilihannya saat ini sama-sama sangat penting. "Lebih baik kau saja Rilan, lihatlah pria ini sangat gelisah dia bisa mati penasaran jika memaksa untuk ke kantor." "Tutup mulutmu bangsat! Ini semua ulah mu." "Baiklah aku saja yang kembali." "Sungguh,
Randika masuk kembali ketika memastikan Brian sudah pergi. Namun tidak terlihat sosok gadis itu di sana." "Di mana dia?" Randika menuju kamar mandi untuk melihat jangan sampai gadis itu di sana. Terdengar olehnya suara air mengalir. "Arumi, apa kau di dalam?" Randika semakin panik, tidak ada sahutan dan air terus saja mengalir. Dia memutar gagang pintu untuk mencoba masuk, tapi ternyata pintunya terkunci dari dalam. "Arumi!! Apa kau di dalam?" Pria itu mengeraskan suara di ikuti dengan pukulan-pukulan kecil untuk membuat Arumi menjawabnya. Namun, setelah beberapa menit seperti itu, Arumi malah tidak menjawab hingga membuat Randika semakin panik. "Shiit." "Apa yang kau lakukan di dalam sana bodoh. Jawab aku." batinnya mengerang kesal. Sementara di dalam sana, gadis bermanik cokelat itu sedang menenggelamkan tubuhnya di dalam Bathtup. Reaksi obat yang makin bergejolak membuat tubuh Arumi panas hingga dia men
Garis punggung Gadis yang terlelap itu terlihat seksi. hingga membuat manik hitam itu tidak tahan untuk mengusapnya. Randika menuliskan namanya di sana. Berulang kali dia melakukan-nya hingga membuat pemilik rambut ikal itu mengerutkan kening dalam lelapnya. Arumi bergerak hingga menghadap Randika yang terjaga. Gadis bermanik cokelat itu tidur beralaskan tangan Randika menggantikan bantal. Dia tertidur seperti seorang pria dewasa. bibir manisnya tidak berhenti mengecap hingga membuat Randika gemas. Pria itu tanpa sadar menggigitnya hingga Arumi melenguh merasakan sakit tapi masih dengan mata yang terpejam. "Apa kau kelelahan. Kau tertidur dengan sangat lelap. Pria itu menatap lekat wajah cantik Arumi, tangannya mengelus membuat pipi Arumi hingga turun pada bibir tipis Arumi. Randika mencium bahu Arumi sebelum rasa kantuk mengalahkan segalanya. • • • Pagi ini, setelah pergulatan panjangnya bersama Randika, Arumi terbangun
Randika meraih kran bathtup dan menghidupkan air dengan kencang agar cepat terisi penuh. Dia ingin berendam untuk meregangkan tubuhnya dari ketegangan yang baru saja terjadi. "Gadis bodoh!" Butuh setengah jam untuk kembali segar. Dengan handuk yang melilit di pinggang, Randika berjalan keluar mengibas rambutnya yang masih basah.Pria tampan dengan postur tubuh tinggi itu berjalan mondar-mandir dengan sangat santai tanpa menyadari ada sepasang mata yang sedari tadi tegang melihatnya. "Dasar mesum." "Apa kau sedang menikmati tubuh ku." "What!" Arumi mengambil beberapa bantal tidur dan melemparinya ke arah Randika. "Dasar gila." "Wow, kau ingin bermain sekali lagi rupanya," ucapnya dengan seringai menggoda. "Keluar kau dari sini. Keluar!" Dia benar-benar merasa bodoh karena harus melayani Pria gila seperti Randika. Gadis bermanik cokelat itu tidak tahu apa yang sudah terjadi padanya dan kembali terisak. Dia mena
Setelah ditinggal keluar oleh Randika. Arumi kembali menatap kosong termenung dengan tubuhnya yang masih berbalut selimut tebal. Selama dia hidup, ini adalah kejadian tergila yang pernah dia alami. Menerima perjodohan dengan saudara angkatnya sendiri, kemudian sekarang, dia malah terbangun dengan keadaan tidak berpakaian dengan seorang pria yang tertidur di sampingnya. Gadis keras kepala yang biasanya ceria kini mendesah seakan lelah dengan keadaan. Dia mengusap pipinya menghapus air mata yang terus turun. "Aku membencimu." Lama menangis di bawah selimut membuat Arumi gerah dan memutuskan untuk mandi. Dia beranjak dari tempat tidur yang entah milik siapa, berjalan tertatih menuju kamar mandi. Gadis itu duduk membiarkan tangisannya semakin pecah hingga tidak ada yang tersimpan. "Maafkan aku Ibu, Ayah. Aku tidak bisa menjaga kehormatanku." Arumi memandangi tubuhnya pada cermin besar yang berada di kamar mandi, menelisik sekujur tubuhnya yang nyaris semp
Arumi menerima paper bag-nya dan mengeluarkan beberapa potong pakaian dari dalam sana, gadis itu tersentak karena baju yang dia lihat sekarang bukan miliknya, melainkan baju baru lengkap dengan merek yang masih melekat di sana, tentu saja harganya tidak biasa untuk orang seperti Author. Gadis berambut gelombang itu melirik pada pria yang sedang santai mengotak-atik benda tipis miliknya di sofa empuk di sudut kamar. "Ini bukan milik ku." "Pakai saja." "Semua pakaian ini baru dan aku tidak tahu mana yang pas untuk ku." "Gadis bodoh.! Kau bisa mencobanya." "Tapi--" Belum sempat Arumi menyelesaikan ucapannya, Randika dengan cepat sudah memotong pembicaraan. "Bisakah kau melakukan sesuatu tanpa harus bertanya." "Dan bisakah kau menjawabku dengan baik." "Gadis pembangkang! Apa kau ingin merasakannya lagi," ujarnya dengan sorot mata menggoda. "Pria Gila! Hentikan otak liarmu itu, aku bukan wanita