Home / Fantasi / Lahirnya Kultivator Dewa Samudra / 4. Kebenaran penangkapan Kultivator Laut

Share

4. Kebenaran penangkapan Kultivator Laut

Author: VAD_27
last update Last Updated: 2025-03-27 12:26:54

Satu persatu mulai meninggalkan The Grand Imperium, menyisakan Kaelthar seorang diri dengan lampu berlian yang perlahan memendar lemah, memancarkan perasaannya saat ini.

Tangannya meremas kuat setiap helaian rambut pirangnya, mencoba mengalirkan rasa frustasi dan ketidakberdayaannya di rapat hari ini.

Padahal tanggung jawab rakyat Distrik Tydoria berada di tangannya, namun tangan yang hanya manusia biasa ini tidak mampu memberikan keadilan pada mereka. Tidak ada yang peduli pada manusia biasa, Kael berjuang seorang diri.

Brak!

Kael menghantam kepalan tangannya ke meja, beranjak berdiri dengan napas memburu.

Perasaan api yang berkobar membakar atmanya terasa panas, membuat kepalanya berasap. Tidak hanya gagal di dunia kultivasi, namun dia juga harus gagal memberi rakyatnya keadilan.

Sial.

...

"Your Highness." Ujar Walikota memberi salam, raut terkejut tercetak jelas di wajah pria paruh baya itu mendapati kedatangan mendadak tanpa pemberitahuan.

"Mohon ampunan atas sambutan yang sederhana ini, Yang Mulia."

Kael menggeleng, duduk di sofa berbantal merah di ruang walikota yang didesain secara sederhana dari kayu jati, yang terlihat mewah hanyalah kain berukiran emas sebagai hiasan meja yang merupakan hadiah dari Kael untuknya.

Walikota duduk di sebrangnya, menyadari raut wajah murung Kael. "Apa rapatnya tidak berjalan sesuai apa yang anda inginkan lagi, Yang Mulia?"

Kael melempar senyum samar, mengeluarkan kantong emas ke meja. "Aku benar-benar lemah. Aku harap kau tidak melaporkan ini pada Kekaisaran. Ini uang pribadiku, setara dengan anggaran yang dikeluarkan Mentri Keuangan untuk distrik Noble. Gunakan untuk rakyat yang kelaparan dan perbaikan infrastruktur, kau juga harus banyak membeli air mineral dan bayar kultivator tukang untuk menggali sumur selagi aku masih memperjuangkan saluran air." Ujarnya, entah yang keberapa.

Walikota menerimanya dengan gusar dan ragu, entah yang keberapa sebelum mengangguk, berterima kasih dan membentuk simbol berdoa. "Semoga The Lord of Aethelgran melindungimu."

Kael mengangguk. "Aku butuh laporan terkait para kultivator laut terlarang yang terlihat di wilayah ini, sebelum aku melihat kondisi lapangan Tydoria."

...

Kael mengangguk, melempar senyum ramah tatkala rakyat Tydoria menghentikan segala aktivitas untuk memberi hormat padanya. Bibir Kael bergetar, padahal dirinya tidak berhasil memberikan keadilan, namun mereka masih memberinya penghormatan. Kael tidak pantas menerimanya.

Menjadi Pangeran buangan yang dipandang sebelah mata karena manusia biasa menguntungkan Kael dalam hal penjagaan, Kaisar tidak menempatkan penjaga di sisinya seperti Putra Mahkota, membuat Kael kini bebas membantu rakyat Tydoria melalukan aktivitas seperti memperbaiki aula pertemuan, membagikan pangan dan lain-lainnya.

Dalam fragmen ingatannya pun, sama persis seperti ini. Termasuk hal yang dia lihat sekarang, bagaimana kurusnya para rakyat Tydoria utara karena kekeringan, tulang mereka tercetak jelas dalam epidermis tipis yang menghitam karena terik dengan perut buncit kekurangan gizi. Para ternak mati karena ketiadaan rumput segar yang menjadi pakan.

Netra Kael bergetar, napasnya tercekat dengan jantung mencelos, kakinya membeku di depan gubuk gandum. Gelombang rasa sesak, tidak mengenakan dan sakit meredam hatinya mendapati puluhan mayat di atas tumpukan padi kering, organ dalamnya bercecer dilahap serangga dengan tulang mencuat.

Kaki Kael melemas, ambruk dengan satu kaki, membekap mulutnya sendiri dengan napas memburu.

Satu tetes air mata melesak turun ke pipi, rasa sakit melemahkan tubuhnya, kepalanya menunduk, tangannya membentuk simbol, berbisik getir. "Semoga The Lord of Aethelgran menempatkanmu di sisinya. Maafkan aku."

"Kenapa kau meminta maaf pada mayat?"

Kael tersentak, menoleh. Anak kecil berusia delapan tahun tanpa alas kaki yang melepuhkan kulitnya, membelalak, terkejut mendapati wajah familiar, netra biru laut dan rambut pirang panjang sepunggung.

Anak itu berlutut.

"Maafkan ketidaksopanan saya, Yang Mulia."

Pundak anak itu bergetar, orang tuanya bilang bahwa para aristokrat dan kultivator itu harus disanjung dan disembah, dia takut karena lancang barusan. Namun kekhawatirannya berangsur sirna tatkala botol air terjulur.

"Mau minum? Aku berikan semuanya." Tawar Kilian, melempar senyumnya.

...

Kael dan Diyard—anak lelaki tadi—membentuk simbol doa di depan gundukan tanah tempat mereka mengubur para mayat sebelumnya.

Keduanya meneduh di gubuk terbengkalai setelahnya. Menatap sinar keemasan dijalanan yang disengat matahari.

Kael meneguk ludah susah payah, menekan dadanya sendiri yang terus bergemuruh dengan perasaan sesak yang mengambil kewarasannya.

"Perasaan apa ini namanya?" Gumam Kael.

Diyard menoleh. "Kesedihan, Yang Mulia. Orang tua saya bilang, kalau menangis adalah bentuk kesedihan."

Kael menipiskan bibirnya dengan raut wajah mengernyit dalam, kesedihan ... rasanya sesakit ini ternyata.

"Maafkan aku, Diyard. Rakyat mati karena ketidakmampuan pemimpinnya." Gumam Kael serak, bibirnya bergetar. "Aku—,"

"Lepaskan aku!"

"Jangan melawan! Ikut kami dengan tenang, pemberontak!"

Suara jeritan menggema membuat Kael tersentak, bergegas ke sumber suara, mendapati seorang wanita kurus mengenakan jubah hitam yang diseret oleh penjaga di tepi sungai kering.

"Ada apa ini? Jangan kasar kepada seorang wanita." Tegur Kael.

Penjaga itu menoleh garang sebelum tersentak, segera menunduk memberi hormat.

"Saya sedang menjalankan tugas menangkap kultivator laut, Yang Mulia."

Kael membelalak, menoleh cepat mengamati wanita itu dengan lamat. Jadi ini ... kultivator laut yang tidak ada di ingatannya namun sering disebut keberadaannya.

Kultivator laut yang dibenci Kaisar.

Wanita itu terkejut menatap Kael secara langsung setelah sering mendengarnya dalam rapat pemberontakan, dia melepaskan tangannya paksa dari penjaga lantas berlutut di kaki Kael dengan kedua tangan menyatu.

Kael terkejut, dia bersimpuh, memaksa wanita itu bangkit.

"Saya mohon, selamatkan saya, Yang Mulia! Ampunkan nyawa saya!" Suaranya bergetar, memohon dengan sepenuh jiwa sampai menitikan air mata. "Saya tidak melakukan kultivasi terlarang! Saya hanya menciptakan air dengan kultivasi laut untuk memberikannya pada rakyat yang kekeringan!"

Netra Kael melebar dengan jantung mencelos.

"Saya mohon, Pangeran! Kultivasi laut bukan sesuatu yang terlarang! Ini sama dengan kultivasi Bumi—, hmppttt!!"

Kael tersentak tatkala penjaga tadi membekap mulut si wanita , menjauhkannya dari Kael.

"Tunggu! Aku memperintahkanmu untuk melepaskannya sekarang juga!" Perintah Kael namun berakhir penjaga lain menangkap kedua lengannya, menghentikan pergerakannya.

"Maafkan saya, Yang Mulia. Tapi kepemimpinan kami bukan berada di bawah anda." Ujar penjaga itu, dia menghantamkan wajah wanita yang berontak ke tanah sampai pingsan membuat Kael tersentak.

"Kau! Bagaimana mungkin bisa sekejam itu pada wanita?!" Teriak Kael naik pitam, membuat jantungnya bergemuruh dengan pundak naik turun.

Kael berteriak keki tatkala wanita tadi diperlakukan kasar, diseret pergi dan Kael hanya bisa menatapnya tidak berdaya.

"Lepaskan tanganku." Bisik Kael dingin membuat mereka patuh.

"Pangeran! Pangeran!" Seru Walikota dari jauh, mencoba menetralkan napasnya setelah sampai di samping Kael.

"Pangeran Kaelthar, anda baik-baik saja?" Tanya Walikota membuat Kael menggeleng, gurat wajahnya mengeras.

"Aku selalu penasaran setelah bangkit kembali, selalu ada perasaan yang meletup layaknya api membara, membakar kepalaku sampai berasap, meninggalkan gemuruh jantung yang membuat kepalaku ingin meledak. Perasaan itu ... apa namanya?"

Walikota mengernyit pada sedikit perubahan sikap Kael. "Mungkin yang anda maksud adalah amarah, Yang Mulia."

"Amarah." Bisik Kael tajam dengan tangan terkepal dan urat leher mengencang. Iya. Ini bukan sekedar amarah biasa, tapi amarah yang tidak bisa diredam.

"Beritahu aku, kemana para kultivator laut dipenjarakan?" Tanya Kael.

Walikota mengernyit samar. "Di penjara rahasia yang terletak di pegunungan Kurozen. Anda bisa kesana dari jalan rahasia yang ada di kantor saya, Yang Mulia."

Kini gantian Kael mengernyit bingung.

"Lebih tepatnya, jalan ini terhubung di bawah tanah, dari kantor saya mencapai Astrava Temple, membelah lurus sampai ke bawah pegunungan Kurozen. Anda tidak ingat? Padahal anda yang membangun ini sebelumnya meskipun saya belum pernah ke sana, karena kuncinya berada di tangan anda." Ujar Walikota.

Kael tertegun, meraba pelipisnya sendiri dengan gelombang rasa bergemuruh kuat yang mengguncang jiwanya.

Sepertinya Kaelthar sudah melewati jalan itu dan melihat penjara para kultivator laut dengan mata kepalanya sendiri sebelumnya. Meskipun kini fragmen ingatan itu tidak ada di kepalanya.

...

Setiap langkah kaki Kael menimbulkan echo pada lorong besi yang hanya muat satu orang, dibuat panjang dan lurus. Sudah hampir satu hari atau lebih namun belum membuahkan hasil mengingat jauhnya jarak antara Tydoria dan Pegunungan Kurozen.

Sampai penatnya dibayar hasil, jalan rahasia ini hanya menuju pada jalan buntu, Kael mendekat, menyentuh dinding batu yang merupakan ujung. Sepertinya penjara kultivator laut berada di baliknya.

Dia menempelkan telinga, mendengar jerit tangis di baliknya sebelum menemukan celah cukup untuknya mengintip.

Netra Kael melebar, jantungnya mencelos tatkala mendapati puluhan kultivator dirantai dengan rantai artefak kuno yang berfungsi sebagai anti energi pada kultivator.

Netra Kael bergetar, dingin mencekik tengkuknya dengan napas tercekat mendapati para kultivator laut yang sudah kehilangan kekuatannya ... dikubur hidup-hidup oleh para penjaga kultivator Bumi. Para penjaga melemparkan tubuh lemah para kultivator ke dalam lubang kuburan massal. Ada seorang kultivator yang masih hidup tetapi terlalu lemah untuk bergerak, hanya bisa meratap sebelum ditimbun tanah.

"Apa ini?" Gumam Kael serak dengan gigi menggertak.

Ini namanya sudah bukan penangkapan, tapi pembunuhan!

Kael menggeram, emosi, muak, kesal bercampur sampai meluap. Ini sudah sangat melampaui batas. Kekaisaran ini kacau! Kenapa mereka melakukan hal sekejam ini pada para kultivator laut?

Kael harus segera—,

Netra Kael membelalak, mulutnya dibekap dari belakang.

Siapa yang menangkapnya? Bukannya hanya Kael yang tahu jalan ini?

"Hmmpttt!" Kael berontak namun gagal.

Menyisakan suara berat samar yang terdengar sebelum kegelapan mengambil alih.

"Akhirnya ... kau menunjukan tekad aslimu, Pangeran."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   66. Pertemuan lama yang baru

    "Jendral Shipor terlihat aneh." Bisik salah satu penjaga yang berdiri di sudut benteng. Menatap lurus pada Shipor tengah termenung dengan raut gelisah sambil menatap jauh ke lautan beberapa meter di bawahnya."Kau benar. Dia sering melamun bahkan beberapa kali berteriak dalam tidurnya. Raut wajahnya terlihat ketakutan dan gelisah setiap saat. Dia terlihat menekan perasaannya saat memberi pasukan perintah namun sorot matanya terlihat jelas bahwa dia tidak baik-baik saja. Menurutku, ada sesuatu yang menganggu pikiran dan mentalnya." Bisik rekan penjaga yang lain."Keanehan Jendral terjadi setelah dia berbicara dengan Pangeran Mahkota Riverin." Ujar si penjaga. "Aku melihatnya sendiri mereka tengah bercakap di atas benteng ini pada malam hari. Entah apa yang merekan bicarakan, tapi nampaknya Jendral sampai ketakutan setelah Putra Mahkota berbicara.""Jangan bilang ... apa ini tentang penurunan jabatan? Tidak mungkin, kan?" Sahut rekan penjaga—menolak asumsinya sendiri.Bibir mereka sont

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   65. Ujian masuk

    "Apa yang akan kau lakukan sekarang?" Tanya Pollux langsung setelah mereka berenang keluar dari ruangan pemimpin Sekte.Kael termenung dan memutar otak, berpikir bagaimana cara menyelamatkan Gyra dari penjara?Pasalnya penjara di Kekaisaran Ardor dijaga ketat."Aku tidak bisa menyusup ke Kekaisaran. Masalahnya ada Plagius. Dia punya mata dan telinga di seluruh Kekaisaran untuk memantau semua yang terjadi di wilayahnya. Aku akan langsung ketahuan jika menginjakan kaki ke Kekaisaran apalagi jika ada yang tidak sengaja memanggil karena mengenaliku." Ujar Kael memikirkan kemungkinan besar itu membuat Pollux mengangguk setuju.Kael jadi kembali memutar otak. Bagaimana caranya?Tersadar sesuatu, Kael menatap Pollux."Bagaimana cara guru menyelamatkanku saat di penjara?"Pollux terkesiap samar. "Tentu saja menggunakan teknik kultivasi tingkat tinggi.""Abyssal Devour?" Gumam Kael menyebut nama tekniknya. "Aku juga bisa melakukannya, apa aku gunakan saja cara yang sama sepertimu? Tapi, aneh.

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   64. Pemimpin Sekte

    Atmosfer menegang saat pria berjubah itu membuka tudungnya sebelum Pollux menghela napas lega."Kau ternyata," ujar Pollux setelah melihat wajah familiar. "Pangeran, dia adalah salah satu Pemimpin Pasukan Militer di Sekte Black Ocean. Demata."Pria berambut hitam legam, berwajah tegas dan rahang kotak dengan banyak luka gores di kulit wajah dan lehernya, menandakan pengalaman pertarungan yang sudah tidak bisa terhitung. Tubuhnya tegap dan berotot meskipun tidak terlalu tinggi."Tuan Pollux, Pangeran Kaelthar. Tetua sudah menunggu kalian. Aku kesini untuk menjemput dan memandu. Silahkan, ikuti aku." Ujar Demata sebelum melompat ke air.Kael menoleh pada Pollux yang mengangguk sebelum keduanya menunggangi kuda laut raksasa mereka untuk masuk ke permukaan lautan. Demata terlihat menunggangi ikan stingray besar. Dia memandu jalan dan mereka berenang dengan kecepatan tinggi."Tempat Sekte Black Ocean tersembunyi di palung Arkanis." Teriak Demata.Kael menganga kecil—terkagum ketika mereka

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   63. Penunggang King Seadragon

    Gulungan arus bawah laut bergetar hebat, dan gelembung raksasa meledak di sekeliling batu karang tajam. Di tengah kehampaan laut dalam yang gelap, Kael berdiri di atas sebuah tebing karang, mengenakan Tide Armor yang menyala biru kehijauan, esensi laut mengalir di sekujur tubuhnya.Di hadapannya, monster laut legendaris itu muncul—King Seadragon.Kuda laut raksasa bertubuh 20 meter lebih, berwarna hitam legam, dengan sirip belakang seperti tombak dan mata merah berpendar tajam. Tubuhnya jauh lebih besar dari spesies kuda laut raksasa biasa. Kulitnya keras seperti sisik naga, dan tiap gerakan tubuhnya menciptakan arus liar yang menyeret batuan laut.“Makhluk ini… tidak seperti yang lain,” gumam Kael, menahan napasnya, matanya tak berkedip.Dari kejauhan, Pollux menatap dengan tatapan serius. “Jangan terlalu dekat. Uji auramu dulu. Jika ia menolak… mundurlah.”Kael mengangguk. Tapi dalam hatinya, ia tahu: tidak ada mundur hari ini.Dengan langkah mantap, Kael berenang cepat menuju King

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   62. Cara menghilangkan depresi

    Kael menipiskan bibir, dia tidak suka senyuman yang sekarang disunggingkan Pollux. Itu adalah senyuman yang penuh makna dan akan membuat Kael berakhir sekarat.Tapi, Kael tetap menurutinya untuk lepas dari perasaan gundah ini."Jadi, apa yang akan kita lakukan." Tanya Kael.Pollux benar, kini perasaan gelisah itu perlahan berganti oleh degupan jantungnya yang terus bergemuruh karena was-was dan exited di saat bersamaan akan hal yang Pollux rencanakan."Kau tahu kuda laut?"Kael mengangguk."Kau akan mengendalikan dan menunggangi mereka dalam perjalanan kali ini." Ujar Pollux membuat Kael terpengarah."Tidak mungkin aku akan mengendalikan kuda laut yang berukuran asli. Apakah yang kau maksud adalah kuda laut berukuran raksasa?" Tanya Kael dengan mata berbinar.Pollux mengangguk, dia membuka telapak tangan—mengalirkan esensi laut ke sana sebelum mencelupkan ke dalam air. Matanya terpejam dengan kening mengerut. Kael tahu bahwa gurunya tengah memanggil mahluk laut yang dia kendalikan.Pe

  • Lahirnya Kultivator Dewa Samudra   61. Depresi

    "Balsami."Pundak Balsami masih bergetar dengan napas memburu, dia mendongak pada Kael yang menatapnya tenang tanpa kemarahan apapun padahal Balsami sudah menyerang dengan niat menghabisi barusan."Apa? Kau kecewa padaku yang masih menyerangmu padahal istriku memang berbuat salah? Kau marah dan tidak terima karena aku masih kukuh dan kekanak-kanakan dengan menyimpan emosi padamu?" Bentak Balsami dengan pundak naik turun.Namun, jawaban Kael selanjutnya membuat Balsami tertegun dengan jantung mencelos."Tidak sama sekali. Marah dan semua perasaan yang kau rasakan padaku, adalah milikmu sendiri. Aku tidak punya hak membuatmu agar tidak merasakannya. Kau punya hak untuk membenciku, marah padaku. Tapi, Balsami ... aku harus pergi sekarang."Tangan Balsami terkepal dengan gigi menggertak."K-kenapa? Kenapa kau sangat murah hati seperti ini? Apa itu akting hanya karena kau dipilih oleh lautan? Kau sedang berpura-pura menjadi orang suci agar aku terlihat rendah dan kau terlihat sangat tinggi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status