MasukRumor tentang Gea berada di perpustakaan bersama dengan Stafano kini kian menyebar. Semuanya karena Satpam itu yang membicarakan ini pada penjaga lainnya.
Bahkan mahasiswa lain juga ada yang ikut mendengar rumor tersebut. "Tidak menyangka yah, Gea orang yang seperti itu." "Demi nilai, dia merendahkan dirinya sendiri," bisik yang lainnya. Banyak sekali orang yang membicarakan tentang dirinya. Semuanya saling berhubungan satu sama lain. Bahkan dia tidak yakin semuanya jadi seperti ini. Gea melewati orang-orang yang membicarakan dirinya, ada rasa malu dan rasanya dia ingin pergi dari sini. Bruk Gea tidak sengaja menabrak dada seseorang karena terburu-buru. "Aw..." "Kamu tidak apa-apa?" tanya Stefano yang kini menatap kearah Gea. Gea langsung bersidekap menatap kearah Stefano dengan pandangan yang sedikit sinis. "Pak Stefano sengaja yah nabrak saya?" tuduh Gea. "Justru kamu yang sengaja menabrak saya," kata Stefano dengan santai. Seketika Gea teringat dengan rumor tentang dirinya. Dia langsung memberitahu Stefano tentang rumor itu. "Pak Stefano sudah tahu, itu satpam yang waktu itu tengah menyebarkan rumor tentang kita, banyak orang yang salah paham," kata Gea. "Kenapa begitu?" "Iya mana saya tahu, Pak!" dengus Gea. Sampai tak lama kemudian, seorang dosen wanita yang begitu sangat cantik dan modis itu menghampiri mereka berdua. "Pak Stefano," panggil wanita tersebut. Stefano melirik kearah wanita tersebut. "Kenapa Bu Cindy?" "Pak Stefano dipanggil sama dekan kampus," kata Cindy. Gea menaikan sebelah alisnya heran, apa yang membuat Stefano tiba-tiba dipanggil oleh dekan kampus? Apa ini ada hubungannya dengan rumor tentang dirinya di perpustakaan. "Baik. Saya pergi dulu." Stefano berjalan lebih dulu dan memutuskan untuk pergi ke ruangan dekan sekarang. Walaupun firasatnya tidak enak karena dia merasa kalau mungkin ada sesuatu yang belum dia ketahui. Gea hendak akan mengikuti, tetapi Cindy sudah lebih dulu mencekal tangannya, seolah mencegah wanita itu untuk pergi sekarang. "Kamu sengaja membuat Stefano malu? Apa kamu ingin menghancurkan karir Stefano?" "Apa maksud Bu Cindy?" "Tidak usah pura-pura munafik, kamu pasti sengaja mendekati Stafano karena ingin membuat karirnya hancur bukan?" "Saya tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh Bu Cindy!" Cindy langsung menampar pipi Gea dengan begitu keras sampai pipinya memerah. Dia memberikan pelajaran pada wanita yang ada dihadapannya. Gea terkejut sambil memegangi pipinya. "Apa yang Bu Cindy lakukan?" "Bayaran untuk wanita rendahan seperti kamu." Cindy mengatakan itu dengan pandangan sinis, tentu saja dia suka dengan Stefano dan dia marah setelah mendengar rumor kalau Gea berciuman di perpustakaan bersama dengan Stefano. "Bu Cindy jangan asal tuduh, saya tidak punya hubungan apapun dengan Pak Stefano!" Cindy menatap kearah Gea kembali. "Gak usah munafik kamu, semua orang sudah membicarakan kamu. Kalau kamu yang sengaja menggoda Stefano." "Saya tidak..." Belum sempat Gea akan membela diri, tetapi Cindy sudah lebih dulu memotongnya. "Diam kamu, kalau sampai Stefano dikeluarkan dari kampus ini, kamu akan tahu akibatnya," ancam Cindy dan dia langsung pergi dengan begitu saja setelah memberikan tamparan pada pipi Gea. Gea menghela napasnya panjang, dia juga khawatir dengan Stefano. Bagaimana kalau pria itu akan dikeluarkan dari kampus? Dia akan semakin merasa bersalah. *** Sementara di ruangan lain, suasana terasa jauh dari kata nyaman. Dekan kampus menatap Stefano dengan pandangan yang sedikit serius. Kerutan di dahinya semakin jelas setelah ia mengetahui skandal yang menyeret nama dosen muda itu. Udara di ruangan terasa berat, seakan setiap detik berjalan lebih lambat dari biasanya. "Kamu sudah membuat malu kampus kita Stefano!" Stefano berdiri tegak di hadapan meja kerja sang dekan, namun sorot matanya meredup. Rasa bersalah jelas terpancar dari raut wajahnya. "Maafkan saya Pak Feri." "Kamu tahu apa yang kamu lakukan itu hampir membuat kampus kita buruk," umpat Pak Feri sambil menghentakkan telapak tangannya ke meja. Stefano hanya menundukkan kepalanya saja, dia menyadari kesalahannya. Tidak ada pembelaan, tidak ada alasan. Semua yang terjadi memang kelalaiannya sendiri. "Saya mengakui kesalahan saya," kata Stefano lirih. "Untuk sementara, kamu diskor dulu mengajar di kampus!" ujar Feri tanpa ragu. Stefano tetap diam. Ia tahu keputusan itu tidak bisa diganggu gugat. Dalam benaknya, ia justru bersyukur karena yang beredar hanya sebatas ciuman. Jika sampai kabar yang lebih buruk tersebar, bukan hanya dirinya yang hancur, tapi reputasi kampus juga akan ikut tercoreng. "Permisi." "Masuk." Pintu ruangan terbuka, memperlihatkan sosok Gea yang melangkah masuk dengan wajah penuh kecemasan. Dia sama sekali tidak menyadari kehadiran Stefano di dalam ruangan itu. Kedatangannya ke sini jelas bukan tanpa tujuan. "Duduk," kata Feri singkat. Gea menurut dan langsung duduk. Namun beberapa detik kemudian, matanya melirik ke samping. Ia terkejut ketika menyadari Stefano ada di sana, tertunduk lesu, seolah dunia tengah runtuh di atas bahunya. Jantung Gea berdegup tidak menentu. "Saya permisi dulu." Stefano mengatakan itu setelah menyadari kalau Gea duduk tidak jauh dari sana. Dia segera melangkah keluar, meninggalkan ruangan dengan perasaan yang sulit diartikan. Setelah Stefano keluar dari ruangan ini, baru Feri menatap ke arah Gea. "Kenapa kamu ke ruangan saya?" Gea menelan ludah, tangannya mengepal di atas paha. "Pak Feri, saya mohon perpanjang waktu, saya pasti akan membayar semua biaya semester ini," ujar Gea dengan suara bergetar. "Tidak bisa Gea, ini sudah peraturan dari kampus, kamu sudah diberikan kesempatan dan kamu sudah beberapa kali menunggak!" kata Feri dengan tegas. "Tapi Pak..." "Tidak ada toleransi untuk kamu lagi, Gea. Jika dalam waktu kurun dua hari kamu tidak membayar semuanya. Terpaksa kamu harus angkat kaki dari kampus ini," kata Feri tanpa mengendurkan nada suaranya. Air mata Gea akhirnya luruh. Dadanya terasa sesak. Dari mana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu dua hari? Selama ini, hasil kerjanya habis untuk biaya pengobatan ibunya. "Saya mohon Pak, waktu yang diberikan itu terlalu singkat buat saya." "Saya tidak mau tahu urusan kamu, Gea. Lunasi semuanya dalam waktu dua hari, maka kamu bisa tetap berada di kampus ini!" kata Feri dengan nada yang tegas. Gea benar-benar tidak bisa berbuat apa pun. Bahunya merosot, kepalanya tertunduk lesu, seolah harapan terakhirnya baru saja direnggut. "Kalau begitu saya permisi dulu." Gea berdiri dengan langkah gontai dan keluar dari ruangan. Di balik pintu, tanpa sepengetahuan siapa pun, Stefano berdiri dan diam-diam menguping pembicaraan mereka sejak tadi. Setiap kata yang keluar dari mulut Feri terdengar jelas di telinganya. Ia kini tahu betul kesulitan yang tengah dialami Gea. Dia mengulas senyum penuh artinya. "Jadi begitu..." Sampai wanita itu keluar dari ruangan dekan dan tiba-tiba tangannya langsung ditarik oleh Stefano sekarang. "Pak Stefano." "Ikut saya..." BERSAMBUNGRumor tentang Gea berada di perpustakaan bersama dengan Stafano kini kian menyebar. Semuanya karena Satpam itu yang membicarakan ini pada penjaga lainnya. Bahkan mahasiswa lain juga ada yang ikut mendengar rumor tersebut. "Tidak menyangka yah, Gea orang yang seperti itu.""Demi nilai, dia merendahkan dirinya sendiri," bisik yang lainnya. Banyak sekali orang yang membicarakan tentang dirinya. Semuanya saling berhubungan satu sama lain. Bahkan dia tidak yakin semuanya jadi seperti ini. Gea melewati orang-orang yang membicarakan dirinya, ada rasa malu dan rasanya dia ingin pergi dari sini. Bruk Gea tidak sengaja menabrak dada seseorang karena terburu-buru. "Aw...""Kamu tidak apa-apa?" tanya Stefano yang kini menatap kearah Gea. Gea langsung bersidekap menatap kearah Stefano dengan pandangan yang sedikit sinis. "Pak Stefano sengaja yah nabrak saya?" tuduh Gea. "Justru kamu yang sengaja menabrak saya," kata Stefano dengan santai. Seketika Gea teringat dengan rumor tentang dirin
Gea langsung panik ketika melihat satpam itu memergoki dirinya dengan Stefano, bahkan dengan posisi mereka sekarang yang sulit sekali untuk diartikan. "Pak Stefano, anda dengan mahasiswa itu! Astaga."Satpam itu langsung pergi dengan begitu saja setelah melihat Gea dan Stefano dengan posisi Stefano menindih tubuh Gea. "Tunggu, Pak. Ini tidak seperti yang sebenarnya!"Gea langsung mendorong tubuh Stafano, dia berusaha untuk menjelaskan semuanya. Khawatir kalau nanti malah akan menjadi rumor buruk. "Sudahlah, dia sudah pergi."Stefano bangun kembali setelah dia tidak sengaja mencium bibir manis milik Gea tadi. Sedangkan Gea melotot tajam kearah Stefano. Dia benar-benar masih kesal dan tidak percaya dengan semuanya. "Ini semuanya gara-gara Pak Stefano. Coba saja tadi tidak seperti itu, mungkin satpam itu tidak akan salah paham!" marah Gea dengan Stefano. "Kok kamu kesananya kaya menyalahkan saya? Sudah jelas bahwa tadi itu kecelakaan, kamu tidak lihat benda itu tadi jatuh," tunjuk
Perpustakaan Gea berada di sebuah perpustakaan dan mencari buku tentang sistem digital. Kebetulan sekali dia adalah seorang mahasiswa tehnik elektro. Dia mencari di tumpukan buku. "Mana sih, gak ada," umpat Gea dengan kesal. Dia tidak menemukan buku yang dia cari, padahal ini sudah hampir larut malam, dia tidak tahu buku itu berada di mana. Akhirnya dia mengambil ponselnya dan memutuskan untuk menghubungi Raya. "Hallo Raya.""Kenapa Gea, malam-malam malah menghubungi aku?""Buku yang waktu itu, tentang sistem digital tidak ditemukan. Bahkan modulnya juga tidak ada. Aku sudah mencarinya di perpustakaan kampus.""Tunggu dulu, kamu jam telah malah begini ada di kampus? Astaga Gea kamu gila yah!" ujar Raya dengan nada yang sedikit panik. Apalagi ini sudah malam, membuat Raya jadi khawatir dengan Gea. "Biasa aja kali, lagian aku juga ke perpustakaan kampus untuk mencari buku. Bukan buat hal yang aneh-aneh," balas Gea dengan santai. "Iya tetapi saja Gea. Ini sudah malam, besok saja
"Itu sangat memalukan!"Gea sudah berada di sebuah kafe dan dia tengah menyusun gelas dengan benar. Dia terus saja memikirkan dosen barunya itu. Bisa-bisanya tadi dia malah asal masuk ke dalam mobil orang dan ternyata adalah mobil dosennya sendiri. "Memalukan. Kenapa malah masuk mobil dia pula?"Gea terus merutuki kesalahannya tadi, sampai ada salah satu temannya datang menghampiri dirinya. Dia adalah Andin."Gea, tolong kamu kasih kopi late ini ke meka nomor 9 yah."Gea hanya mengangguk mendengarkan apa yang dikatakan oleh Andin. "Okeh."Akhirnya Gea memutuskan untuk berjalan menuju kearah meja yang disebutkan oleh Andin barusan. Baru beberapa langkah dia langsung menaikan sebelah alisnya. "Sepertinya aku tidak asing dengan orang itu," gumam Gea. Dia memastikan kembali orang yang tengah duduk barusan. Kemudian dia menggelengkan kepalanya. "Pak Stefano, tidak mungkin dia bukan? Pasti itu karena aku terlalu memikirkan orang itu, makanya tamu yang datang seperti dalam bayanganku. Ti
Gea di depan pintu ruangan pribadi milik Stefano. Ada rasa perasaan gelisah ketika dia handak akan masuk ke dalam ruangan tersebut. Akhirnya dia memutuskan untuk mengetuk pintu dengan pelan. Tok tok tok..."Masuk."Mendengar suara maskulin itu membuat Gea sedikit ragu, sampai akhirnya dia memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan itu. Setelah dia masuk ke dalam, akhirnya dia melihat pria berbadan tinggi dengan tubuh yang kekar. Laki-laki itu melepaskan kacamatanya. "Maaf Pak Stefano, saya hanya ingin memberikan buku ini."Ingin rasanya Gea pergi dengan begitu saja dari tempat ini. Apalagi atmosfer disekitarnya sudah merasa tidak nyaman. "Kamu masuk langsung pergi begitu saja?" "Maksud Pak Stefano?" tanya Gea menaikan sebelah alisnya heran. Stefano mengangkat pandangannya perlahan, menatap Gea yang kini berdiri canggung di depan pintu. Tatapan mata laki-laki itu tajam namun tenang, seolah bisa menembus kegelisahan yang Gea rasakan.“Kenapa berdiri di situ? Duduklah.” Suarany
Gea sudah mulai melupakan kejadian yang terjadi padanya. Dia tidak tahu pria asing yang tidur dengan dirinya semalam. Gea duduk di kursi kampusnya, berusaha terlihat tenang di antara mahasiswa lain. Tapi pikirannya terus berputar. Ia menatap kosong halaman catatan yang belum disentuh sama sekali.“Hei, kamu malah melamun,” suara familiar membuyarkan lamunannya.Gea menoleh cepat. “Astaga, Raya, kamu bikin kaget aja!”Raya mengangkat alis, menatap sahabatnya dengan senyum menggoda. “Kamu masih mikirin pacar kamu yang selingkuh itu, ya?”“Ingat yah Raya, mantan pacar. Aku sudah putus dengan dia!” dengus Gea dengan nada yang sedikit marah. Raya ikut menanggapi karena kemarin dia melihat sendiri bagaimana orang itu selingkuh. “Sorry lupa. Laki-laki bajingan itu memang pantas kamu tinggalkan.”"Iya betul.""Oh iya, semalam kamu langsung pulang? Aku tidak bisa mengantar kamu," ujar Raya. Pertanyaan itu membuat napas Gea tertahan sesaat. Seketika, kenangan samar itu datang, kilatan lampu k







