Seorang perempuan dengan rambut keemasan sepinggang sedang memandangi pemandangan yang ada di balkon kamarnya. Mata coklat keemasan itu terlihat menyapu bersih pohon-pohon serta taman depan yang ada di pekarangan kediaman Duke. Perempuan itu, yang tak lain adalah Althea Hera Foster, putri tunggal dari Duke Foster menghirup udara pagi dengan pelan.
"Pagi yang indah," gumamnya pelan. Tak lama setelah itu, terdengar ketukan dari pintu kamarnya. Setelah mendapat izin oleh Althea, para pelayan memasuki kamarnya.Seperti biasa, rutinitas paginya adalah mandi, mencuci muka, memakai gaun, lalu belajar untuk menjadi penerus di keluarga ini. Selama 17 tahun hidupnya, Althea tidak pernah mengeluhkan apapun tentang rutinitas yang selalu sama. Baginya, hal ini merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan sebagai seorang putri sekaligus calon pewaris dari keluarga Duke.Setelah bersiap, Althea berjalan menuju meja makan. Melihat hidangan yang sudah disediakan hanya untuknya membuat Althea paham jika keluarganya jarang makan dengannya. Keluarga Duke bisa sampai pada tahap ini karena kegigihan mereka dalam bekerja dan melahirkan jasa yang besar bagi Kerajaan Hymne. Kebiasaan kerja keras itu diturunkan oleh Althea yang merupakan putri tunggal mereka."Hari ini ayah sudah pergi ke wilayah perbatasan?" Tanya Althea sambil memotong roti sarapannya."Iya, nona. Nyonya sudah berangkat ke daerah ducy untuk melihat hasil panen," ucap Anne, bibi pengasuh Althea dari kecil.Althea hanya menganggukkan kepalanya, selepas menghabiskan sarapannya, putri itu digiring menuju ruang belajar yang ada di rumahnya. Hari ini berbagai pelajaran sedang menantinya."Selamat pagi, putri Althea," ucap Reanna, guru sosiologi dan logistik yang akan menjadi tutornya.Pembelajaran pun dimulai dengan Reanna menjelaskan materi, lalu diakhiri latihan untuk memperkuat pembelajaran hari ini. Reanna melihat arloji bundar yang berada di sakunya, tak terasa mereka sudah menghabiskan waktu empat jam lebih."Kau akan pulang setelah ini?" Tanya Althea ketika menerima buku latihannya yang mendapat nilai sempurna.Reanna mengangguk, "iya putri, saya ingin makan siang dengan keponakan saya," ucap Reanna tersenyum.Setelah mengantar Reanna sampai depan rumahnya, Althea langsung mengganti pakaiannya dengan dengan pakaian yang nyaman untuk bergerak. Dengan baju lengan panjang, celana hitam, rambut yang sudah diikat, dan tangan yang telah memegang busur panah.Jika diberi pilihan pedang atau panah, Althea lebih memillih panah. Entah kenapa ia lebih menyukai memanah daripada berpedang, padahal ia sudah diajari berpedang lebih dulu daripada memanah, tapi kesukaan orang berbeda-beda untuk itu.Althea mulai mengambil anak panah, lalu menaruhnya di depan tali busur, menariknya dan ketika titik sasaran telah tepat, ia melepaskan anak panah itu. Tak usah ditanya lagi, bidikannya pun kali ini tepat sasaran. Althea tersenyum tipis, saat anak panah mengenai titik sasarannya membuat perasaannya membaik dan ingin melakukan hal itu lagi.Suara tepuk tangan seseorang membuat tangan Althea yang ingin membidik menghentikan aktivitasnya. Gadis itu menoleh ke arah sumber suara, lalu menaikkan salah satu alisnya bingung."Sedang apa kau di sini?" Tanya Althea pada Mikhail, sang putra mahkota kerajaan.Mikhail terkekeh pelan, "apa lagi? Untuk mengunjungi temanku, dong." Lelaki itu merangkul Althea akrab dan meletakkan busur beserta anak panah di meja terdekat."Temanku, aku haus nih, harusnya kamu menyambutku yang telah jauh-jauh datang dari negri sebelah," ucap Mikhail yang langsung berjalan memasuki kediaman Duke.Althea mengerlingkan matanya jengah melihat tingkah Mikhail yang tidak pernah berubah. "Harusnya kau pulang ke istana dulu."Mikhail menggeleng, "Hmm, no no no, aku lebih rindu pada temanku yang ganas ini, hera-- aduh." Althea menjitak kepala temannya, sebentar lagi mau dewasa tapi sikapnya tidak berubah sama sekali, selalu membuat orang lain kesal dan ingin memukulnya.Mereka pun sampai di ruang kaca yang biasanya digunakan untuk minum teh, para pelayan telah menyiapkan teh khusus untuk mereka. Althea menyeruput teh magnolia miliknya, lalu melirik Mikhail yang memakan camilan favoritnya. "Gimana perjalananmu di sana? Perjanjiannya berhasil?"Mikhail menganggukkan kepalanya, "untungnya berhasil, dan aku lebih bersyukur kerajaan sebelah tidak memiliki putri." Diakhir jawaban Mikhail menyengir menatap Althea."Kenapa? Bukannya lebih baik kalau mereka memiliki putri? Kau tidak perlu membuat perjanjian sebagai gantinya bisa menikahi anaknya," ucap Althea, tangannya yang ingin kembali menyeruput teh berhenti ketika melihat eksopresi Mikhail yang datar dan mengejek."Kau lupa? Aku tidak ingin menikah, siapa sih yang ingin menikah terpaksa atas dasar negara? Kau juga tidak mau kan? Bagaimana keadaan kerajaan ini jika nanti raja dan ratunya tidak akur dan malah sibuk bertengkar urusan rumah tangga, dan bla bla bla bla..." Althea menghela napas, lagi-lagi lelaki itu banyak bicara, membuat pusing saja."Ah, aku baru ingat, tadi guruku bilang ingin makan siang dengan keponakannya, jika bukan kau, apa keponakannya ada lagi?" Setau Althea, ratu dan gurunya adalah sepupu, dan keponakan satu-satunya Reanna yang paling dekat dengannya adalah Mikhail.Mikhail tampak berpikir sebentar, "mungkin bibi sedang makan dengan Helio, lagian anak itu baru datang ke istana beberapa hari lalu," jawab Mikhail menebak.Althea terdiam. Helio. Pangeran ketiga kerajaan ini, satu-satunya pangeran yang tidak ikut andil dalam hak rebut waris takhta. Diantara para pangeran di istana, hanya Helio lah yang kehidupannya yang tidak terlalu diekspos. Bahkan di istana pun, sangat sulit untuk menemukan anak itu."Apa kau akrab dengan Pangeran Helio?" Tanya Althea membuat Mikhail menatapnya curiga."Aku jarang bertemu dengannya, terakhir kali bertemu saat kami masih sangat kecil. Entah kenapa dia diasingkan dan baru dibawa ke istana sekarang. Tumben kau menanyakan tentang orang lain, dan hey! Kau baru saja menyebut Helio sebagai pangeran tapi kenapa aku tidak pernah mendengarmu memanggilku pangeran? Dasar pilih kasih~"Althea menatap Mikhail lelah, "terdengar aneh jika aku memanggilmu dengan pangeran juga..." ucap Althea, lalu gadis itu mencondongkan badannya ke hadapan Mikhail, "pangeran Mikhail~" Althea tersenyum mengejek ketika mengatakan hal tersebut dan beranjak dari kursinya, meninggalkan Mikhail yang tanpa sadar mukanya sudah semerah tomat."Ap--apaan ucapannya itu!"***Saat makan malam, pasangan suami istri duke telah tiba di kediamannya. Althea yang ingin makan malam hari ini sedikit terkejut ketika melihat orang tuanya sudah siap di meja makan menunggu hidangan makan malam.Eleanor, ibu Althea menatap anak perempuannya yang duduk di hadapannya. "Kau sudah tumbuh besar, Hera." Panggilan Hera hanya dipanggil untuk orang-orang terdekatnya. Althea hanya menganggukkan kepalanya, entah kenapa suasana ruang makan saat ini terasa begitu canggung dan tidak nyaman. Althea ingin segera pergi sehabis makan malam.Althea berdeham pelan, "ada apa berkumpul di sini? Bukankah kalian ingin membicarakan suatu hal denganku sambil makan?" Tebak Althea membuat pasangan suami istri duke saling menatap satu sama lain."Pertama-tama kita habiskan saja makan malam terlebih dahulu," ucap Sebastian, kepala keluarga Duke Foster. Althea menyetujuinya, seharian ini perutnya sudah lapar karena kelakuan Mikhail yang membuatnya repot.Setelah menghabiskan makan malam, Sebastian berdeham. "Sebentar lagi kau sudah menginjak usia dewasa, lalu melakukan pesta debutante. Saat itu hal yang lumrah bagi perempuan untuk mencari tunangan. Apa sampai sekarang kau belum memiliki orang yang ingin kau jadikan tunangan?"Di Kerajaan Hymne, seluruh anak yang menginjak usia delapan belas tahun di tahun tersebut akan diadakan pesta yang dinamakan pesta debutante. Pesta itu juga menjadi ajang untuk mencari calon pasangan masing-masing atau sebagai permulaan untuk debut di pergaulan kelas atas.Althea terdiam. Sama sekali tidak terpikir olehnya untuk memikirkan hal itu, selama ini ia sibuk dengan seluruh pelajaran untuk menjadikannya pewaris, tapi tidak memikirkan tunangan. Bahkan Althea hampir lupa jika syarat ingin menjadi duchess adalah harus menikah terlebih dahulu. "Saya belum memikirkannya, ayah, maaf."Eleanor meletakkan garpunya, "untuk apa kau minta maaf, nak. Wajar saja kau selama ini sibuk dengan pelajaran untuk menjadi pewaris. Ibu hanya takut nanti para pengikut keluarga ribut soal tunangan dan mempersulit keadaanmu," ucap Eleanor lembut membuat Althea tertegun. Apakah prasangkanya tentang orang tuanya selama ini salah? Selama ini ia berpikir jika orang tuanya hanya ingn Althea melakukan hal terbaik sebagai penerus tanpa memikirkan perasaannya. Selama ini Althea hanya hidup dengan prinsip dan pandangan seperti itu tanpa mau melihat sisi lain.Melihat anaknya yang hanya menunduk membuat Eleanor khawatir, lalu bangun dari kursinya, dan berjalan menghampiri Althea. "Apa ada masalah? Nak, kau tidak apa-apa?" Eleanor memegang pundak Althea yang masih menunduk dalam.Althea menggeleng pelan. Bukan saatnya untuk memikirkan hal lain, sekarang ia tau bahwa orang tuanya masih peduli padanya sudah membuat dirinya senang. "Tidak apa-apa, Ibu. Untuk masalah tunangan saya bisa mengatasinya dengan baik, jangan khawatir."Sebastian menghela napas lega, tidak sia-sia mereka memiliki putri yang tangguh seperti Althea. Ia juga merasa bersalah karena tuntutan pekerjaan yang selalu menghantuinya menyebabkan interaksinya dengan Althea terlihat jarang.Setelah makan malam, Althea pergi ke kamarnya. Sebelum itu, orang tuanya mengatakan akan mempersiapkan semua kebutuhan debutantenya beberapa hari lagi.Sehari sebelum hari debutante...Althea sedang menikmati waktu minum teh di balkon kamarnya ketika seorang pelayan mengetuk pintu kamar dan memberikan sepucuk surat padanya."Hm? Lambang kekaisaran?" Gumam Althea saat melihat lambang naga emas yang ada di stempel lilin surat. Gadis itu membuka surat dan membacanya dengan saksama.Isi surat itu adalah panggilannya untuk datang ke istana sore nanti....To be continued.Kereta kuda berwarna putih dengan ukiran keemasan dan lambang kerajaan di tengah pintu dari tadi pagi membuat rakyat heboh. Para rakyat berkumpul di pinggir jalan yang akan dilewati oleh kereta kuda tersebut menuju istana. Mereka bukan antusias terhadap kereta kudanya, melainkan karena orang yang berada di dalam kereta kuda tersebut. Kabarnya orang itu adalah seorang pangeran yang dulunya diasingkan ke wilayah ducy, wilayah tempat kelahiran ratu dulu, yang mana adalah ibu kandungnya sendiri. Saat kereta kuda tersebut sampai di desa, para rakyat sibuk berdesakan untuk melihat paras dari pangeran tersebut. Namun, mereka tidak melihat apa-apa karena jendela dari kereta kuda tersebut ditutupi oleh kain yang ada di dalamnya. "Ah, kenapa harus ditutup sih? Padahal aku ingin melihat wajahnya." "Hus! kau tidak boleh bicara begitu, panggil beliau pangeran, atau kau bisa dihukum karena tidak menghormati keluarga kerajaan." "Hey lihat, kabarnya pangeran Helio sangat tampan, aku tidak sabar in
Mendapat surat undangan dari keluarga kerajaan membuat kerutan di dahi Althea tak kunjung hilang. Selama ini ia jarang mengunjungi istana, bahkan sejak berteman dengan Mikhail terhitung beberapa jari saja ke sana. Apa ini surat dari Mikhail? Tapi kalau dari Mikhail tidak mungkin, ia pasti akan datang langsung ke sini untuk menemuiku, batin Althea."Marie, tolong persiapkan perlengkapanku besok untuk ke istana," ucap Althea meletakkan undangan tersebut di meja belajarnya. "Baik, nona." "Kau boleh kembali." Setelah terdengar pintu tertutup, Althea menatap jendela sambil bersedekap. "Aku tidak bisa memperkirakan akan bertemu dengan siapa besok," gumamnya sebelum menutup gorden. Pagi harinya, para pelayan yang ada di kamar Althea sibuk mempersiapkan gaun, perhiasan, serta riasan untuk majikannya. Althea yang baru saja selesai mandi langsung digiring untuk memilih gaun yang akan dipakai nanti. Pandangan gadis itu tertuju pada gaun biru langit dengan hiasan kupu-kupu di bagian sisi kan
Althea membuka matanya. Perlahan, sinar mentari masuk melewati jendela kamarnya, suara-suara burung mulai terdengar di indra pendengaran. Setelah pandangannya jelas, ia langsung mengetahui tempat ini di mana. Ya, sekarang gadis itu sedang berada di kamarnya sendiri. Althea meringis ketika ia mengangkat sebelah tangannya untuk mengambil air minum di nakas sebelah tempat tidur. Gadis itu melirik perban yang telah melekat di lengannya. Tak butuh waktu lama, ingatannya kembali pada waktu itu saat ia berusaha melawan seseorang yang ingin menculiknya, tapi diselamatkan oleh pria bertudung coklat yang disangkanya Pangeran Helio yang tengah diperbincangkan oleh orang-orang akhir-akhir ini karena ketampanannya. Althea menghela napas pelan, kejadian itu masih terasa nyata baginya. "Nona Althea, syukurlah Anda telah bangun, apa masih ada bagian yang sakit?" Tanya seorang pelayan muda yang baru memasuki kamarnya yang dijawab gelengan oleh Althea. Gadis itu membawa baskom untuk majikannya mencuc
Mikhail berjalan dengan gontai menuju istananya. Bukan karena ia malas mengikuti segala kegiatan yang banyak menguras tenaga dan pikirannya, tapi karena sepenggal pertanyaan Helio. Pertanyaan yang masih terpatri dalam ingatannya. "Suka? Aku?" Sembari berjalan, Mikhail terus melontarkan tanya atas apa yang ada di pikirannya. Langkah kakinya terhenti. Kepalanya menatap sisi kanan, dan pemandangan taman istana putra mahkota terpampang indah seluas mata memandang. Mikhail tidak pernah lupa, bahwa tempat itu adalah pertemuan pertamanya bersama Althea. Lelaki itu tanpa sadar tersenyum ketika memori itu terputar dalam kepalanya. "MIHAEEEL!!" Teriak Althea dengan keras, mata anak perempuan kecil itu sudah berkaca-kaca, bibirnya melengkung ke bawah, dan kedua tangannya terkepal, serta kaki yang menghentakkan tanah berkali-kali. Anak lelaki yang ada di hadapannya malah tertawa, bukannya menenangkan orang yang ada di hadapannya, Mikhail justru semakin mendekat ke arah anak itu sambil menakut
"...apa kau menyukai putri dari Duke Foster itu?" Mikhail memejamkan matanya sejenak. Jantungnya berdetak kencang, udara malam hari sangat menusuk kulit, seharusnya ia tidak berada di balkon utama. "Haah, kenapa aku merasa gelisah," gumamnya. Mata biru gelapnya menatap lurus ke depan, telinganya tanpa sadar mendengar suara-suara orang berpesta, walau hanya samar-samar. "Mikhail! Kenapa kau di sini?" David, salah satu sahabat Mikhail menepuk bahu lelaki itu. Di pesta ini, banyak juga bangsawan muda yang turut hadir walaupun usia mereka sudah lewat dari tujuh belas tahun, seperti Mikhail dan sahabat-sahabatnya. Cukup diketahui, tujuan mereka datang ke pesta untuk melihat gadis yang sekiranya cocok di mata mereka. "Ada apa? Apa kau sudah menemukan gadis yang cocok untukmu?" Tanya Mikhail sambil mendengus. David terkekeh, lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak ada yang spesial, omong-omong aku melihat Pangeran Helio dan Putri Althea sedang berdansa. Kau tau, mereka sekarang sedang menj
Althea terbangun dari tidurnya. Matanya terbuka, dan menatap langit-langit kamar yang berwarna biru muda. Napasnya tersengal, wajahnya dipenuhi oleh keringat dingin akibat mimpi tadi. Gadis itu bangun dari tempat tidur yang tadinya berbaring kini duduk di kasur. 'Tadi itu... Apa? Seperti kejadian nyata,' batinnya gelisah. Cukup lama Althea berdiam diri memikirkan itu, hingga tak sadar bahwa ia kehausan. Althea melirik teko dan gelas yang ada di meja dekat tempat tidurnya. Biasanya, para pelayan tidak meletakkan kedua benda itu. Namun, karena kondisinya saat ini dalam keadaan sakit, para pelayan meletakkan segala kebutuhan yang ada. Setelah menenggak minuman hingga tandas, Althea meletakkan gelas kembali ke meja, lalu bersiap untuk kembali tidur. 1 menit... 3 menit... 10 menit... 30 menit... Mata Althea tak kunjung tertutup, ia sudah berusaha untuk memejamkan mata dan tidur, tapi tidak bisa juga. Gadis itu menghela napas, lalu bangun dari tidurnya, kembali dalam posisi duduk sepe
Helio terdiam cukup lama mendengar pertanyaan Althea. Jujur, dari sekian banyaknya pertanyaan yang gadis itu lontarkan, Helio tidak akan mengira jika hal yang ditanya Althea tentang ini. Dari mana gadis itu mengetahui masa kecilnya? Bukannya Ratu telah menutup semua mulut orang-orang yang menyaksikan atau bahkan mengetahui tentang masa kelamnya? Namun untuk sekarang lebih baik ia cari tahu lebih dahulu daripada langsung menjawabnya. Helio mengatupkan kedua tangannya diatas meja, badannya condong ke depan, dan matanya menatap lurus pada Putri Althea yang tampaknya sudah mulai mabuk. "Dari mana Anda mengetahuinya, Putri?" Althea yang menunggu jawaban dari Helio, terus meminum bir dan tanpa sadar ia sudah mabuk. "Hm? Putri? Tidak, bukannya kita telah sepakat jika hanya memanggil nama satu sama lain?" Dahi Althea mengerut dan telunjuk jari kanannya membentuk angka satu lalu menggoyangnya ke kanan dan kiri. Helio menghela napas. Seharusnya gadis itu meminum bir dengan kadar alkohol yang
Althea terdiam. Menatap tulisan tangan Mikhail lamat-lamat. Entah kenapa ia sekarang merasa sedang tertangkap basah karena berbohong, padahal sedang tidak menyembunyikan apapun. Hanya saja jika Mikhail mengetahui kejadian saat ia mabuk rasanya sangat malu untuk gadis itu ceritakan. Althea menghela napas, memijat kepalanya pelan. Setelah termenung beberapa menit, akhirnya gadis itu kembali menghabiskan sup yang diberikan Mikhail. Biarpun begitu, sup ini rasanya sangat enak, sayang jika dilewatkan begitu saja. Setelah menghabiskan sup, ia membunyikan lonceng, memberitahu kepada pelayan untuk membawa troli makanan kembali ke dapur. Setelah pintu ditutup, Althea membaringkan badannya di kasur. Gadis itu memandangi langit-langit kamar yang putih polos. Ia sering berpikir, coba saja jika ada benda berbentuk bintang serta bulan yang bisa ditempel di langit-langit kamarnya, lalu saat lampu dimatikan, benda-benda tersebut akan mengeluarkan cahaya, pasti ia akan menempeli banyak. Sayangnya itu