Bulan tak berkutik, tatapan ingin tau mamanya membuat dia menyerah. Sebenarnya Bulan tak ingin membeberkan semua masalah rumah tangganya, tapi kegigihan mamanya untuk mengorek informasi, membuat Bulan menyerah."Kami bertengkar," aku Bulan."Pertengkaran dalam rumah tangga adalah hal biasa, namun dengan meninggalkan rumah suamimu, mama rasa itu terlalu berlebihan. Mama tidak bermaksud ingin mencampuri urusanmu, tapi mama berkewajiban memperingatimu, Bulan.""Rasanya aku sudah tak sanggup lagi, Ma. Terlalu banyak alasan yang membuatku seakan ingin berhenti dari pernikahan ini." Bulan tak ingin mengatakan secara gamblang, bahwa suaminya memiliki kelainan seksual. Dia tak ingin harga diri James menjadi jatuh karenanya."Apa pun alasannya, dengan meninggalkan rumah, takkan menyelesaikan masalah. Kalian butuh bicara, pernikahan bukan drama yang begitu mudah memutuskan pergi dan kembali, apalagi pernikahan kalian baru hitungan bulan. Masih menyesuaikan kepribadian."Bulan menunduk, dia tak
Bulan membiarkan jendelanya terbuka, sehingga angin malam masuk ke dalam kamar meniup tirai tipis yang bergantung di atas ranjangnya. Matanya tak bisa tidur, perasaan sedih dan rindu bercampur aduk menyesakkan dada. Dia merindukan pria itu, pria yang telah menjadi suaminya, pria yang berhasil membuat dia jatuh cinta untuk pertama kalinya. Dan sayangnya, tak berhasil membuat pria itu ikut terpesona kepadanya.Bulan berpikir, dia butuh waktu untuk merenungi apakah keputusannya tepat, melepaskan James atau malah bertahan di sisi pria itu.Tiba-tiba Bulan mengalihkan perhatiannya pada pintu yang terbuka pelan."Belum tidur?""Belum,""James datang.""Apa, Ma?" Bulan terlonjak dari kasurnya, bahkan gerakan mendadak itu membuat kepalanya pusing, tapi Bulan lebih memilih mengabaikan."Dia berada di ruang tamu." "Baik, Bulan akan segera ke sana.""Oke." Mata Mama Bulan mengamati wajah putrinya yang terlihat panik. Bulan tiba-tiba gugup, bahkan tangannya gemetar saat dia mencari sisir rambut
James hanya jadi pengamat sejati, saat wanita yang berstatus istrinya bergerak lincah di dapur. Dia bahkan tak menghiraukan kondisinya yang tidak begitu sehat, demi mengenyangkan perut James. Saat ini, wanita itu menggerakkan spatula dengan semangat. Aroma menggoda selera itu, membuat James tak sabar ingin mencicipinya.Sebenarnya mereka sudah berniat untuk tidur, namun keluhan lapar James membuat mata Bulan segar kembali. Dia sempat berfikir sejenak, melihat bahan-bahan yang tak lengkap. Apa yang bisa dibuat dengan bahan seadanya?Beberapa menit kemudian, dua piring nasi goreng terhidang di meja makan. Masih mengepulkan asap, tapi tangan James sudah gatal menggerakkan sendok dan garpu di atas piring itu. "Hanya ini yang bisa kita makan, aku harus belanja kebutuhan dapur besok, kulkas sudah kosong." James memandang nasi goreng itu dengan antusias. Rasanya sudah lama sekali tidak makan masakan Bulan. Walaupun ini hanya nasi goreng sederhana yang topingnya hanya telur ceplok. Tak ada
Mata James tak bisa lepas dari sosok yang tengah menjemur pakaian di belakang rumah, pintu geser yang hanya dilapisi kaca itu menampakkan dengan jelas seseorang yang tak lain adalah Bulan. Baju piyama rumahan dengan warna putih itu malah membuat dia semakin bersinar.James menyesap kopinya, bagaimana bisa wanita itu bisa secantik itu pagi ini? Mata James seakan tak puas memandangnya. Begitu indah tangan putih itu menata pakaian yang masih basah. Celana dijemur sejejer dengan celana lainnya, baju juga sejejer dengan baju. Cara menjemur yang begitu rapi. Menggambarkan si pemilik yang suka serba teratur.Senyum tipis terbit di bibir James, saat beberapa jam yang lalu dia bangun dan mendapati wajah merona Bulan. Malam yang indah, malam yang tak pernah James duga, wanita itu berhasil membuktikan bahwa dia mampu melakukan apa yang dia rasa selama ini begitu mustahil. Mereka mencapainya bersama, dan diakhiri dengan ucapan cinta dan terimakasih Bulan.James menggeser kursi meja makan, karena
Mereka tengah berada di ruang tunggu, kondisi rumah sakit cukup ramai. Yang dipanggul baru antrian kedelapan, sedangkan Bulan mendapat nomor antrian keenam belas. Masih lama, bahkan mereka telah duduk selama setengah jam.Bulan tak berhenti tersenyum, hari ini James sangat manis, pria tampan itu tak berhenti menatapnya dari tadi. Walaupun James tak banyak bicara, tapi Bulan tau, laki-laki itu memperhatikannya terus tanpa henti."Kenapa menatapku terus? Kau membuat aku semakin jatuh cinta." Bulan berbisik manja, tak jarang ketampanan James menari perhatian wanita muda yang berlalu lalang, berseragam perawat rumah sakit itu."Aku baru tau kau bisa menggombal dengan mudah. Aku kira kau adalah wanita yang benar-benar pemalu." James menggenggam jemari Bulan, sejujurnya dia juga khawatir saat ini, tapi James tak ingin memperlihatkan dengan kentara, dia tak ingin wanita itu tambah cemas dan berubah tegang."James, beberapa bulan lagi, bukan di sini lagi kita duduk, tapi di sana." Bulan men
"Nyonya Bulan menderita anemia aplastik," kata Dokter itu dengan wajah tenang.Bulan dan James saling pandang. James berusaha menguasai diri, sedangkan Bulan tampak syok."A ... Apa itu, anemia aplastik?" tanya Bulan gemetar.Dokter membuka kacamatanya. Lalu memandang Bulan serius."Sebuah penyakit langka, akibat kelainan pada Sum sum tulang, sehingga organ itu tak menghasilkan cukup sel darah merah, sel darah putih, trombosit, atau sekaligus ketiganya.""Apa ... Apakah berbahaya?" tanya Bulan, air mata telah menganak di pelupuk matanya. James memegang bahunya, berusaha menenangkan."Akan sangat berbahaya jika jumlah darah berkurang sangat banyak, dan tidak mendapatkan pengobatan.""James?" Bulan memandang James dengan panik. James berusaha menenangkan."Jenis anemia aplastik yang diderita Nyonya Bulan adalah Acquired aplastic Anemia. Yaitu terjadi setelah seseorang lahir, dan bukan diturunkan oleh orang tua. Tidak diketahui penyebabnya dengan pasti, tapi sebagian teori menunjukkan, b
James memacu mobilnya membelah jalan raya, jalanan Ibu kota lancar karena malam telah larut. Tapi tetap saja kota besar yang tak pernah tidur itu gemerlap dengan lampu-lampu warna warni di gedungnya. Selama ini James menganggap dia adalah gay tulen yang takkan pernah tertarik pada wanita, karena selama ini makhluk sejenis itu tak pernah berhasil membuatnya menoleh. Namun, semua terasa berbeda, seiring berjalannya waktu, perhatian dan kesabaran Bulan berhasil membuatnya kembali berjalan di jalan yang benar. Bagi James, tak ada pencapaian yang lebih berharga dibanding itu. Dia menjadi normal kembali dalam waktu yang cepat.Memutuskan Riyan adalah langkah terbaik yang harus dilakukannya. Tak ada lagi Riyan di hati James, dunianya telah berpusat pada Bulan, dia tak ingin membuat Riyan semakin terluka dengan memberinya harapan palsu. Jika James bertahan dengan alasan kasihan, Riyan akan semakin terluka.Setiba di rumah sakit, James mendapati Bulan tengah membuka matanya, dia terlihat gusa
Bulan sedikit kaget siapa yang datang saat ini, Riyan. Pria yang selama ini menjadi mantan kekasih suaminya itu membawa sekeranjang buah-buahan dan seikat bunga. Riyan memaksakan senyumnya yang bagi Bulan terkesan mengancam, bukan senyum tulus layaknya senyuman orang lain yang memberinya semangat untuk sembuh.Mata Bulan menyisir keberadaan James, tapi suaminya itu tak menampakkan diri, padahal beberapa menit yang lalu James masih bersamanya."Kamu terlihat aneh dengan bintik-bintik merah di wajahmu," katanya sinis. Bulan berusaha menahan diri, memang, alergi setelah transfusi darah masih berlangsung, walaupun Dokter telah memberikan obat anti gatal, benjolan kecil-kecil itu terus tumbuh di kulitnya.Bulan bisa melihat tatapan mengejek itu, seolah Riyan mengatakan dia begitu jelek."Benjolan ini akan hilang, saat tubuhku bisa menyesuaikan diri dengan darah yang baru ditranfusi."Riyan tersenyum remeh, bahkan dia menaikkan dagunya angkuh, Bulan hanya tersenyum dalam hati, bagaimana bis