Setiap orang memiliki impian yang berbeda-beda. Semua pasti memiliki alasan kenapa mereka menginginkan sesuatu untuk hidup mereka. Salah satunya Riyan, mimpinya adalah James, pria sempurna yang memberinya apa saja. Uang, perhatian, kasih sayang dan masa depan. Baginya, James adalah pria yang sempurna, pria tampan yang membuat laki-laki yang memiliki kecendrungan berbeda sepertinya tergila-gila. James bagaikan air di tengah rasa dahaga, dia memberikan apa pun yang diminta oleh orang yang disayanginya. Riyan telah bermimpi, akan menghabiskan sisa hidupnya dengan James. Namun, semuanya gagal karena wanita itu.Saat James berpaling, dia sangat marah, dia lebih memilih melenyapkan James dari pada melihatnya jatuh ke tangan orang lain. Jika James tak bisa menjadi miliknya, maka orang lain juga sama. "Jawab! Apa kau menyesal telah menganiayanya?" tanya papa James geram, dalam kurun waktu dua puluh empat jam, Riyan berhasil ditangkap, saat dia mencoba melarikan diri ke luar kota. Papa James
Tujuh tahun kemudianBulan kerepotan di dapur menggendong anak keduanya yang tak mau ditaruh. Anak pertamanya yang berusia lima tahun, sedang mempersiapkan dirinya untuk ke sekolah. Ini hari pertama baginya, dia begitu antusias saat mengetahui akan bertemu teman-teman baru."Menyisir rambut itu, bukan begitu caranya," kata James pada putranya. Anak laki-laki itu amat mirip dengan Bulan. Sedangkan anak kedua mereka yang berusia satu tahun berjenis kelamin perempuan dan tak mau lepas dari gendongan Bulan malah mirip dengan James."Apakah masih lama, James? Aku tak bisa bekerja sambil menggendong anak," seru Bulan dari arah dapur."Sebentar," sahut James bergegas merapikan dasi putranya.Dia mengambil gadis kecil itu dari gendongan Bulan, sedangkan Bulan dengan cekatan meletakkan beberapa porsi nasi goreng di atas meja makan.James sudah rapi dengan stelan jasnya, sejak dia sembuh, dia sudah mulai bekerja di perusahaan keluarganya, sedangkan Bulan membuka toko kue yang tak jauh dari ruma
Mata tajamnya menyisir seluruh penjuru ruangan. Televisi yang menyala, bunyi teko dari arah dapur, menandakan bahwa orang yang paling setia menunggunya setiap saat masih bertahan di rumah ini. Rumah yang diberikan oleh orangtuanya sebagai hadiah pernikahan.Namanya James, pria yang memiliki ketampanan sempurna yang mungkin menyaingi tampannya dewa Yunani. James meletakkan jas berwarna abu-abu tuanya di sandaran kursi malas di dekat televisi."Maaf, aku tidak mendengar kamu pulang." Seorang wanita cantik muncul dari arah dapur dengan apron yang masih melekat di tubuh padatnya. Dia buru-buru menyingkirkan majalah fashion yang bertebaran di atas meja."Mau dibuatkan apa?" Wanita berlesung pipi itu memaksakan senyum. Ada kegugupan yang tak mampu dijelaskannya. Tepat hari ini, sudah sepuluh hari suaminya tidak pulang ke rumah."Kopi saja." James menjawab tanpa berminat menatap wanita yang telah menyuguhkan senyum manis di wajahnya."Baik, tunggu sebentar.""Kurangi gulanya dibandingkan den
Asap rokok mengepul dari mulutnya. Kaki kirinya ditekuk, sedangkan kaki kanan berselonjor di atas lantai itu. Sudah lima batang rokok yang dibakar dan dinikmati oleh bibir gelap itu. Namun, dia tak kunjung bangkit dari tempat duduknya semula.Dia bukanlah pria yang gampang untuk dekat dengan seseorang. Terlahir dari keluarga broken home membuatnya tak mempercayai orang lain. Dari kecil, dia diasuh oleh ibu tiri. Tak ada yang salah dengan status ibu tiri itu, buktinya wanita tanpa anak yang menikahi ayahnya itu menyayanginya seperti anak kandungnya sendiri. Sedangkan ibu kandungnya menikah dengan selingkuhannya.Sampai usia enam tahun, James dibesarkan dengan menyaksikan pertengkaran orang tuanya. Ayahnya adalah laki-laki yang keras dan pencemburu, dia dingin, tak bisa menunjukkan kasih sayang. Sampai pada akhirnya ibunya lelah, dia berselingkuh dengan temannya sendiri.James mematikan rokok yang belum habis dihisap itu. Dari kecil, dia menarik diri dari pergaulan, dia rendah diri kare
"Apa yang kau rasakan?" Begitu polos dan naifnya pertanyaan yang dilontarkan oleh Bulan.Apa yang James rasakan? Tidak ada, dia hanya kaget dengan keberanian istrinya itu. Tanpa bisa ditahan, dia mendorong bahu Bulan agar menjauhinya. Bulan menatapnya kebingungan, serentak dengan rasa malu dan penyesalan."Jangan lagi lakukan itu," ujar James dingin. Wajahnya terlihat kesal."Aku tidak menyukainya, kau mengerti?"Bibir Bulan bergetar, mata beningnya berkaca-kaca. Rasa malu sama besar dengan rasa sakit yang tak mampu dijelaskan. Dia tau pasti James tak menyukainya, tapi alangkah sakitnya saat langsung ditolak. Itu ciuman pertamanya, dia tak pernah menyentuh atau pun disentuh oleh laki-laki selama ini, dan saat ini, malah dia dianggap seperti kotoran yang menjijikkan, bahkan James menghapus bibirnya sendiri dengan kasar. Seolah jijik dengan sentuhan itu."Ma ... Maaf!" Suara Bulan bergetar, bahkan dia merasa tubuhnya menggigil karena cemas."Aku telah berikan semua fasilitas dan materi s
James bernafas lega, setelah dia mengusapkan minyak kayu putih ke hidung Bulan, wanita itu mulai membuka matanya. Tatapan kaget, canggung menguasai Bulan, tapi dia belum berniat beranjak dari pangkuan laki-laki itu."Apa yang terjadi denganmu?" James mulai tak nyaman, Bulan akhirnya memutuskan untuk bangkit walaupun penglihatannya masih berkunang-kunang. Dia menarik dirinya, lalu duduk di atas ranjangnya sendiri. James bangkit, ekspresi menunggu terlihat dari wajahnya. "Oh, aku merasa pusing, kemudian mendadak pandanganku menjadi gelap, sekarang sudah tidak apa-apa." Bulan memaksakan senyum dibibirnya yang pucat."Tunggu di sini! Aku akan buatkan teh hangat untukmu."Bulan mengangguk, matanya berbinar, seolah rasa sakit menguap begitu saja saat perhatian kecil James membuatnya tersanjung. Memang, mereka tak memiliki pembantu di apartemen ini. James pernah menawarkan pada Bulan, tapi wanita itu menolak, dengan alasan dia akan bosan jika tak ada pekerjaan yang dilakukannya. Dan bagi B
Bulan tersenyum sumringah, walaupun terpaksa, akhirnya James menyetujui idenya untuk bersepeda pagi ini. Sudah lama Bulan terkurung di rumah, dia bahkan tak sempat untuk bertegur sapa dengan orang-orang kompleks. Biasanya pada hari Minggu, orang-orang keluar rumah untuk melakukan olah raga. Bukankah ini juga kesempatan bagi mereka untuk memperkenalkan diri?James muncul di hadapan Bulan, dengan baju kaos tanpa lengan, memamerkan otot yang terpahat sempurna, dia memakai celana olahraga bewarna hitam serta sepatu sport bewarna putih. Mata Bulan berbinar, tak bisa ia menampik pesona suaminya itu. Sadar tengah diperhatikan, James melirik Bulan.Bulan telah siap dengan baju kaos lengan panjang, dan celana training, tak lupa jilbab bewarna abu-abu kontras dengan kaos lengan panjangnya yang bewarna hitam."Ayo!" Seru bulan bersemangat. Selama beberapa bulan menikah, baru kali ini mereka keluar rumah bersama.Dua sepeda Polygon telah terparkir cantik di depan rumah. Mereka meraih sepeda masi
Bulan duduk berhadapan dengan James. Jujur saja, setelah acara merajuk tadi, dia belum makan apa pun. Tentu saja, sarapan sederhana berupa sandwich itu terlihat menggoda bagi Bulan. Perutnya sudah meronta minta diisi.James memandang wajah Bulan, dia yakin wanita itu masih marah padanya, buktinya dia tak tersenyum seperti biasanya. Walaupun dia tak menolak sarapan yang dibuatkan James."Kau masih marah padaku?" tanya James.Bulan mengangangkat wajahnya, kemudian kembali fokus memakan sandwich itu."Tidak.""Aku yakin kamu masih marah. Wajahmu cemberut. Aku sudah bilang padamu, bahwa aku adalah teman yang menyebalkan? Apa kau lupa?"Pertanyaan James membuat Bulan tak berkutik."Itu baru nol koma sekian yang kau ketahui, dan kau sudah merasa tersinggung. Aku yakin kau takkan bertahan selama yang kau prediksikan.""Aku belum berfikir untuk menyerah."James baru tau, ternyata wanita yang terlihat lemah dan penakut itu gigih juga."Aku minta maaf.""Untuk?" Bulan kaget, dan tak percaya den