“Sore, Mom,” sapa Al seraya menautkan pipinya pada Shea.
“Sore, Sayang. Anak Mommy semakin tampan saja,” pujinya seraya membelai pipi Al.“Em ....” Al merogoh saku celananya.“Cari apa?” tanya Shea.“Cari uang receh untuk Mommy,” godanya tersenyum.“Anak nakal,” ucap Shea seraya memukul lengan Al.Al tersenyum. Hanya dengan orang terdekat seperti mommy-nya, dia bisa tersenyum lepas. Selebihnya wajahnya datar saja.“Hai, Kak Al,” sapa Bian yang haru saja masuk ke dalam rumah. Dia melambaikan tangannya pada Al seraya melangkah menuju dapur. Tenggorokannya yang kering ingin segera diredakan.“Bian, cuci tangan dulu.” Shea yang melihat anaknya mengambil minum.“Nanti kalau aku cuci tangan lebih dulu, aku tidak akan bisa membedakan mana air minum dan air kran. Aku haus Mom,” teriaknya dari dapur.“Kalian semua sama saja,” keluh Shea.“KenapDi vila mereka semua menyiapkan untuk barbeque party nanti malam. Freya, Ghea dan Cia saling bantu-membantu menyiapkan bahan-bahan untuk acara, sedangkan El, Al, Dean dan Bian saling membantu membuat bara api.“Aku dengar kamu akan kuliah ke London, Bi?” tanya Al di sela-sela menyiapkan bara untuk membakar daging.“Iya, rencananya begitu,” jawab Bian.“Wah ... kamu akan meneruskan Kak El dan Kak Al kuliah di London ternyata, Bi,” timpal Dean.“Iya,” jawab Bian datar.Dari kejauhan perbincangan itu terdengar oleh Cia. Gadis dua puluh tahun itu mendengar jika Bian akan ke London. Tak butuh waktu lama, Cia langsung menghampiri kumpulan pria-pria itu.“Kamu benar akan kuliah ke London, Bi?” tanya Cia memastikan.Bian menatap aneh mendapati pertanyaan dari Cia.“Bi, jawab kamu akan kuliah di London?” Cia kembali bertanya.“Iya,” jawab Bian malas.Cia
Sesuai dengan rencana kemarin, pagi ini semua pergi untuk ke air terjun. Mereka berjalan mencapai air terjun yang memang jaraknya tidak jauh. Sepanjang jalan mereka Cia dan Ghea terus saja bercerita.El dan Freya berjalan paling depan. Di susul Ghea dan Cia di belakang. Di barisan paling akhir, ada Al, Dean dan Bian. Mereka saling bercerita saat berjalan menuju ke air terjun.“Tempat mana yang ingin kamu kunjungi selain tempat ini?” tanya El pada Freya.“Aku ingin ke pantai,” jawab Freya senang.“Kenapa pantai?” tanya El.“Aku ingin lihat air yang biru, merasakan angin sepoi-sepoi dan merasakan deburan ombak.” Freya menceritakan seraya membayangkan bagaimana serunya semua itu.“Aku akan membawamu pergi ke sana.”“Jangan memaksakan untuk membawaku, El, karena aku tahu kamu sangat sibuk.”Selama ini El memang sangat sibuk dengan proyeknya. Hingga sulit untuk meluangkan waktu
Setelah sampai di vila, Dean dan Ghea membantu Freya. Memberikan pertolongan pertama. Mereka mengompres dengan air es untuk meredakan sakit pada kaki Freya. Karena tak mau terjadi hal buruk, akhirnya mereka semua memutuskan untuk membawa Freya ke Rumah sakit agar dapat penanganan yang lebih baik. Menghindari hal-hal yang tidak terduga terjadi.Bersyukur hanya terkilir dan tak terlalu parah. Membuat Freya tidak harus menjalani perawatan lebih. Hanya perawatan ringan dan kontrol saja tiga hari kemudian.Liburan dengan drama kecelakaan kecil akhirnya mengantarkan mereka untuk kembali ke rumah. Mengakhiri kesenangan yang sudah mereka rasakan selama dua hari.Di rumah, kedua orang tua Freya begitu terkejut melihat kaki Freya yang diperban. Berangkat dalam keadaan baik-baik saja dan kembali dengan terluka, pastinya membuat mereka panik.Felix pun menanyakan apa yang membuat semua terjadi dan El menjelaskan. El sedikit merasa bersalah. Karena dia punya
“Bagaimana apa kamu tertarik dengan Shera?” Felix yang duduk di belakang, memajukan tubuhnya mendekat pada El yang duduk di kursi kemudi.El melirik sejenak pada teman daddy-nya itu. Namun, kemudian pandangannya kembali pada jalanan.“Apa kamu tahu tidak sadar, namanya sudah mirip dengan mommy-mu. Shea dan Shera.”“Sama dari mana?” Bryan yang tak terima istrinya dibuat mirip dengan orang lain tidak terima.“Sama, ada huruf S, H, E, A. Yang membedakan hanya tambahan R saja.” Felix masih dengan pendiriannya.El dan Bryan saling memandang dan tersenyum.“Aku sudah bilang bukan, El akan menikah dengan anakmu.”“Apa Freya mau?” tanya Felix. Pria paruh baya itu senang sekali memupuskan harapan El.“Jika Freya tidak mau, aku akan menyuruh El melakukan apa yang aku lakukan pada Shea.”“Jangan macam-macam kamu, Bry.” Orang tua mana yang rela anaknya harus menerima perlakuan buruk dari pria. Mungkin karena Shea t
Waktu berjalan dengan cepat. Sebulan sudah pembangunan perumahan milik El berjalan. Bryan memang mengerahkan banyak pekerja untuk pembangunan milik anaknya itu. Memastikan jika dalam enam bulan mereka akan selesai pembangunan.Dalam sebulan ini, El juga disibukkan dengan banyaknya persiapan lain. El sudah berencana untuk membangun perumahan lagi di tempat yang berbeda. Tak mau berpuas dengan satu keberhasilan.“Aku akan melihat berkas yang kamu ajukan,” ucap Bryan pada anaknya.“Terima kasih, Dad.”“Lihatlah anakmu yang begitu gigih. Belum selesai satu, dia sudah bersiap untuk yang satu lagi.” Felix yang kebetulan ada di ruangan Bryan melihat El yang begitu semangatnya membangun usahanya itu.“Itu sifat yang aku turunkan,” sombong Bryan.Felix memutar bola mata malas. Namun, sejenak dia berpikir, jika Bryan memang sangat berusaha membangun usahanya itu. Walaupun usaha itu milik papanya, dia bisa mengembangkan dengan baik.
El menyesap teh yang dibuatnya. Memilih taman belakang sebagai untuk menikmati secangkir teh. Sesekali nafas beratnya, dia embuskan. Berharap itu dapat meredakan rasa sesaknya sedikit saja.El tak pernah merasa sebuah kekalahan adalah masalah atau hal yang menyakitkannya, tetapi kali ini dia merasakan sakit atas kekalahannya.“El ...,” panggil Shea yang melihat anaknya. Dia yang tadi ingin mengambil minum ke dapur melihat pintu taman belakang terbuka dan saat dia keluar, dia mendapati anaknya di sana.“Mom.” El meletakkan cangkir berisi teh miliknya.Sebagai seorang ibu, Shea merasakan jika anaknya sedang ada masalah. “Ada apa?” Dia duduk di kursi tepat di samping anaknya.“Aku selalu tak masalah jika kalah, Mom, tetapi kali ini hatiku merasa sangat sakit.”Shea meraih tangan El. Membawanya dalam genggaman. “Menang kalah itu biasa. Jika Tuhan belum memberikan kemenangan kali ini, mungkin Tuhan ini kamu mendapatkan yang lebih baik
Al menoleh, menatap lekat wajah Freya. “Apa kamu yakin dengan perasaanmu itu?” tanyanya memastikan.“Iya, aku yakin,” jawab Freya dengan percaya diri. “Sejak aku bertemu dengan Kak Al pertama kali, aku merasa ada yang beda dengan perasaanku. Perhatian Kakak, membuatku merasa sangat senang. Aku selalu ingin dekat dengan Kak Al. Dan aku yakin jika aku mencintai Kak Al.”Al tersenyum. Tangannya membelai kepala Freya. “Terkadang, sesuatu yang baru memang membuat kita terbuai. Seperti yang kamu rasakan kali ini. Kamu yang melihatku lebih bersahabat dan lebih mudah bergaul pasti sudah salah mengartikan semuanya.”Bola mata coklat milik Freya membulat sempurna. Tak mengerti kenapa Al mengatakan hal itu.“Aku memerhatikanmu hanya sebagai adik. Jadi sepertinya kamu salah mengartikannya semua perhatianku.”Freya langsung menyingkirkan tangan Al. Dia amat terkejut dengan apa yang dikatakan Al. Selama ini dia sudah sangat p
El buru-buru menyelesaikan pekerjaannya sebelum dia pergi. Memastikan tiga hari ke depan akan baik-baik saja saat dia tak ada di kantor.Sengaja dia memakai baju biasa ke kantor. Memudahkan untuk pergi tanpa harus menggantinya lagi. Tak mau banyak barang yang dibawanya.“Kabari aku jika ada hal penting,” ucap El pada Ana. Kemudian dia mengayunkan langkahnya untuk menuju ke Bandara.Sambil melangkah menuju ke lobi, dia menghubungi Freya.“Kamu sudah siap?” tanya El pada Freya.“Iya, aku sedang menunggu taxi dan akan segera ke Bandara.”“Baiklah, aku akan tunggu kamu di Bandara.” El mematikan sambungan dan menuju ke mobilnya. Melajukan mobilnya menuju ke Bandara. Rencana, dia akan meninggalkan mobilnya di Bandara agar sekembalinya dia nanti tidak perlu merepotkan siapa-siapa.***Di rumah Freya sedang menunggu taxi yang dipesannya tadi. Kepergian Freya membuat Chika-mamanya terkejut. Namun, karena anakny