Share

BAB 7

Bumi memberikan sebuah hadiah pada Gita, saat semua murid tidak berada di dalam kelas. Bumi memberikan sebuah Boneka kesukaan Gita, Semua adegan itu di saksikan oleh Geng Cui. Namun, Gita menolak pemberian dari Bumi dan langsung pergi. Di kantin sambil memesan makanan Gita terus memikirkan Bumi. Tiba-tiba Bumi datang dengan membawa boneka dan kotak bekal untuk di berikan kepada Gita. Gita terkejut dan pergi meningglkan temannya. Bumi mengikuti Gita dari belakang

Ketika di kelas kekesalan Gita memuncak dengan Prilaku Bumi yang membuatnya malu.

"Pak, bapak tidak punya malu ya.. memberi begini dengan saya?" kata Gita kesal.

"Ini bukan dari saya, tadi ada orang yang datang ke saya membawa ini," kata Bumi berbohong.

"Siapa? terus orang nya mana?" kata Gita merasa heran.

"Sebelum masuk kelas dia datang dan memberikan pada saya, Mungkin saja ini dari orang tua mu yang menitipkan ke orang lain atau kurir," kata Bumi berusaha untuk menjelaskan.

"Ya sudah sini!" kata Gita kesal.

Sedangkan Bumi bahagia karena hadiahnya telah diterima oleh Gita. Namun Gita tidak pernah tahu bahwa hadiah itu pemberian dari Bumi. Ketika bel berbunyi semua murid masuk kembali. Semua mata tertuju pada Gita.

Beberapa menit kemudian, mereka pulang. Ketika Gita keluar dari Sekolah, Bumi menghentikan langkahnya. Bumi mengajak Gita pulang bersama. Dengan rasa malu Gita tidak menerima tumpangan itu. Gita pergi secepat mungkin untuk menjauh.  

Siang itu terasa panas, dia memilih untuk berjalan kaki. Tetapi kondisinya belum membaik. Itu membuatnya merasa pusing seperti terombang-ambing di Laut. Bumi sigap menolong Gita yang sudah lunglai. 

"Sudah ayo, ikut aku! gak usah banyak bicara deh! mau pingsan disini! iya kalau pingsan aja! tapi kalau mati gimana?" kata Bumi Kesal.

Dengan terpaksa Gita mau pulang bersamanya. Ketika di dalam mobil 

"Pak, bisa gak! bapak itu gak usah prilakunya begitu ke saya."

"Memang kenapa?" kata Bumi.

"Bapak itu memalukan tau!"

"Apa yang salah dari saya? Apa saya salah membantu murid saya?" kata Bumi sambil memberhentikan mobil.

"Salah...!" Kata Gita.

"Yasudah turun, saya tidak mau membawa murid yang tidak tau terima kasih." 

Gita turun tanpa berkata apapun. Dia masih tercengang dengan perkataan yang keluar dari mulut seorang guru. Sedangkan Bumi pergi meninggalkan Gita. Akan tetapi diujung jalan, Bumi berhenti dan melihat Gita yang masih berdiri dipinggir jalan sendirian. Sekesalnya Bumi dengan sikap Gita. Bumi masih ada perasaan kasihan. 

Gita berjalan perlahan-lahan menuju rumahnya. Sesampai di rumah, Gita masuk tanpa berkata apapun. Sedangkan Bumi merasa lega bahwa Gita sampai ke rumah dengan aman. 

Gita merenung di kamarnya. Memikirkan tentang sikap Bumi. Di dalam benaknya dia merasa bersalah telah bersikap yang tidak baik. Namun disisi lain dia juga merasa bahwa sikapnya itu benar dan tidak menyakiti hati siapapun. 

Sunyi sepi waktu telah berganti malam. Gita keluar rumah bermaksud membeli makanan di dekat rumahnya. Ketika kembali Gita di hadang oleh lima preman yang membawa senjata tajam. Menodongkan pisau kearah Gita sambil berkata"Serahkan handphone dan gelang mu, cepat!!!!" Bentak preman. 

"Apa-apaan kalian? kalau saya gak kasih, kalian mau apa?" Ujar Gita sambil menyembunyikan barang berharganya.

"Jangan salahkan kami, kalau wajah cantik mu akan hilang, hahaha." 

Mereka mengelilingi Gita, hingga tidak dapat berbuat apapun. Merampas handphone bahkan gelang emas di tangan kanannya. Pipinya tergores oleh benda tajam. Preman kabur ketika Bumi melihat kejadian itu. Bumi cepat menelepon Polisi untuk menangkap pelakunya.

Luka yang di alami Gita cukup serius. Pergelangan Tangannya membiru akibat tarikan dan gengaman preman itu.  Bumi segera melarikan Gita ke rumah sakit. 

Sesampainya di rumah sakit, Gita dapat penanganan yang baik. Bumi memberi nasehat padanya. 

"Sebaiknya di rumah saja, anak perempuan tidak baik bila keluar malam."

"Cuma mau beli makanan," Sahut Gita dengan nada pelan.

"Bisa pakai ojek online kan," Kata Bumi.

"Tidak jauh, buat apa pakai ojek online?" Tanya Gita.

Mereka berdebat kecil di rumah sakit. Gita diberi rawat jalan oleh Dokter. Seminggu sekali Gita harus balik ke rumah sakit untuk di periksa. Bumi mengantarnya pulang menggunakan mobil. Bumi memberi nomer telepon kepada Gita. Bermaksud apabila Gita memerlukan bantuan Bumi siap untuk menolong. 

Sampailah di depan rumah Gita. Gita mengucapkan terima kasih pada Bumi yang telah membantunya. Bagai angin topan, Bumi tidak percaya perkataan itu keluar dari seorang Gita. Bumi hanya tersenyum bahagia. 

Ketika paginya Bumi segera berangkat ke sekolah. Kebahagian yang terpancar di wajahnya, membuat semua murid bahkan guru-guru di sekolah merasa aneh. Bel telah berbunyi Gita tidak ada di dalam kelas. Bumi bertanya pada temannya, namun tidak ada yang tau kemana Gita. Ketika istirahat Bumi menelepon di telepon rumahnya. Akan tetapi, tidak ada yang menjawab. 

Sepulang sekolah Bumi berserta teman Gita pergi ke rumahnya. Mereka mengetuk bahkan membunyikan bel. Namun tidak ada yang keluar. Seorang tetangga memberitahu bahwa Gita telah dilarikan ke rumah sakit. Mereka segera pergi ke rumah sakit yang telah diberitahu. Sesampai di rumah sakit mereka melihat Gita di ruang ICU. Akan tetapi mereka tidak melihat orang tua Gita. Bumi bertanya pada salah satu suster.

"Sus, orang tua Gita kemana?"

"Tidak tahu pak! yang mengantarkan pasien bukan orang tuanya melainkan bapak yang disana," Sambil menunjuk salah satu pengunjung rumah sakit.

"Terima kasih."

Bumi mendatangi bapak-bapak yang mengantarkan Gita. Melihat wajah itu, Bumi kaget ternyata dia adalah ayah Bumi. 

"Yah, ayah yang antar Gita?" Ucap Bumi terkejut. 

"Loh, kamu kenal anak itu?" Sahut ayah Bumi tercengang.

"Iya yah! dia anak pak Suprapto dan ibu Mila."

Ayah Bumi terkejut dengan pengakuan Bumi. Sekian lama tidak berjumpa, akan tetapi bertemu dengan keadaan seperti itu. Bumi menceritakan semua yang tengah dialami Gita. 

Kondisi yang semakin memburuk. Orang tua yang tidak dapat dihubungi. Membuat Bumi khawatir dan cemas dengan keadaan Gita yang sangat lemah. Pikiran Bumi bercampur menjadi satu. Dia takut akan kehilangan seorang yang berarti dalam hidupnya. Pagi, siang dan malam ia selalu menunggu di depan ruangan. Agar dia tidak terlewat sedetikpun dengan perkembangan Gita. Kesehatannya pula tidak dia perdulikan. Dipikirannya hanyalah Teman kecilnya itu. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status