Home / Thriller / Langkah Dewi : Warisan Rahasia / Bab 7 – Orang Asing di Terminal 3

Share

Bab 7 – Orang Asing di Terminal 3

Author: T.Y.LOVIRA
last update Last Updated: 2025-07-10 07:16:52

“Jangan menoleh. Ikut aku sekarang.”

Suara asing itu terdengar tepat di telinga Dewi saat pria berjaket hitam hampir menyentuh bahunya. Sebuah tangan kuat menarik pergelangan tangannya ke arah pintu darurat kecil di sisi lorong bandara.

Dewi hampir berteriak, tapi tatapan pemuda itu begitu serius hingga ia menahan suara. Wajahnya muda, rambut hitamnya sedikit berantakan, sorot matanya tajam.

“Apa—siapa kau?!” desis Dewi terengah.

“Diam, kalau tidak mereka dengar,” jawabnya singkat sambil berlari menuruni tangga darurat.

Tangga berbau besi dan cat tua bergema oleh langkah kaki mereka. Dari atas, suara sepatu keras terdengar semakin dekat. Dewi menoleh panik. “Mereka ikut masuk!”

“Aku tahu. Karena itu kau harus cepat.” Pemuda itu mendorong sebuah pintu besi di bawah.

Mereka keluar ke area servis bandara. Lampu temaram memantulkan bayangan kargo besar. Udara malam lembab, membuat Dewi makin gelisah.

Ia melepaskan tangannya dari genggaman sang pemuda. “Aku tidak mengenalmu. Kenapa aku harus percaya?”

Pemuda itu menatapnya lurus. “Namaku Han Ji-hoon. Dan aku kenal ayahmu.”

Dewi terdiam. “Ayahku?”

“Rizal Rahman,” Ji-hoon mengangguk cepat. “Dia menolong keluargaku bertahun-tahun lalu. Kalau kau memang putrinya, aku wajib melindungimu.”

“Bisa saja kau bohong. Siapa pun bisa mengaku kenal Ayah.”

Ji-hoon mendekat, menurunkan suaranya. “Ayahmu selalu menandai pesan rahasia dengan simbol bintang kecil di pojok kanan bawah. Betul?”

Mata Dewi melebar. Ia baru saja melihat simbol itu pada foto lama dan logam misterius. Mustahil orang lain tahu.

Suara langkah dari tangga makin keras. Ji-hoon meraih lengan Dewi lagi. “Kita tidak punya waktu. Mau tetap di sini dan ditangkap, atau ikut aku?”

Dewi menggigit bibir. Nalurinya berkata pemuda ini jujur. “Baik. Tapi kalau kau berbohong, aku akan melawan.”

Senyum tipis muncul di wajah Ji-hoon. “Kau keras kepala, persis seperti Ayahmu.”

Mereka berlari melewati lorong kargo hingga mencapai pintu ke area parkir belakang. Hujan tipis turun, membasahi aspal hitam.

Mobil van putih terparkir di sudut. Ji-hoon menekan tombol kunci. “Masuk.”

Dewi menatap interior gelap mobil itu dengan ragu. Bagaimana kalau ini jebakan? Tapi suara pintu darurat dibanting keras dari belakang membuatnya tak punya pilihan. Ia segera melompat masuk.

Ji-hoon menutup pintu dan menyalakan mesin. Van melaju menembus jalan basah, meninggalkan bandara.

Dewi memeluk ranselnya erat. “Sejak kapan mereka memburuku?”

“Sejak pesawatmu masih di udara,” jawab Ji-hoon cepat. “Mereka punya akses daftar penumpang. Kau target utama begitu nama Rizal Rahman muncul.”

“Siapa mereka sebenarnya?”

“Organisasi bayangan. Mereka bisa masuk ke mana saja—bahkan sistem pemerintah. Kalau bertemu mereka tanpa perlindungan, kau tidak akan pulang hidup-hidup.”

Dewi menelan ludah. “Kenapa kamu repot-repot menolongku?”

Ji-hoon menarik nafas dalam. “Karena aku berhutang nyawa pada ayahmu. Waktu keluargaku hampir hancur, dia datang, menghentikan semuanya. Kalau bukan dia, aku tidak akan ada di sini.”

Dewi menunduk. Air matanya menggenang. Ayah… bahkan jauh di negeri asing, jejakmu masih hidup.

Namun ia masih ragu. “Kalau kau benar kenal Ayah, sebutkan sesuatu yang hanya dia yang tahu.”

Ji-hoon tersenyum samar. “Dia selalu membawa pena hitam di saku jas. Kelihatannya biasa, tapi di dalamnya ada jarum kecil berisi racun tidur. Dia pernah menggunakannya di depan mataku.”

Ingatan samar masa kecil Dewi muncul—ia pernah melihat pena hitam itu di meja kerja ayahnya. Lututnya lemas. “Jadi Ayahku benar-benar… seorang agen.”

“Bukan sembarang agen,” balas Ji-hoon datar. “Dia salah satu yang terbaik.”

Hening menyelimuti mobil. Hanya suara wiper mengusir hujan.

Akhirnya Dewi berkata pelan, “Kalau begitu… kenapa dia meninggalkan kami?”

Ji-hoon menatap jalan, suaranya berat. “Kadang, untuk melindungi keluarga, seorang pria harus menghilang dari keluarganya sendiri.”

Dewi terdiam. Kata-kata itu menusuk, pahit tapi masuk akal. Ia mengepalkan tangan. Jika Ayah berkorban sejauh itu, ia tak boleh mundur.

Ji-hoon meliriknya. “Kau membawa logam itu, kan?”

Dewi mengeluarkan benda bundar dari sakunya. Cahaya lampu kota memantul di permukaannya.

“Itu kunci identifikasi agen,” jelas Ji-hoon. “Tapi tidak lengkap. Masih ada bagian lain yang harus dicari. Dan selama benda ini bersamamu, mereka tidak akan berhenti memburu.”

Tiba-tiba ponsel Dewi bergetar. Layar menampilkan pesan dari nomor asing:

“Kami tahu kau bersama Ji-hoon.”

Dewi membeku. Ji-hoon meraih ponsel itu, wajahnya menegang.

“Mereka bukan hanya tahu siapa kau, tapi juga siapa aku. Artinya…” ia menoleh cepat ke kaca spion.

Beberapa lampu mobil terlihat mengikuti dari kejauhan di jalan tol yang basah.

Ji-hoon mengumpat pelan, lalu meraih setir lebih erat. Dan saat sebuah mobil hitam tiba-tiba menyalip ke samping dengan kecepatan penuh—Dewi sadar, mereka tak lagi punya waktu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Langkah Dewi : Warisan Rahasia   BAB 101 — “Sosok Tanpa Bayangan”

    “Terkadang, bahaya terbesar bukan yang mengejarmu…tetapi yang berdiri tepat di belakangmu saat kau memilih.”Dewi membeku.Tangan dingin itu menggenggam pergelangannya—kokoh, tenang, dan terasa… nyata. Bukan seperti ilusi cahaya di ruang lingkaran. Semua suara cahaya, semua kesadaran digital, bahkan gema ayahnya—mendadak redup. Seolah sosok yang memegangnya memiliki otoritas lebih tinggi di ruang ini.Dewi berbalik perlahan.Dan nafasnya hampir patah.Seorang pria berdiri di sana. Tinggi, berwajah teduh namun misterius, tubuhnya memantulkan cahaya seolah ia bukan manusia… tapi bukan pula entitas data. Matanya hitam pekat, tanpa bayangan, seakan menelan seluruh cahaya ruang itu.Kesadaran Ayah Dewi bereaksi pertama kali.“Kau… tidak seharusnya ada di sini.”Suara Rizal retak, terdistorsi seolah ruangan menolak kehadiran pria itu.Sosok itu tidak menoleh.Ia hanya menatap Dewi.“Jika kau memilih salah satu dari tiga takdir itu… dunia akan hancur lebih cepat dari yang mereka rancang.”D

  • Langkah Dewi : Warisan Rahasia   BAB 100 — “Lingkaran yang Membelah Takdir”

    “Setiap badai punya pusat.Dan di pusat itulah… kebenaran berhenti bersembunyi.”Cahaya hijau keemasan memeluk tubuh Dewi seperti kabut hidup saat ia melangkah ke dalam lingkaran itu. Angin berhenti. Waktu seolah terbelah. Di luar, markas NURANI seperti dunia yang terjebak dalam jeda, membeku antara teriakan dan kepanikan.Namun di dalam lingkaran itu, Dewi merasa seperti memasuki ruang yang tak tunduk pada hukum bumi.Hanya ada bisikan.Hanya ada gema masa depan.Dan suara yang sama—suara yang memanggilnya sejak badai pecah.Dewi membuka mata. Ia berdiri di sebuah ruang lingkaran luas yang tampak seperti perpustakaan hampa dengan dinding berisi aliran cahaya data. Ribuan angka berlari di udara, seolah GENESIS, BLACK LOTUS, dan seluruh jaringan bumi diperas menjadi titik tunggal informasi.Namun yang paling mencolok adalah tiga lingkaran cahaya di depannya—masing-masing menampilkan kemungkinan masa depan:🔸 Masa depan pertama:Bumi stabil, lautan tenang, Indonesia menjadi pusat energ

  • Langkah Dewi : Warisan Rahasia   BAB 99 — “Badai yang Memanggil Nama Dewi”

    “Badai tidak tercipta untuk menghancurkan. Kadang… ia datang untuk memanggil seseorang.”Suara itu datang entah dari mana—entah dari Qadr, entah dari ingatan ayahnya, atau dari bumi yang kini bergetar tepat di bawah kaki mereka. Tapi Dewi merasakannya seperti bisikan yang menyentuh tulang belakangnya.Markas NURANI bergetar keras.Lampu-lampu berkedip, alarm melolong, dan layar utama menunjukkan spiral badai raksasa yang sedang turun dari langit seperti makhluk hidup yang marah.Rin menatap angka-angka tekanan udara yang anjlok.“Ini bukan badai biasa! Tekanannya… gila, Dewi! Ini badai kategori yang bahkan belum pernah dicatat NOAA!”Arka berdiri tak stabil, memegangi layar agar tidak jatuh.“Tidak ada model cuaca yang bisa menjelaskan ini!”Damar menarik Dewi ke belakang meja besi, matanya tegang penuh proteksi.“Dewi, katakan apa yang kau lihat. Jangan tahan lagi.”Dewi menatap langit yang retak melalui kaca markas.Retakan halus itu seperti mengintip dunia ke dunia lain—ke masa dep

  • Langkah Dewi : Warisan Rahasia   BAB 98 — “Pesan dari Masa Depan Bumi”

    “Kalau seorang anak autis dari Swedia saja bisa mengguncang dunia… kenapa kita tidak?”Kalimat itu muncul begitu saja di benak Dewi ketika hologram terakhir padam.Ruang markas hening, tapi di dalam kepala Dewi, suara-suara bumi masih bergema:suara angin puting beliung yang memotong kota, suara banjir bandang menerjang Padang, suara Sumatra retak perlahan dari selatan ke utara.Damar menatapnya gelisah.“Dewi, kau pucat. Apa lagi yang kau lihat?”Dewi menarik napas berat.“Aku melihat sesuatu yang… jauh lebih besar dari kita.”Rin mendekat, membawa grafik cuaca yang naik seperti jantung planet yang sedang panik.“Ini… ini bukan cuaca normal lagi, Dewi. Ini chaos.”Arka menimpali, “Seperti dunia sedang diaduk dari bawah. Suhu laut naik mendadak. Arah angin berbalik. Dan tekanan udara—ya Tuhan…”Ia menatap Dewi.“Ini bukan kebetulan. Ada pola yang sama dengan keruntuhan penyangga bumi.”Dewi memejamkan mata.Dalam sekejap—ia melihat hutan Papua dipreteli seperti kulit buah.Gunung Moro

  • Langkah Dewi : Warisan Rahasia   BAB 97 — “Pena-Pena yang Menenggelamkan Nyawa”

    “Empat kampung hilang dalam semalam, Dewi. Dan kali ini bukan bencana. Ini… pembunuhan yang dilegalkan.”Rin melempar layar hologram ke tengah meja. Gambar-gambar berganti cepat: seorang gubernur Aceh menangis di depan kamera; tanah longsor menelan rumah-rumah; sungai berubah warna seperti tinta gelap; anak kecil berdiri sendirian di antara lumpur yang masih panas.Dewi menatapnya tanpa berkedip.Ada sesuatu di dadanya yang retak pelan—seolah bumi sendiri meminjam suaranya.Damar mendekatkan tubuhnya, membisik pelan, “Ini yang mereka sembunyikan dari data Genesis. Semua laporan itu ditenggelamkan, disensor oleh izin tambang kelas kakap.”Hologram memperbesar citra hutan yang terkelupas, membentuk luka besar di punggung Sumatra.Helikopter-helikopter kecil terbang rendah membawa alat pengeboran. Sungai berubah jalur. Gunung yang dulu hijau, kini berlubang seperti paru-paru yang dipaksa berhenti bernapas.“Ini bukan salah alam,” kata Dewi, suaranya rendah.“Ini salah manusia.”Rin mengg

  • Langkah Dewi : Warisan Rahasia   BAB 96 — “Dua Puluh Empat Jam Terakhir”

    “Kau bukan orang yang sama lagi, Dewi.”Itu kalimat pertama yang keluar dari mulut Damar begitu ia berhasil menangkap tubuh Dewi sebelum jatuh menyentuh tanah.Dewi mengerjap, napasnya pendek dan panas. Aura cahaya yang tadi mengelilinginya kini meresap ke kulit, menyisakan kilau tipis yang hanya terlihat ketika Damar berdiri sangat dekat.“Aku masih aku,” bisik Dewi. “Tapi… ada sesuatu yang dibangunkan.”Drone asing masih membeku di udara, seolah dunia menahan napas menunggu perintah. Damar memandang ke langit dengan waspada.“Apa yang mereka lakukan padamu di dalam gerbang itu?”Dewi menutup mata sejenak—mengumpulkan memori—tetapi yang muncul justru tumpang tindih: Sudan berdarah, Afrika bangkit bersama Ibrahim Tidore, ruang rapat para elit migas dunia yang sedang menandatangani kontrak untuk masa depan manusia, dan wajah-wajah orang Indonesia yang kehilangan hak atas tanah mereka sendiri.“Mereka tidak memberiku kekuatan,” katanya pelan.“Mereka memberiku… pilihan.”Damar menegang.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status