Share

2. Helio Allen Lawrence

Kereta kuda berwarna putih dengan ukiran keemasan dan lambang kerajaan di tengah pintu dari tadi pagi membuat rakyat heboh. Para rakyat berkumpul di pinggir jalan yang akan dilewati oleh kereta kuda tersebut menuju istana. Mereka bukan antusias terhadap kereta kudanya, melainkan karena orang yang berada di dalam kereta kuda tersebut. Kabarnya orang itu adalah seorang pangeran yang dulunya diasingkan ke wilayah ducy, wilayah tempat kelahiran ratu dulu, yang mana adalah ibu kandungnya sendiri.

Saat kereta kuda tersebut sampai di desa, para rakyat sibuk berdesakan untuk melihat paras dari pangeran tersebut. Namun, mereka tidak melihat apa-apa karena jendela dari kereta kuda tersebut ditutupi oleh kain yang ada di dalamnya.

"Ah, kenapa harus ditutup sih? Padahal aku ingin melihat wajahnya."

"Hus! kau tidak boleh bicara begitu, panggil beliau pangeran, atau kau bisa dihukum karena tidak menghormati keluarga kerajaan."

"Hey lihat, kabarnya pangeran Helio sangat tampan, aku tidak sabar ingin melihatnya."

"Bukannya dia memiliki kekuatan ilmu hitam?"

"Apa karena itu dia diasingkan?"

Berbagai macam celotehan rakyat terdengar jelas oleh Helio yang ada di dalam kereta kuda. Lelaki itu hanya diam sambil menopang tangannya di pipi, ia berharap cepat sampai di istana lalu tidur. Jujur saja, badannya sudah pegal-pegal menempuh perjalanan hampir dua hari.

Tiga puluh menit kemudian, kereta kuda sampai di istana. Puluhan pelayan, dan kepala pelayan sudah berdiri berjajar untuk menyambut pangeran ketiga kerajaan ini. Sama dengan para rakyat, pelayan dan para pekerja di istana ini juga penasaran dengan pangeran ketiga ini. Pasalnya pangeran meninggalkan istana disaat ia berumur lima tahun dan baru kembali sekarang seminggu sebelum debutantenya.

Pintu kereta kuda terbuka, seorang lelaki memakai pakaian dengan jubah kerajaan turun dari kereta kuda. Rambut hitam keunguan dengan bola mata berwarna biru gelap seperti langit malam ditambah parasnya yang rupawan membuat para pelayan wanita maupun pria tidak mengalihkan pandangnya. Mereka seakan terpaku pada pemandangan yang ada di hadapannya seakan lupa tugas mereka.

'Yaampun apakah ini pangeran yang misterius itu?'

'Tampan sekali pangeran.'

'Apakah makhluk di depan ini nyata? Apakah Tuhan sedang tersenyum saat menciptakanya?'

Berbagai macam pikiran tentang Helio berputar di kepala mereka tanpa sadar.

Helio yang melihat puluhan tatapan tertuju ke arahnya merasa canggung dan tak nyaman. 'Kenapa kalian terus menatapku' batinnya berulang kali, lelaki itu melangkahkan kakinya menuju istana dengan wajah yang memerah menahan malu dan perasaan yang tidak nyaman.

"Selamat datang, Pangeran." Kepala pengurus istana menyambut Helio dengan nada ramah. Sebelum Helio diasingkan, ia sangat dekat dengan kepala pengurus istana pusat karena tidak memiliki teman bermain. Kakaknya, Mikhail yang saat itu sedang sibuk belajar untuk ikut hak waris takhta tidak bisa selalu ada disampingnya.

Helio tersenyum, lalu memeluk Evans dengan pelukan hangat, "sudah lama tidak berjumpa, paman." Evans tersenyum tipis, lalu menepuk pelan punggung Helio. Tidak terasa waktu cepat berlalu, dulu Pangeran Helio hanya sebatas pinggangnya, namun kini pangeran tersebut sudah lebih tinggi darinya.

"Mari saya antar pangeran menemui baginda," ucap Evans membuat Helio menganggukkan kepalanya. Tentang hubungannya dengan raja tidak ada yang spesial sama sekali. Raja yang tak lain adalah ayahnya sendiri sangat menjunjung tinggi keadilan. Saat mengetahui ada hal yang tidak biasa pada dirinya, ayahnya langsung mengirimnya ke wilayag ducy dengan alasan untuk melindunginya dari faksi-faksi yang akan menghancurkan kerajaan dan menegakkan keadilan. Memikirkan hal itu Helio masih belum paham di manakah letak keadilan yang dimaksud oleh ayahnya.

Di sinilah ia sekarang. Di depan pintu ruang singgasana raja dan ratu kerajaan ini. Para pengawal yang menjaga pintu membungkukkan badan sekilas, lalu mengumumkan kedatangannya sebelum pintu dibuka.

Saat pintu telah terbuka, Helio berjalan dengan menatap lurus pada raja dan ratu yang ada di sampingnya. "Salam kepada matahari dan bulan Kerajaan Hymne, saya pangeran ketiga, Helio Allen Lawrence menghadap baginda raja dan yang mulia ratu," salam Helio sambil membungkukkan badannya. Di ruangan itu ada putri pertama, pangeran kedua, dan putri ketujuh sekaligus anak bungsu perempuan di kerajaan ini, tapi usianya masih diatas Helio satu tahun.

"Selamat datang kembali ke istana ini, Pangeran. Kau sudah jauh-jauh datang dari ducy dan butuh waktu istirahat. Aku tidak akan menahanmu lama-lama di sini. Untuk menyambut kedatanganmu, aku akan mengadakan pesta bersamaan dengan acara debutante seminggu lagi, dan makan malam bersama malam nanti. Kau boleh langsung ke kamarmu dan beristirahat," ucap baginda raja.

"Terima kasih baginda, kalau begitu saya pamit undur diri."

Helio berbalik dan berjalan pergi meninggalkan ruang tersebut. Saat pintu telah ditutup, ia menghembuskan napas lega. Setelah sekian lama tidak berhadapan dengan baginda raja membuatnya terlihat gugup dan waspada tanpa disadari.

"Mari saya antar ke kamar, Pangeran."

***

"Ternyata anak itu sudah datang," ucap selir Livia, selir pertama sekaligus kandidat paling kuat untuk menjadi ratu belasan tahun lalu. Wanita itu masih dendam atas kekalahannya dan masih tidak mau menerima kenyataan yang terjadi.

Livia meletakkan gelas teh yang tadi diseruputnya, lalu mengetuk pelan meja kecil yang ada di hadapannya. "Sumber kelemahan ratu sudah tiba, haruskah aku mulai menyerang lansung..." Livia melirik jendela yang diluar terdapat balkon tempat burung-burung singgah. "Atau menyerang dengan perlahan sampai tidak ada satupun yang menyadarinya." Setelah mengucapkan kalimat itu, burung-burung yang tadinya singgah kini beterbangan searah menuju utara.

"Tampaknya ibu sudah memutuskannya," ucap seorang anak perempuan yang sedang berdiri di depan pintu kamar ibunya. Tangan sebelah kanan anak itu menggenggam sebuah piring yang berisi dessert kesukaan ibunya, dan tangan di sebelah kiri menggenggam botol kecil yang tak absen untuk ia bawa selalu, terutama saat kondisi ibunya sedang seperti ini; seperti orang lain.

Livia tersenyum, lalu menghampiri putrinya, "benar, anakku. Aku sudah memutuskan pilihan apa yang terbaik," bisik Livia sambil mengelus rambut hitam kecoklatan anaknya.

"Dengan cara apa, bu?" anak itu memberikan dessert pada ibunya, yang langsung diterima baik oleh selir Livia.

"Pertama, bukankah kita harus menyambutnya terlebih dahulu? Siap-siap untuk makan malam nanti, Edelyn."

Edelyn membungkukkan badannya, "baik, ibu."

***

Makan malam pun dimulai. Karena hari ini adalah hari kedatangan Helio, semua keluarga kerajaan berkumpul di meja makan sekaligus untuk makan malam.

Di meja makan sekarang terdiri raja, ratu, selir pertama, selir kedua, putri pertama, putri ketujuh, pangeran kedua, dan pangeran ketiga. Karena pangeran pertama atau putra mahkota sedang ada urusan dengan negara tetangga, jadi yang tersisa hanyalah saudara atau saudara tiri Helio.

"Aku sengaja mengumpulkan kalian semua di sini karena ingin menyambut pangeran ketiga atas kembalinya ia ke istana ini, aku harap kalian semua bisa akur dengannya, bagaimanapun juga, kita adalah keluarga. Mari bersulang," ucap raja mengangkat gelas winenya diikuti oleh orang-orang yang ada di meja makan.

"Selamat kembali bergabung, Pangeran Helio," ucap Livia tersenyum sambil menggerakkan gelas anggur merah miliknya dengan pelan.

Helio tersenyum tipis, "terima kasih Yang Mulia."

"Aku penasaran apa yang kamu lakukan selama ini di kediaman orang tua ratu, tapi melihat kamu kembali lagi ke sini dengan sehat dan tumbuh dengan baik, aku yakin yang kamu lakukan adalah hal-hal yang baik," tutur Livia, orang lain mungkin tidak mengira kalau baru saja selir tersebut menyindir Helio secara halus.

Helio terdiam, lalu tersenyum, "hal-hal yang aku lakukan tidak akan membuat citra kerajaan ini hancur, yang mulia. Anda tidak perlu khawatir akan hal itu jika tidak memiliki hal yang disembunyikan."

Tanpa sadar, Livia menggenggam kaki gelas yang ada di sampingnya. 'Dasar penyihir' batinnya kesal. Edelyn melirik ibunya sekilas, ia menghela napas pelan.

Livia tersenyum, berusaha untuk menutupi kekesalannya, "mana mungkin seorang selir menyembunyikan sesuatu, pangeran. Anda terlalu berlebihan."

Ratu melirik Livia dengan pandangan malas. Lagi-lagi wanita itu mengganggu anaknya, ia mengira Helio merupakan kelemahan terbesarnya, tapi semua itu salah. Selir Livia sama sekali tidak tau apa-apa tentangnya.

Akhirnya mereka pun menyantap makan malam ini dengan perasaan yang berbeda. Helio langsung berjalan ke kamarnya, walaupun ia tau putri pertama, Edelyn memanggilnya tadi. Hari ini sangat melelahkan dengan meladeni beberapa orang yang asing, ia ingin cepat tidur dan istirahat.

Ketukan pintu kamar membuat Helio yang sedang membaca buku di kasur membuatnya menoleh ke pintu. "Aku kira siapa yang datang malam-malam begini, ternyata ibu."

Ratu tersenyum, posisi yang tadi berdiri bersandar sambil melipat tangannya yang memakai baju tidur kini berjalan menuju kasur anaknya dan duduk di sana.

Tangan ratu mengelus kepala Helio dengan lembut membuat anak laki-laki itu memejamkan matanya. "Apa kau senang kembali lagi ke sini, nak?"

Helio mengangguk, tapi di dalam hatinya kini bimbang. Apakah keputusan ia kembali ke istana ini pilihan yang baik atau tidak. "Menurut ibu, apakah ini pilihan yang baik?"

Ratu berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepalanya, "iya. Sudah saatnya kamu muncul, kamu sudah lebih kuat dan bisa melawan orang-orang yang dulunya menyakitimu."

Helio terdiam memandangi ibunya. Selama ini, hanya ratu dan putra mahkota yang tulus menyayanginya diantara keluarga kerajaan yang lain. Ia bisa melihat binar mata ibunya yang sama dengannya setelah sekian lama. Walaupun pihak selir kedua tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kebencian padanya, ia harus tetap hati-hati untuk itu.

"Helio."

"Iya, ibu."

Ratu memegang pundak anaknya, "jangan sampai lengah. Ingat, istana adalah tempat yang paling berbahaya, ibu harap kamu bisa bertahan sampai akhir di sini."

Malam itu, akhirnya Helio mulai memikirkan apa yang harus ia lakukan kedepannya.

.

.

.

To be continued

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status