Apartemen, Podomoro City
Acara pernikahan sudah selesai dan Mikaela pulang saat tengah malam ke apartemennya Willy. Ya, memang acara pernikahan Michael dan Michelle dimulai jam enam sore tadi. Dan jelas saja, Mikaela masih belum mau pulang ke kondominium apartemen milik Marcel.
“Bagaimana acaranya, dear?” tanya Willy yang terlihat membaca buku di ruang tamu.
“Wil? Kamu belum tidur? Ah, begitulah! Acara pernikahan biasa.” jawab Mikaela sebenarnya agak terkejut. Tapi, dia melangkahkan dirinya sambil duduk disebelah Willy.
“Kamu… baca Kitab Suci? Semalam ini?” tanya Mikaela heran.
“Apa yang salah? Ini adalah buku yang selalu menemani kesepianku. Aku serasa mendengar Tuhan bicara padaku jika membaca buku ini.” jawab Willy tak lupa dengan senyuman diwajah tampannya.
“Kamu gak bosen? Dari dulu, kamu seperti gak berhenti membaca buku itu.” tanya Mikaela lagi.
“Tidak, b
Seharusnya kita bersama, tapi takdir tidak mengizinkan- William Simon
Kondominium Apartemen, Podomoro City Marcel kini sedang tersenyum memandangi bunga yang tadi sempat dia berikan kepada Mikaela. Dia bahagia wanita itu mau menerima bunga darinya. Ini juga pertama kalinya dia berdansa dan itu adalah dengan istrinya. “Aku semakin yakin kalau aku sudah mulai mencintainya. Dia adalah takdir yang digariskan Tuhan bagiku. Aku tidak akan menyia-nyiakan dirinya sedikitpun.” gumam Marcel dengan nada bahagia. Meskipun Mikaela kini sedang bersama Willy, dia tahu kalau disana Willy akan menjaga wanita itu dengan baik. Lagipula, Willy sendiri yang memintanya untuk kembali bersama Mikaela. Dia sadar kalau Willy memang orang yang benar-benar baik meski dia memiliki keterbatasan. ‘Terima kasih untuk kepercayaanmu William! Mikaela akan selalu aman bersamaku! Aku akan menjaganya sepenuh hatiku’, tekad Ma
Mansion Djuanda Sesampainya di mansion keluarganya, Mikaela langsung berlari dengan cepat untuk menghampiri Selena. Perasaannya terus menerus tidak karuan sepanjang jalan. Hatinya sangat sedih ketika mendengar putrinya sakit dan dia tidak ada disitu. Dia menyesali kenyataan bahwa Selena adalah korban dari keegoisan dirinya. “Sayang! Gimana keadaan kamu?” Mikaela langsung memgegang tangan Selena sambil mengelus dahi putrinya. ‘Panas!’ pikirnya panik saat menyentuh dahi Selena. “Bu, kita harus membawanya ke rumah sakit,” ucap dokter yang dipanggil oleh keluarga Djuanda. “Ya sudah! Kenapa kalian menunda lagi sih?!” marah Mikaela karena panik dengan kondisi Selena. “Maaf, Kaela. Tapi Selena terus menerus memanggil papa dan mamanya. Dia dari semalam tidak mau makan karena merindukan kalian,” jelas Anye membuat Mikaela dan Marcel terpukul karena kenyataan ini. “Ayo, k
Marcel dan Mikaela terus berada disini untuk menjaga putri mereka. Bahkan Marcel mengurus beberapa urusan kantor langsung dari rumah sakit. Kemudian, Elmand dan Ribka datang ke rumah sakit untuk menjenguk cucu kesayangan mereka.“Bagaimana keadaan Selena? Maaf ya, kami baru datang.” Ribka langsung menanyakan kabar Selena pada keduanya.“Dia sudah mulai baik-baik saya. Mungkin besok dia bisa pulang.” Mikaela menjelaskan keadaannya pada Ribka. Elmand kemudian mengambil posisi untuk duduk disamping putra sulungnya. Dia langsung menepuk pundak Marcel yang kini tengah sibuk dengan laptopnya.“Kamu… baik-baik saja kah?” tanya Elmand pada Marcel dengan nada hangat dan perhatian sebagai seorang ayah.“Baik, Pa!” jawab Marcel lalu menutup laptopnya untuk bicara dengan ayahnya.“Semenjak kamu keluar lagi dari rumah, jujur rumah besar itu terasa sepi lagi nak. Dulu papa tidak peduli sama sekal
Rumah Sakit Mikaela dan Marcel sudah kembali cukup malam kemudian berganti jaga dengan Ribka dan Elmand. Mereka sudah kelihatan lebih baik daripada sebelumnya. Itu membuat Elmand dan Ribka jadi lebih tenang dan yakin hubungan kedua pasti membaik. “Mama sama papa pulang dulu ya. Kalian jaga Selena baik-baik,” pesan Ribka diangguki oleh keduanya. Sepeninggal Elmand dan Ribka keduanya mengambil posisi masing-masing. Mikaela berada disebelah Selena dan Marcel duduk di sofa sambil memeriksa laptopnya. Mikaela terus memandang Selena sambil tersenyum dan mengelus wajah putri kecilnya itu. “Kenapa ya, Selena mirip denganmu?” tanyanya membuka topik pembicaraan dengan Marcel. “Dia putriku, tentu saja mirip. Tapi sebenarnya bentuk wajahnya menirumu kok.” jawab Marcel kemudian menutup laptopnya dan berjlan menuju sebelah ra
Wanita itu memesan taksi online menuju suatu tempat. Dia meneguhkan hatinya untuk melakukan ini dan yakin kalau ini adalah jalan yang terbaik. Beberapa saat kemudian dia sampai di sebuah tempat. Yaitu di Pengadilan Negeri. Mikaela berjalan menuju ruang staf yang mengurus bagian perceraian. “Selamat pagi, bu. Bisa beri tahu namanya?” tanya petugas itu untuk mendata. “Mikaela Cassandra Buana,” jawab Mikaela dan sang petugas mengetikkan namanya di komputernya untuk mencari datanya. “Oh, bu Mikaela! Persidangan perceraian pertama akan dilakukan besok, ada apa ibu datang pagi ini?” tanya petugas itu setelah melihat data di komputer tentang jadwal sidang perceraian Mikaela. “Saya mau mebatalkan gugatan saya!” ujar Mikaela dengan nada yakin. “Membatalkan gugatan ya, bu. Baiklah, ibu sebagai penggugat membatalkan perceraiannya ya. Baiklah, ini surat pernyataan pembatalan gugatannya, bu.” si petugas menyerahkan sebuah surat pernyataan untuk ditanda tan
Setelah pemeriksaan, akhirnya Selena bisa pulang. Marcel dan Mikaela dengan bahagia membawa putri kecil mereka pulang dari Rumah Sakit menuju Kondominium mereka. Mikaela sangat lega karena semua masalah yang menumpuk di kepalanya serasa terangkat semuanya. Dia tahu bahwa keputusannya untuk mempertahankan rumah tangganya adalah keputusan yang terbaik. Kini mereka bertiga tengah berada di kamar Selena. Mikaela disamping kanan dan Marcel di samping kiri tengah menceritakan dongeng pengantar tidur. Saat berpikir Selena sudah terlelap, mereka beranjak untuk pergi. Namun, Selena menahan tangan kedua orang tuanya. “Mama! Papa! Aku mau bobo baleng kalian,” pinta gadis kecil itu membuat Marcel dan Mikaela saling memandang satu sama lain. “Tapi tempat tidur kamu kecil, sayang. Mana muat mama sama papa,” jawab Mikaela beralasan. “Kita pindah saja ke kamar
Indonesia Apartemen, Podomoro City “Jadi seluruh harta dan warisan yang bapak miliki bapak serahkan kepada ‘Mikaela Cassandra Buana’ setelah bapak meninggal?” tanya seorang pengacara yang kini duduk berhadapan dengan Willy. “Iya! Buat surat wasiatnya! Apartemen yang di Cambrigde, apartemen ini, mobil, cek, giro, deposito dan tabungan akan menjadi miliknya jika aku mati nanti!” jawab Willy dengan yakin. “Tapi pak, kenapa secepat ini? Bapak juga masih muda dan dia ini siapa? Adik atau keluarga dekat?” tanya pengacara itu bingung dengan Willy yang membuat wasiat terlalu cepat menurutnya. “Pekerjaan anda hanya mengurus surat ini dan mengesahkannya dengan hukum yang berlaku. Jangan banyak tanya!” jawab Willy dengan tegas membuat sang pengacara tak berkutik lagi. “Ah, baiklah pak! Bagaimana dengan asuransi? Apa kuasanya akan bapak berikan padanya juga?” si pengacara menanyakan satu jenis warisan lagi, yaitu asuransi. “Ah iya! Tambahk
Perusahaan Buana Wajah Marcel terlihat bahagia hari ini. Perjuangannya untuk mempertahankan keluarga kecilnya memang membuahkan hasil. Dia tidak mau keberhasilannya ini diganggu oleh apapun lagi. Bukan berarti dia sengaja membuang dan menyakiti Michelle. Dia juga merasa bersalah pada wanita itu. Tapi dia lega karena adiknya memang sangat mencintai wanita itu. Michelle berhak mendapatkan kebahagiaan dari Michael, bukan dirinya.“Wajah pak Marcel kelihatan baik?” bisik salah seorang karyawan.“Iya, belakangan ini kan, pak Marcel suka marah-marah. Salah sedikit saja, langsung dimarah. Hampir saja sebagian karyawan mau resign karena tidak tahan,” tambah karyawan satunya lagi. Ya, memang akhir-akhir ini Marcel sering marah-marah. Tapi, dia ingin memperbaiki hubungannya dengan para bawahannya. Dia akan ber