LOGINBab 95. MENEMUI RADEN JAYENGRANA Mereka tidak menyerang saat siang hari, akan tetapi memilih menyerang saat matahari sudah tenggelam. Sebagai kelompok hitam yang suka membuat kekacauan, menyerang saat malam hari adalah sebuah pilihan yang sangat tepat. Sosok Jaka Tole segera menghilang dari dahan pohon tempat dia bersembunyi, setelah mendengar rencana penyerangan ke kota Tegal, malam nanti. Untuk menghilangkan jejaknya, Jaka Tole menggunakan Ajian lipat Bumi, dan dalam sekejap sudah berada di luar pintu gerbang kota. “Saya harus bertemu dengan sang Wali untuk melaporkan rencana Bajul Ireng ini,” gumam Jaka Tole yang segera memasuki kota Tegal yang sangat ramai dengan lalu lalang warga yang keluar masuk kota. Petugas keamanan yang berjaga di pintu gerbang kota terlihat bekerja dengan santai, karena sudah lama tidak ada perang maupun keributan besar yang membahayakan warga kota. Hanya saja kebetulan tadi malam telah terjadi kebakaran yang
Bab 94. SANG KETUA “Ada kabar apa? Apakah sabotase yang kalian lakukan berhasil?” “Maaf ketua, sebelumnya tugas yang kami jalankan telah berhasil membakar puluhan rumah warga kota Pesisir Tegal. Tapi...” perkataan pria itu terhenti, seakan sedang menimbang apakah laporan yang mereka laporkan tidak mendapatkan murka dari sang ketua. “Lanjutkan, bicaralah yang jelas, jangan sedikit-sedikit berhenti,” terdengar suara berat memerintahkan kedua orang yang baru saja masuk ke tenda besar itu. Di Dalam tenda besar itu seketika hening, setelah suara berat itu memberi perintah. Sementara, kedua orang yang baru masuk ke dalam tenda besar tampak saling pandang dengan tubuh dipenuhi keringat dingin. “Mohon maaf ketua, tadi malam telah terjadi sesuatu yang aneh. Tiba-tiba hujan turun dengan sangat deras dan memadamkan api yang sedang membakar rumah warga.” “Hujan? Kalau mau berbohong jangan terlalu kontras, bukankah kamu lihat sendiri tanah di tempat i
Bab 93. ORANG MENCURIGAKAN Hujan yang turun dari langit bukanlah hujan gerimis, akan tetapi hujan yang sangat lebat, sehingga rumah-rumah warga yang terbakar dan dilalap api, perlahan tapi pasti mulai padam. Asap putih seketika menggantikan api yang berkobar, saat api yang sebelumnya menari liar di kayu yang ada di rumah-rumah warga mulai menghilang. Ekspresi lelah dari warga yang bahu membahu dan bergotong royong berusaha memadamkan api, kini telah berubah menjadi senyuman lega. Di saat semua orang tubuhnya basah kuyup terkena air hujan, terlihat keanehan pada tubuh Jaka Tole. Apanya yang aneh? Tentu saja yang aneh adalah tubuh dan pakaian yang dikenakannya sama sekali tidak basah kuyup. Siapa orangnya yang tidak merasa aneh jika melihat kejadian ini? Tubuh Jaka Tole tidak memakai payung apalagi mantel hujan. Untungnya Jaka Tole berada di kegelapan, lebih tepatnya di bawah pohon besar, sehingga kehadirannya tidak terlalu menarik perhatian wa
Bab 92. AJIAN UDAN DERES Semua orang tampak membisu, mendengarkan setiap perkataan sang Wali daerah pesisir Tegal ini. Nama sang Wali itu sendiri adalah Raden Jayengrana, yang merupakan seorang pendekar yang cukup tangguh dan menguasai ilmu pemerintahan dengan baik. Setelah berbicara panjang lebar, akhirnya eksekusi pun dilaksanakan. Ekspresi kedua jagoan kota tampak pasrah, apalagi mereka sudah menderita luka dalam yang cukup parah. Meskipun mereka tidak dieksekusi mati, kemungkinan mereka bisa hidup normal hanya tinggal empat puluh persen saja. Apalagi kejantanan mereka sudah di potong oleh Ningrum Anggraeni, saat berada di kedai makan. Sebagian penduduk kota pesisir ini, sangat mensyukuri kematian kedua jagoan kota yang sering membuat onar. Setelah acara eksekusi berakhir, penduduk yang sebelumnya menjadi saksi atas kematian kedua jagoan kota, sangat senang dan hidup mereka akan menjadi lebih tenang. Satu persatu mereka meningg
Bab 91. SUARA GONG Setelah mendapatkan kamar, Jaka Tole segera mandi membersihkan tubuhnya yang berkeringat dan mengganti pakaiannya dengan yang bersih. Hari masih cukup siang, dia segera keluar dari penginapan untuk menikmati keramaian kota. Gung….!! Gung…!! Gung…!! Tiba-tiba saja telinganya mendengar suara gong dipukul, suaranya cukup nyaring di kota pesisir ini. Tak lama kemudian terlihat banyak warga yang berjalan cepat ke suatu arah, Jaka Tole segera menghentikan salah satu warga untuk mencari informasi. “Permisi pak, sepertinya kalian sangat tergesa-gesa. Sebenarnya pertanda apakah bunyi Gong tadi?” “Sepertinya kisanak bukan warga kota pesisir ini, bunyi Gong tadi adalah undangan dari bapak Wali yang mengundang seluruh warga kota untuk berkumpul.” “Memangnya ada acara apa, sampai bapak Wali mengumpulkan warga?” tanya Jaka Tole sekali lagi dengan ekspresi penasaran. “Saya tidak tahu pasti, akan tetapi jika tiba-tiba bapak
Bab 90. NINGRUM ANGGRAENI Sepasang matanya memicing melihat penampilan senopati muda di depannya, kemudian berkata dengan tatapan heran tampak terlihat jelas di ekspresi wajahnya. “Kenapa anda malah menyarankan saya untuk membunuh kedua orang itu? Apakah agar anda punya alasan untuk menangkap saya?” “Ha ha ha ha… sepertinya pemikiran anda salah. Saya memang sangat senang jika kedua preman kota itu di habisi oleh kalian para pendekar. Saya sering menerima laporan tentang kejahatan mereka, akan tetapi saya tidak bisa menangkap mereka, tanpa bukti yang jelas.” “Bukti yang jelas? Apakah anda tidak bisa menangkap mereka dan memasukkan kedalam penjara, setelah mendapat laporan dari warga?” “Tidak semudah itu, jika saya menangkap kedua orang itu, apakah Nisanak tahu siapa orang di belakang kedua preman kota itu?” kata senopati Arya sambil menatap sosok cantik pendekar wanita di depannya. “Tentu saja saya tidak tahu, dan untuk apa saya harus tahu? Yang pasti







