MasukGea langsung panik ketika melihat satpam itu memergoki dirinya dengan Stefano, bahkan dengan posisi mereka sekarang yang sulit sekali untuk diartikan.
"Pak Stefano, anda dengan mahasiswa itu! Astaga." Satpam itu langsung pergi dengan begitu saja setelah melihat Gea dan Stefano dengan posisi Stefano menindih tubuh Gea. "Tunggu, Pak. Ini tidak seperti yang sebenarnya!" Gea langsung mendorong tubuh Stafano, dia berusaha untuk menjelaskan semuanya. Khawatir kalau nanti malah akan menjadi rumor buruk. "Sudahlah, dia sudah pergi." Stefano bangun kembali setelah dia tidak sengaja mencium bibir manis milik Gea tadi. Sedangkan Gea melotot tajam kearah Stefano. Dia benar-benar masih kesal dan tidak percaya dengan semuanya. "Ini semuanya gara-gara Pak Stefano. Coba saja tadi tidak seperti itu, mungkin satpam itu tidak akan salah paham!" marah Gea dengan Stefano. "Kok kamu kesananya kaya menyalahkan saya? Sudah jelas bahwa tadi itu kecelakaan, kamu tidak lihat benda itu tadi jatuh," tunjukan nya pada kotak yang tadi jatuh. Gea menatap dan dia menghela napas, memang tadi benda itu jatuh mengenai kepala Stefano sampai membuat tubuhnya oleng. "Sudahlah, saya pergi dulu." Gea langsung mengambil buku tentang sistem digital yang sudah diambil oleh Stefano tadi. Dia mengambilnya dengan cepat dan akhirnya dia menatap kembali kearah Stefano. "Saya permisi!" Benar-benar memalukan, kenapa juga tadi harus jatuh segala. Sampai bibir dia dengan dosen mudanya itu berciuman. Membuat dia sedikit merasa tidak nyaman. "Menyebalkan!" Gea pergi dengan begitu saja setelah itu. Stefano diam-diam memegangi bibirnya tanpa sadar, sentuhan dengan Gea barusan membuat dia sedikit senang dan malah mengingatkan dia kembali pada malam panas di mana dirinya bersama dengan Gea. *** Gea sampai di rumahnya pada malam hari, dia benar-benar merasa malu dan hampir saja dia lepas kendali. Kenapa dia bisa terjebak dengan pesona seseorang yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. "Sialan!" Bahkan laki-laki itu malah mencium dirinya, membuat dia sulit untuk tertidur sekarang. "Bagaimana kalau nanti malah ada rumor," batin Gea. Apalagi setelah tahu kalau ada satpam yang memergoki dirinya bersama dengan Stefano. Dia tidak habis pikir, kalau pada akhirnya akan seperti ini. Sampai ponselnya berbunyi dan dia melihat sebuah telepon dari seseorang. "Hallo Andin." "Besok kamu datang ke restoran lebih awal yah." "Memangnya kenapa Andin?" tanya Gea penasaran. "Katanya besok akan ada owner baru di restoran itu. Jangan lupa kamu harus datang lebih awal." "Owner baru? Siapa?" tanya Gea. "Mana aku tahu, tetapi gosipnya dia adalah seorang pria muda dan terlihat tampan." "Kamu ini, giliran yang tampan saja peka." "Iya dong, yaudah kalau begitu aku tutup dulu." Andin akhirnya memutuskan untuk mematikan sambungan teleponnya. Gea kembali merebahkan dirinya di kasur empuk miliknya. Gea memejamkan mata, menarik selimut hingga ke dada. Namun alih-alih terlelap, bayangan wajah Stefano justru semakin jelas di kepalanya. Tatapan pria itu, jarak yang terlalu dekat, dan ciuman singkat yang terjadi di perpustakaan kembali terputar jelas di benaknya. "Kenapa aku malah memikirkan dia?" gumamnya pelan sambil menutup wajah dengan bantal. Gea membalikkan tubuh ke kanan lalu ke kiri, tetapi rasa panas di pipinya tak juga menghilang. Setiap kali teringat ekspresi terkejut satpam yang memergoki mereka, jantung Gea langsung berdegup tak beraturan. "Bagaimana kalau satpam itu menceritakan semuanya?" Gea bangkit setengah duduk dan meraih ponsel di samping bantal. Tangannya sempat membuka media sosial, lalu buru-buru menutupnya kembali. Dia takut membaca sesuatu yang belum siap ia terima. Tidak ada notifikasi aneh, tidak ada gosip, setidaknya untuk sekarang. Namun rasa cemas itu tetap bertahan. Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. “Mungkin satpam itu tidak mengenaliku atau memilih diam,” ucapnya lirih, meski keyakinannya rapuh. Jam dinding menunjukkan pukul dua dini hari. Gea akhirnya bangun dan berjalan ke dapur kecil, meneguk segelas air putih. Wajahnya tampak pucat saat ia melihat pantulan dirinya di kaca lemari. "Besok aku harus bekerja. Aku harus fokus," katanya pada dirinya sendiri. Namun pikirannya justru kembali melayang pada percakapan dengan Andin. Owner baru. Pria muda. Tampan. Entah kenapa deskripsi itu membuat dadanya berdebar tidak nyaman. Gea menggeleng cepat, menepis pikiran yang mulai liar. “Itu cuma kebetulan,” bisiknya. Kembali ke kamar, Gea memaksakan diri berbaring dan memejamkan mata. Ia menghitung napas, berusaha mengusir semua kecemasan yang menumpuk. Perlahan rasa lelah mulai menang, meski sebelum benar-benar terlelap, satu nama kembali muncul di benaknya. "Stefano!" Gea membuka matanya dengan gusar, dia terus membayangkan Stefano terus. "Lama-lama aku bisa gila," umpat Gea sambil menutup wajahnya dengan bantal. BERSAMBUNGRumor tentang Gea berada di perpustakaan bersama dengan Stafano kini kian menyebar. Semuanya karena Satpam itu yang membicarakan ini pada penjaga lainnya. Bahkan mahasiswa lain juga ada yang ikut mendengar rumor tersebut. "Tidak menyangka yah, Gea orang yang seperti itu.""Demi nilai, dia merendahkan dirinya sendiri," bisik yang lainnya. Banyak sekali orang yang membicarakan tentang dirinya. Semuanya saling berhubungan satu sama lain. Bahkan dia tidak yakin semuanya jadi seperti ini. Gea melewati orang-orang yang membicarakan dirinya, ada rasa malu dan rasanya dia ingin pergi dari sini. Bruk Gea tidak sengaja menabrak dada seseorang karena terburu-buru. "Aw...""Kamu tidak apa-apa?" tanya Stefano yang kini menatap kearah Gea. Gea langsung bersidekap menatap kearah Stefano dengan pandangan yang sedikit sinis. "Pak Stefano sengaja yah nabrak saya?" tuduh Gea. "Justru kamu yang sengaja menabrak saya," kata Stefano dengan santai. Seketika Gea teringat dengan rumor tentang dirin
Gea langsung panik ketika melihat satpam itu memergoki dirinya dengan Stefano, bahkan dengan posisi mereka sekarang yang sulit sekali untuk diartikan. "Pak Stefano, anda dengan mahasiswa itu! Astaga."Satpam itu langsung pergi dengan begitu saja setelah melihat Gea dan Stefano dengan posisi Stefano menindih tubuh Gea. "Tunggu, Pak. Ini tidak seperti yang sebenarnya!"Gea langsung mendorong tubuh Stafano, dia berusaha untuk menjelaskan semuanya. Khawatir kalau nanti malah akan menjadi rumor buruk. "Sudahlah, dia sudah pergi."Stefano bangun kembali setelah dia tidak sengaja mencium bibir manis milik Gea tadi. Sedangkan Gea melotot tajam kearah Stefano. Dia benar-benar masih kesal dan tidak percaya dengan semuanya. "Ini semuanya gara-gara Pak Stefano. Coba saja tadi tidak seperti itu, mungkin satpam itu tidak akan salah paham!" marah Gea dengan Stefano. "Kok kamu kesananya kaya menyalahkan saya? Sudah jelas bahwa tadi itu kecelakaan, kamu tidak lihat benda itu tadi jatuh," tunjuk
Perpustakaan Gea berada di sebuah perpustakaan dan mencari buku tentang sistem digital. Kebetulan sekali dia adalah seorang mahasiswa tehnik elektro. Dia mencari di tumpukan buku. "Mana sih, gak ada," umpat Gea dengan kesal. Dia tidak menemukan buku yang dia cari, padahal ini sudah hampir larut malam, dia tidak tahu buku itu berada di mana. Akhirnya dia mengambil ponselnya dan memutuskan untuk menghubungi Raya. "Hallo Raya.""Kenapa Gea, malam-malam malah menghubungi aku?""Buku yang waktu itu, tentang sistem digital tidak ditemukan. Bahkan modulnya juga tidak ada. Aku sudah mencarinya di perpustakaan kampus.""Tunggu dulu, kamu jam telah malah begini ada di kampus? Astaga Gea kamu gila yah!" ujar Raya dengan nada yang sedikit panik. Apalagi ini sudah malam, membuat Raya jadi khawatir dengan Gea. "Biasa aja kali, lagian aku juga ke perpustakaan kampus untuk mencari buku. Bukan buat hal yang aneh-aneh," balas Gea dengan santai. "Iya tetapi saja Gea. Ini sudah malam, besok saja
"Itu sangat memalukan!"Gea sudah berada di sebuah kafe dan dia tengah menyusun gelas dengan benar. Dia terus saja memikirkan dosen barunya itu. Bisa-bisanya tadi dia malah asal masuk ke dalam mobil orang dan ternyata adalah mobil dosennya sendiri. "Memalukan. Kenapa malah masuk mobil dia pula?"Gea terus merutuki kesalahannya tadi, sampai ada salah satu temannya datang menghampiri dirinya. Dia adalah Andin."Gea, tolong kamu kasih kopi late ini ke meka nomor 9 yah."Gea hanya mengangguk mendengarkan apa yang dikatakan oleh Andin. "Okeh."Akhirnya Gea memutuskan untuk berjalan menuju kearah meja yang disebutkan oleh Andin barusan. Baru beberapa langkah dia langsung menaikan sebelah alisnya. "Sepertinya aku tidak asing dengan orang itu," gumam Gea. Dia memastikan kembali orang yang tengah duduk barusan. Kemudian dia menggelengkan kepalanya. "Pak Stefano, tidak mungkin dia bukan? Pasti itu karena aku terlalu memikirkan orang itu, makanya tamu yang datang seperti dalam bayanganku. Ti
Gea di depan pintu ruangan pribadi milik Stefano. Ada rasa perasaan gelisah ketika dia handak akan masuk ke dalam ruangan tersebut. Akhirnya dia memutuskan untuk mengetuk pintu dengan pelan. Tok tok tok..."Masuk."Mendengar suara maskulin itu membuat Gea sedikit ragu, sampai akhirnya dia memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan itu. Setelah dia masuk ke dalam, akhirnya dia melihat pria berbadan tinggi dengan tubuh yang kekar. Laki-laki itu melepaskan kacamatanya. "Maaf Pak Stefano, saya hanya ingin memberikan buku ini."Ingin rasanya Gea pergi dengan begitu saja dari tempat ini. Apalagi atmosfer disekitarnya sudah merasa tidak nyaman. "Kamu masuk langsung pergi begitu saja?" "Maksud Pak Stefano?" tanya Gea menaikan sebelah alisnya heran. Stefano mengangkat pandangannya perlahan, menatap Gea yang kini berdiri canggung di depan pintu. Tatapan mata laki-laki itu tajam namun tenang, seolah bisa menembus kegelisahan yang Gea rasakan.“Kenapa berdiri di situ? Duduklah.” Suarany
Gea sudah mulai melupakan kejadian yang terjadi padanya. Dia tidak tahu pria asing yang tidur dengan dirinya semalam. Gea duduk di kursi kampusnya, berusaha terlihat tenang di antara mahasiswa lain. Tapi pikirannya terus berputar. Ia menatap kosong halaman catatan yang belum disentuh sama sekali.“Hei, kamu malah melamun,” suara familiar membuyarkan lamunannya.Gea menoleh cepat. “Astaga, Raya, kamu bikin kaget aja!”Raya mengangkat alis, menatap sahabatnya dengan senyum menggoda. “Kamu masih mikirin pacar kamu yang selingkuh itu, ya?”“Ingat yah Raya, mantan pacar. Aku sudah putus dengan dia!” dengus Gea dengan nada yang sedikit marah. Raya ikut menanggapi karena kemarin dia melihat sendiri bagaimana orang itu selingkuh. “Sorry lupa. Laki-laki bajingan itu memang pantas kamu tinggalkan.”"Iya betul.""Oh iya, semalam kamu langsung pulang? Aku tidak bisa mengantar kamu," ujar Raya. Pertanyaan itu membuat napas Gea tertahan sesaat. Seketika, kenangan samar itu datang, kilatan lampu k







