"Ayo, Bulan! Makanlah!" kata mamanya berusaha menyentak lamunan Bulan. Wanita cantik yang telah kurus itu menggeleng. Dia seperti mayat yang tak memiliki semangat hidup. Tatapannya kosong, dia bahkan tak bicara selama beberapa hari, mamanya hanya bisa menahan tangis, dan memohon doa pada sang Kuasa agar putri satu-satunya itu kembali seperti semula.Banyak hal yang terjadi dalam beberapa bulan ini, tapi semuanya kejadian yang menyedihkan. Bulan tak mau dirawat di rumah sakit karena James tak kunjung datang. Padahal dia masih dalam masa pengobatan, penyakit Anemia aplastik yang dideritanya cukup parah.Sejak tak kembalinya James, Bulan seakan kehilangan gairah hidup. Dia menghabiskan waktu hanya merenung dan menangis.Orangtua mana yang takkan terenyuh dengan kondisi anaknya yang seperti itu, Bulan anak satu-satunya yang diharapkan, dia tak punya saudara. Selama ini mamanya berusaha untuk tegar dan tak mengeluarkan air mata di dekat Bulan. Tapi, saat malam menjelang, mamanya menangis s
James pura-pura tidur saat derap langkah semakin mendekat ke pintu baja itu. Derap langkah yang sudah dihafalnya di luar kepala. Ini entah pagi ke berapa, entah hari apa, dia sama sekali tidak tau, yang dia tau, jika terus berada di sini, sebentar lagi dia akan menjadi mayat.Dia tau, ini jadwal makannya. Setelah tiga hari, baru dia diperbolehkan memakan nasi. Sebuah siksaan yang lebih berat daripada pukulan, adalah menahan lapar, sangat mengerikan melawan bunyi perut yang terus saja minta diisi. Dia sudah hafal betul, apa saja rentetan kegiatan yang akan dilakukan Riyan padanya. Memaksa makan, memberi suntikan, dan meminta maaf. Jika James menolak, pria itu akan meradang dan murka. Riyan adalah sosok yang sangat tak masuk akal, berulangkali dia mengatakan bahwa dia mencintainya, tapi dia malah memperlakukannya bagaikan Sandra dan dibunuh perlahan-lahan. James sudah merenung selama satu malam, mungkin dia perlu merubah taktik, membangkang pada Riyan takkan pernah membuatnya berhasil
Dia berusaha membuka matanya, mengabaikan rasa sakit di segala sendi tubuhnya. Hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit bewarna putih, kemudian bau obat yang sangat menyengat. Serta suara derap langkah yang tak begitu jauh."Syukurlah, kamu sudah sadar."Sebuah suara menyentak James. James berusaha mengingat, bagaimana sulitnya dia menyeret kakinya ke jalan raya, saat dia hampir saja sampai dia malah terguling dan tak sadarkan diri. James pikir, dia sudah mati.James melirik suara yang berasal di sampingnya. Seorang wanita muda berusia kira-kira pertengahan dua puluhan, melepaskan nafas lega. Dia memakai baju kaus bewarna putih dan celana jins panjang, rambutnya sebahu dan berkulit hitam manis."Aku Jane, aku yang menemukanmu tergeletak di jalan raya, dan aku langsung membawamu ke sini. Tunggu, aku panggilkan dokter dulu." Wanita itu bangkit.James berpikir, orang tuanya dan Bulan harus tau bahwa dia masih hidup. Bulan, Bulan istrinya, apa kabar wanita itu saat ini? Dia telah
Setiap orang memiliki impian yang berbeda-beda. Semua pasti memiliki alasan kenapa mereka menginginkan sesuatu untuk hidup mereka. Salah satunya Riyan, mimpinya adalah James, pria sempurna yang memberinya apa saja. Uang, perhatian, kasih sayang dan masa depan. Baginya, James adalah pria yang sempurna, pria tampan yang membuat laki-laki yang memiliki kecendrungan berbeda sepertinya tergila-gila. James bagaikan air di tengah rasa dahaga, dia memberikan apa pun yang diminta oleh orang yang disayanginya. Riyan telah bermimpi, akan menghabiskan sisa hidupnya dengan James. Namun, semuanya gagal karena wanita itu.Saat James berpaling, dia sangat marah, dia lebih memilih melenyapkan James dari pada melihatnya jatuh ke tangan orang lain. Jika James tak bisa menjadi miliknya, maka orang lain juga sama. "Jawab! Apa kau menyesal telah menganiayanya?" tanya papa James geram, dalam kurun waktu dua puluh empat jam, Riyan berhasil ditangkap, saat dia mencoba melarikan diri ke luar kota. Papa James
Tujuh tahun kemudianBulan kerepotan di dapur menggendong anak keduanya yang tak mau ditaruh. Anak pertamanya yang berusia lima tahun, sedang mempersiapkan dirinya untuk ke sekolah. Ini hari pertama baginya, dia begitu antusias saat mengetahui akan bertemu teman-teman baru."Menyisir rambut itu, bukan begitu caranya," kata James pada putranya. Anak laki-laki itu amat mirip dengan Bulan. Sedangkan anak kedua mereka yang berusia satu tahun berjenis kelamin perempuan dan tak mau lepas dari gendongan Bulan malah mirip dengan James."Apakah masih lama, James? Aku tak bisa bekerja sambil menggendong anak," seru Bulan dari arah dapur."Sebentar," sahut James bergegas merapikan dasi putranya.Dia mengambil gadis kecil itu dari gendongan Bulan, sedangkan Bulan dengan cekatan meletakkan beberapa porsi nasi goreng di atas meja makan.James sudah rapi dengan stelan jasnya, sejak dia sembuh, dia sudah mulai bekerja di perusahaan keluarganya, sedangkan Bulan membuka toko kue yang tak jauh dari ruma
Mata tajamnya menyisir seluruh penjuru ruangan. Televisi yang menyala, bunyi teko dari arah dapur, menandakan bahwa orang yang paling setia menunggunya setiap saat masih bertahan di rumah ini. Rumah yang diberikan oleh orangtuanya sebagai hadiah pernikahan.Namanya James, pria yang memiliki ketampanan sempurna yang mungkin menyaingi tampannya dewa Yunani. James meletakkan jas berwarna abu-abu tuanya di sandaran kursi malas di dekat televisi."Maaf, aku tidak mendengar kamu pulang." Seorang wanita cantik muncul dari arah dapur dengan apron yang masih melekat di tubuh padatnya. Dia buru-buru menyingkirkan majalah fashion yang bertebaran di atas meja."Mau dibuatkan apa?" Wanita berlesung pipi itu memaksakan senyum. Ada kegugupan yang tak mampu dijelaskannya. Tepat hari ini, sudah sepuluh hari suaminya tidak pulang ke rumah."Kopi saja." James menjawab tanpa berminat menatap wanita yang telah menyuguhkan senyum manis di wajahnya."Baik, tunggu sebentar.""Kurangi gulanya dibandingkan den
Asap rokok mengepul dari mulutnya. Kaki kirinya ditekuk, sedangkan kaki kanan berselonjor di atas lantai itu. Sudah lima batang rokok yang dibakar dan dinikmati oleh bibir gelap itu. Namun, dia tak kunjung bangkit dari tempat duduknya semula.Dia bukanlah pria yang gampang untuk dekat dengan seseorang. Terlahir dari keluarga broken home membuatnya tak mempercayai orang lain. Dari kecil, dia diasuh oleh ibu tiri. Tak ada yang salah dengan status ibu tiri itu, buktinya wanita tanpa anak yang menikahi ayahnya itu menyayanginya seperti anak kandungnya sendiri. Sedangkan ibu kandungnya menikah dengan selingkuhannya.Sampai usia enam tahun, James dibesarkan dengan menyaksikan pertengkaran orang tuanya. Ayahnya adalah laki-laki yang keras dan pencemburu, dia dingin, tak bisa menunjukkan kasih sayang. Sampai pada akhirnya ibunya lelah, dia berselingkuh dengan temannya sendiri.James mematikan rokok yang belum habis dihisap itu. Dari kecil, dia menarik diri dari pergaulan, dia rendah diri kare
"Apa yang kau rasakan?" Begitu polos dan naifnya pertanyaan yang dilontarkan oleh Bulan.Apa yang James rasakan? Tidak ada, dia hanya kaget dengan keberanian istrinya itu. Tanpa bisa ditahan, dia mendorong bahu Bulan agar menjauhinya. Bulan menatapnya kebingungan, serentak dengan rasa malu dan penyesalan."Jangan lagi lakukan itu," ujar James dingin. Wajahnya terlihat kesal."Aku tidak menyukainya, kau mengerti?"Bibir Bulan bergetar, mata beningnya berkaca-kaca. Rasa malu sama besar dengan rasa sakit yang tak mampu dijelaskan. Dia tau pasti James tak menyukainya, tapi alangkah sakitnya saat langsung ditolak. Itu ciuman pertamanya, dia tak pernah menyentuh atau pun disentuh oleh laki-laki selama ini, dan saat ini, malah dia dianggap seperti kotoran yang menjijikkan, bahkan James menghapus bibirnya sendiri dengan kasar. Seolah jijik dengan sentuhan itu."Ma ... Maaf!" Suara Bulan bergetar, bahkan dia merasa tubuhnya menggigil karena cemas."Aku telah berikan semua fasilitas dan materi s