LOGINYe Tian menyadari, kalau bayangan naga surgawi di hadapannya memiliki ranah kultivasi jauh di atasnya. Karena itu, ia akan mengerahkan segenap kemampuan yang di milikinya.
Aura emas meledak dari tubuhnya, bersatu dengan derak petir hitam yang mengelilinginya bagaikan rantai langit. Dengan teriakan lantang, tubuhnya melesat ke depan. Tinju kanan diangkat tinggi, qi terkumpul liar di kepalan tangan. "Tinju Naga Surga!" Di belakangnya, bayangan naga agung terbentuk, raungannya memekakkan telinga, bergema seakan mengguncang langit ilusi. Groarrr!!! Boommm!!! Benturan terjadi. Bayangan naga Ye Tian menghantam bayangan naga surgawi raksasa. Ledakan dahsyat mengguncang ruang ilusi. Cahaya emas dan petir hitam bercampur, menelan segalanya. Bayangan naga surgawi meraung terakhir kalinya, tubuh raksasanya retak seperti kaca, sebelum hancur berkeping-keping dan lenyap ditelan cahaya. Ye Tian terdorong mundur beberapa langkah, napasnya terengah-engah, darah segar menetes dari sudut bibirnya. Namun matanya bersinar tajam penuh kemenangan. "Berhasil…" bisiknya lirih, sambil mengepalkan tinjunya yang masih bergetar. Dia tak menyangka, kalau Tinju Naga Surga tahap pertama sangat menguras energi qi nya. Di langit ruang ilusi, awan emas berputar, lalu sebuah cahaya menyelimuti tubuh Ye Tian, seolah mengakui dirinya sebagai pewaris sah Tinju Naga Surgawi. Cahaya keemasan perlahan memudar. Ruang ilusi retak, hancur bagaikan kaca yang dilemparkan ke batu, lalu lenyap tanpa jejak. Ye Tian tersentak, matanya terbuka lebar. Ia kembali berdiri di tanah lapang, tubuhnya masih diselimuti sisa aura emas dan petir hitam yang berderak pelan di sekelilingnya. Nafasnya berat, tapi matanya penuh cahaya kemenangan. "Haha… sungguh aku tak menyangka kau bisa menguasai Tinju Naga Surgawi tahap pertama secepat ini, bocah," puji Shen Long dengan suara lantang, penuh kebanggaan. Matanya yang tajam menyorot Ye Tian, seakan melihat bayangan naga perkasa di balik tubuh pemuda itu. Shen Long tersenyum samar. “Aku tidak salah menaruh harapan padamu. Dalam waktu singkat, kau berhasil menaklukkan jurus yang bahkan para dewa pun enggan melatihnya. Tubuh Kaisar Langit-mu… benar-benar sebuah berkah sekaligus ancaman." Ye Tian mengepalkan tinjunya, wajahnya masih serius. "Senior, aku berterima kasih atas bimbinganmu. Jurus ini… aku akan menggunakannya bukan hanya untuk melindungi diriku, tapi juga untuk melindungi orang lain serta melawan musuh-musuhku," ucapnya dengan sungguh-sungguh. Shen Long menatap lama, matanya mengandung kebanggaan sekaligus peringatan. "Bagus. Tapi ingat, memiliki Tubuh Kaisar Langit berarti kau akan dimusuhi banyak kultivator, baik dari aliran putih maupun hitam. Karena tubuh sepertimu dianggap ancaman terbesar bagi mereka. Itulah sebabnya aku ingin kau tumbuh menjadi kultivator terkuat, agar mampu melindungi dirimu… sekaligus orang-orang terdekatmu." Ye Tian terdiam sejenak. Kata-kata Shen Long terasa berat, namun justru menyalakan api tekad di dalam dadanya. Ia mengepalkan tinjunya erat. "Senior… aku mengerti. Sejak awal hidupku memang tidak pernah tenang. Kalau dunia menganggapku ancaman, maka aku akan buktikan. Aku tidak akan pernah tunduk. Aku akan jadi kuat, cukup kuat untuk melindungi diriku… dan mereka yang berharga bagiku." Mata Ye Tian berkilat tegas, seolah tak lagi gentar pada bayangan musuh yang menunggu di luar sana. Shen Long menatapnya, lalu mengangguk tipis. "Hmph, itu baru ucapan keturunan Ye Mo Tian." Dia sadar kalau kedepannya Ye Tian bakal mengalami banyak permasalahan yang silih berganti mendatanginya tanpa bisa di cegah. Setelah memberi wejangan, Shen Long mengangkat tangannya. Dua kitab kuno melayang perlahan di udara, lalu jatuh tepat di depan Ye Tian. Satu berisi corak rumit layaknya diagram, sementara yang lain memancarkan aura tajam seolah pedang tersembunyi di dalamnya. "Pelajari dua kitab itu baik-baik, bocah," ucap Shen Long dengan tegas. “Kitab pertama berisi tehnik formasi. Kitab kedua adalah teknik pedang tingkat tinggi dewa. Karena kemampuanmu saat ini belum layak jika berhadapan dengan para kultivator di luar sana." Usai berkata demikian, tubuh Shen Long perlahan memudar, kembali ke wujud naga raksasa sebelum menghilang ke dalam kabut dunia kecil itu. Ye Tian hanya bisa menggelengkan kepala melihat sikap Shen Long yang selalu penuh misteri. Namun, di tangannya kini ada dua kitab berharga yang bisa menentukan masa depannya. Ia menarik napas dalam, lalu menyimpan keduanya dengan hati-hati. "Baiklah… kalau itu maumu, Senior. Aku akan menuruti perkataanmu," gumamnya mantap. **** Di Desa Qinghe... Lin Hao, Meng Rou, Meng Han, dan Meng Jin masih terus mencari keberadaan Ye Tian yang tiba-tiba menghilang sejak kemarin. Mereka sudah menyusuri hutan, lembah, desa desa lain, bahkan sungai, namun tetap tidak menemukan jejaknya. Meng Rou menggenggam erat tangannya sendiri, matanya berkaca-kaca. "Ayah… kenapa Tian ge belum juga ditemukan? Aku takut sesuatu yang buruk menimpanya." Meng Han melirik putrinya, napasnya terasa berat. Ada kerut cemas yang terlihat jelas di wajahnya meski ia berusaha tetap tegar. "Rou’er… jangan asal bicara. Selama ayah belum melihat tubuhnya sendiri, ayah tidak akan percaya kalau Ye Tian sudah tiada." Meng Rou menggigit bibirnya, matanya memerah menahan air mata. "Tapi Ayah… aku benar-benar takut. Tian ge selalu melindungiku, bagaimana kalau kali ini dia..." "Rou'er. Kamu jangan berfikiran yang tidak tidak. Lebih baik kita lanjutkan pencarian." Meng Rou, Meng Jin serta Lin Hao menganggukan kepala. Mereka kembali melangkah menyusuri hutan yang kian gelap, suara serangga malam terdengar semakin nyaring, menambah tekanan suasana. Setiap langkah terasa berat, seolah bayangan buruk terus mengikuti mereka. Meng Jin yang sejak tadi terdiam akhirnya membuka suara. "Ayah, kalau benar Tian'er tidak ada di sekitar sini… mungkinkah dia ditarik oleh semacam kekuatan aneh?" Nada suaranya ragu, tapi jelas ada kegelisahan. Meng Han berhenti sejenak, menatap ke sekeliling dengan tajam. "Tidak ada yang mustahil. Dunia kultivasi penuh dengan rahasia dan bahaya yang tidak bisa dijelaskan. Tapi ingat, dia bukan orang lemah. Kita tidak boleh meremehkannya." Lin Hao, yang berjalan di depan sambil menajamkan inderanya, tiba-tiba mengangkat tangan, memberi isyarat agar yang lain berhenti. "Tunggu. Ada sesuatu di sini…" gumamnya. Mereka semua menatapnya dengan waspada. Lin Hao jongkok, menyentuh tanah yang masih basah. "Ada bekas energi… samar sekali, tapi ini jelas milik Ye Tian. Dia memang sempat berada di tempat ini." Meng Rou menahan napas, jantungnya berdebar kencang. "Benarkah, Lin Hao?" Lin Hao mengangguk pelan. "Ya. Tapi jejak ini seperti terputus mendadak, seolah dia menghilang ke dalam udara." Meng Han mengepalkan tinjunya, matanya berkilat tajam. "Kalau begitu, kita harus terus mencari. Tidak peduli ke mana pun dia dibawa, aku tidak akan berhenti sampai menemukannya." Sebagai seorang Ayah, dia sangat mengkhawatirkan putra Angkatnya itu. Ia bingung dan heran mengapa Ye Tian bisa mendadak menghilang tanpa sebab.Di malam hari, tampak Tetua Yun Shen dan Gao Yang tengah terlibat dalam sebuah pembicaraan serius di dalam kamar. Suasana ruangan begitu hening, hanya terdengar suara angin malam di luar. Tetua Yun Shen duduk sambil menatap muridnya dengan tajam, "Gao Yang, apa keputusanmu sudah bulat? Jika kita benar-benar meninggalkan Sekte Teratai Emas… maka kita harus siap dengan konsekuensi yang ada." Kan bagus kaya gini Gao Yang tidak ragu sedikit pun. “Guru, aku sudah memikirkannya dengan matang. Aku tidak ingin hidup di bawah pemimpin yang mengorbankan muridnya demi ambisi pribadi. Sekte Teratai Emas yang sekarang… bukan lagi rumah bagi kita.” Tatapan Tetua Yun Shen mengeras, namun ada sekilas rasa lega di matanya. "Aku juga sudah lama menahan diri. Zhen Kang semakin buta oleh kekuasaan. Jika ia berani mencelakai murid dari sekte lain hanya demi akar spiritual… maka cepat atau lambat dia akan menghancurkan sektenya sendiri.” Gao Yang menunduk hormat. "Karena itulah aku ingin memba
Setelah proses penerimaan hadiah selesai, Ye Tian, Su Wan'er, Lin Hao, Meng Rou, dan Meng Jin memutuskan kembali ke tenda peristirahatan mengingat hari sebentar lagi akan beranjak malam. Sedangkan Su Mo dan keluarganya kembali ke penginapan yang ada di kota Jinling. Juara pertama mendapatkan senjata kualitas tinggi, lima ratus ribu batu spiritual atas, serta pil Peledak Energi tingkat empat. Juara kedua mendapatkan senjata kualitas tinggi, tiga ratus ribu batu spiritual atas, dan pil Peledak Energi tingkat tiga. Juara ketiga mendapatkan senjata kualitas menengah dan seratus ribu batu spiritual atas. Sedangkan juara keempat dan kelima mendapatkan senjata kualitas menengah serta lima puluh ribu batu spiritual atas. Sesampainya di depan tenda, sosok Gao Yang datang menghampiri mereka. Tentu hal itu mengundang tanda tanya bagi Ye Tian dan rombongannya. Mereka ingin tahu alasan di balik kedatangan salah satu murid sekte Teratai Emas tersebut. "Saudara Gao Yang, ada keperluan apa kau
Menyadari lawannya mampu menghindari serangan dengan mudah, Luo Shanying meningkatkan intensitas gempurannya. Ayunan pedangnya menjadi lebih cepat, lebih berat, menebas dan menusuk ke titik-titik vital tubuh Su Wan’er. Mau tak mau, Su Wan’er mulai serius menghadapi serangan Luo Shanying. Trang! Trang! Trang! Dentingan logam terdengar berturut-turut ketika kedua pedang saling beradu. Keduanya saling menunjukkan kemampuan terbaik mereka dalam seni berpedang. Slash! Slash! Slash! Luo Shanying mengayunkan pedangnya secara horizontal dan vertikal. Tiga larik cahaya merah berbentuk bulan sabit langsung meluncur deras ke arah Su Wan’er. “Tarian Pedang Es,” ucap Su Wan’er. Seketika suhu udara di panggung mendadak menjadi dingin, bersamaan dengan kemunculan bilah-bilah pedang yang terbuat dari es. Duar! Duar! Duar! Panggung bergetar kuat ketika ledakan itu terjadi. Udara dingin merembes keluar hingga ke area kompetisi, membuat para penonton dan murid perwakilan setiap sekte m
Patriark Mo Jiang Wuhen menatap putranya yang kesakitan, dadanya naik turun keras. Aura membunuh memancar liar dari tubuhnya, menekan siapa pun yang ada di dekatnya seolah udara di sekitar ikut bergetar. "Keparat! Berani‑beraninya Ye Tian mematahkan tangan putraku! Kau akan membayar perbuatanmu berkali‑kali lipat!" geramnya, matanya menyala penuh kemarahan. Sekali tatap, aura membunuhnya terasa menakutkan, bahkan membuat beberapa Tetua dan murid-murid tdi sekelilingnya menahan napas. Wajahnya merah padam, rahangnya menegang. Jika bukan karena peraturan kompetisi, ia sudah turun tangan saat itu juga. Sebagai tuan rumah kompetisi kalau sampai dia melakukan hal itu akan merusak reputasinya sebagai Patriark sekte besar. Di atas panggung, melihat reaksi kemarahan Patriark Mo Jiang Wuhen, Ye Tian tersenyum tipis. Bukan tanpa sebab ia melakukan itu. Pada pertandingan sebelumnya, Mo Zhang bertindak kejam, mematahkan tangan, kaki, bahkan tulang rusuk perwakilan murid Sekte Laut Biru d
Menjelang siang, keramaian area kompetisi semakin memuncak. Sorak penonton dan percakapan para murid dari berbagai sekte memenuhi udara. Su Wan’er yang baru saja duduk bersama rombongannya tiba-tiba membeku. Matanya membesar perlahan ketika melihat empat sosok yang sangat ia kenal berjalan melewati kerumunan—Ayahnya Su Mo, ibunya Su Lianhua, serta kedua kakaknya, Su Qian dan Su Rong. Ia langsung berdiri. "Ayah…? Ibu…? Kakak Qian… Kakak Rong…?” Suaranya bergetar, seperti tak percaya. Tanpa menahan diri lagi, Su Wan’er berlari menghampiri mereka. Begitu tiba, ia langsung memeluk kedua orang tuanya erat-erat. Pelukan yang penuh rindu, penuh kehangatan. Su Mo tersenyum lembut sambil menepuk punggung putrinya. "Ayah datang untuk memberi dukungan. Bagaimanapun juga, ini hari penting bagimu, Wan’er." Ibunya memeluk dari samping, suaranya lembut namun sarat emosi. "Kami ingin melihatmu berdiri di panggung itu. Ibu tahu kau sudah berlatih sangat keras." Su Wan’er mengusap air
Hujaman tombak terus mengarah ke anggota tubuh tanpa henti. Sehingga membuat lawannya itu hanya bisa menghindar tanpa memberi perlawanan. Setiap kali melancarkan serangan tubuh Ao Jian selalu berpindah tempat. Meski begitu, semua pergerakannya dapat dilihat jelas oleh Ye Tian. Tusk! Tusk! Tusk! Bibir Ao Ajian melengkung tipis saat tombaknya berhasil melukai wajah, bahu dan tangan Ye Tian. "Haha....terus saja menghindar, Ye Tian. Pada akhirnya kau akan kalah tanpa sempat melakukan perlawanan, haha....," ujar Ao Ajian seraya tertawa terbahak bahak. Tangannya begitu cepat menggerakan tombaknya itu. "Tertawalah sepuasmu, sebelum kau tidak berdaya menerima seranganku," gumam Ye Tian dalam hati. Semakin lama gerakan Ao Jian mulai melambat, nafasnya mulai terengah-engah. Menyadari lawan mulai kelelahan, Ye Tian memanfaatkan hal itu dan ia menghilang dari tempatnya berdiri. Wush! "Apa...!" Ao Jian terkejut menyadari Ye Tian menghilang tiba-tiba. Lalu dia mengedarkan pandan







