“Agak berat ini Ratha. Papa bilang ada mafia baru dari Jepang ingin mencoba masuk ke negeri ini.” kata Lavrinda.“Tinggal kita eliminasi saja. Tidak ada masalah.” Jawab Ratha.“Kuharap bukan kamu yang disuruh Papa.” Gadis itu merangkul Ratha. “Aku berharap kamu hanya ekslusif menerima tugas dariku.”“Oke, kita sudah dari dokter. Sekarang kita harus ke mana?” tanya Agnes.“Mari kita melihat-lihat kota dan tempat tinggal calon musuh kita.” Jawab Lavrinda. “Ada di apartemen tempat orang asia berkumpul di pinggir pelabuhan.”“Anda tidak berencana untuk membunuh mereka semua kan?” tanya Agnes.“Tidak. Kita hanya mengingatkan bahwa di tempat ini kita yang berkuasa.” Jawab Lavrinda.Agnes mengemudikan kendaraan mereka menuju kompleks perumahan warga asia di dekat pelabuhan. Dia juga memanggil beberapa pengawalan tambahan dari polisi dan anggota mafia mereka. Lavrinda menelpon ayahnya soal rencananya dan Herman setuju. Dia juga memberikan pesan kalau bisa culik salah satu tokoh mereka untuk d
Setelah dari tempat eksekusi, mereka bertiga kembali. Lavrinda bersenandung kecil-kecilan dengan riang gembira. Ratha menanyainya, “Sepertinya kamu tampak bahagia sekali.”“Pastinya. Kita sudah mengirim pesan yang jelas kepada rival kartel kita.” Balasnya. “Sekarang tinggal tunggu kamu sembuh baru kamu dan Agnes menyusup kepada mereka dan menghancurkan kartel mereka.”“Atau kamu punya rencana lain Ratha?” tanya Lavrinda.“Kirim Agnes saja. Aku akan memandu Agnes,” jawab Ratha. “Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu Lavrinda.”“Hei,” tukas Agnes. “Outsourcing tugasmu kepadaku ya?”“Lalu bagaimana dengan permintaan saya Nona Lavrinda?” tanya Agnes.“Soal itu boleh-boleh saja. Asal kamu tidak cerita ke orang lain.” Jawab Lavrinda.“Kita menuju ke klub kalau begitu.” Kata Agnes.Tanpa banyak bicara mereka menuju klub. Mereka bertiga menuju kantor Lavrinda di sini dan mengunci pintunya. Lavrinda terlihat sedang membantu Agnes untuk meracik sesuatu minuman. Mereka sesekali tertawa dan berb
“Ini adalah daftar terduga mata-mata di negeri kita.” Adler menyerahkan sebuah berkas kepada Herman. “Kamu bisa menyusupkan nama musuhmu di sini.”“Terima kasih Adler.” Balas Herman dan membukanya. “Semua musuhmu ada di sini.”“Supaya tidak ada oposisi.” Adler membalas. “Bukannya lebih nyaman ketika kita memerintah nanti bila tidak ada oposisi.”“Apakah kita perlu memasukkan mafia-mafia baru dari luar yang ingin masuk ke Kermenchik? Aku lebih suka kalau ada pesaing. Tapi pasti akan merepotkan bagimu bila mereka nanti bisa merebut pengaruh masyarakat.” Herman berkata. “Untungnya Maria sudah aku nikahi. Jadinya dia tidak bisa melakukan apa-apa dan pendukungnya nurut kepadaku.”“Bolehkah aku menyusupkan Ratha ke kepolisian daerah? Kurasa bagus bila dia memimpin beberapa polisi dalam membersihkan pesaing.” Tanya Herman.“Masukkan lewat jalur akademi. Jangan terlalu mencolok, perbuatan kita masih diintai oleh para jurnalis luar negeri. Bila mereka tahu dan mendapati apa rencana kita, negar
Terasa sebuah kecupan hangat di dahinya. Ratha terbangun dan melihat wajah gadis manis di atas tubuhnya. Dielusnya rambut panjang putih halus gadis itu dan dipeluknya. “Tidur lagi yuk.”Lavrinda terasa senang dan menuruti permintaan Ratha. “Eh bukan, aku minta untuk dibersihin telingaku.”Pria tersebut memakai kaos polosnya dan segera menuju lemari untuk mengambil peralatan pembersih telinga. Dinyalakannya pendingin ruangan dan bersiap duduk di tepian kasur. Ditepuknya pahanya dan memberi isyarat bagi Lavrinda untuk meletakkan kepalanya.“Sebelah kiri dahulu.” Ujar Ratha.Ketika Lavrinda hendak berbaring, dia melihat sebuah tonjolan di celana Ratha. “Mmmm apa itu di celanamu?”“Namanya juga pria di pagi hari.” jawab Ratha.Lavrinda membuka celana Ratha dan mengintip. “Bagaimana aku buat kecil dahulu?”“Eh?” Ratha terkejut ketika tangan Lavrinda menjamah kemaluannya.“Selamat makan.” Lavrinda kemudian menyantap hidangan kesukaannya itu.Ratha mengerang keenakan dan tidak menghentikan t
Agnes membuka matanya dan melirik ke arah jam dindingnya. Masih jam lima pagi pikirnya, hari ini dia juga libur akibat Ratha dan Lavrinda sedang berada di laboratorium. Dia masih mengingat kejadian kemarin di mana dia bermain bertiga bersama Lavrinda.“Aaaaah. Aku jadi malu sendiri ingat kejadian kemarin.” Agnes membenamkan kepalanya di dalam kasurnya. Kakinya menendang-nendang kasurnya dengan tak teratur hingga rekan satu kamarnya Mai keheranan.“Nomer 4? Kamu baik-baik saja?” tanya Mai.Mengetahui itu suara rekannya, Agnes memfokuskan dirinya kembali. “Iya! Aku hanya terbentur kasur.”Ponselnya bergetar sekali lagi, ada pesan dari nomer yang tidak ia kenal mengajak untuk bertemu. Agnes memilih untuk tidak menjawabnya dan segera pergi mandi. Karena hari ini hari liburnya dia ingin berjalan-jalan sendirian.Selesai mandi dan menyiapkan perbekalan untuk jalan-jalan sendirian. Diapun berpamitan kepada nomer 5 untuk pergi. Dikendarainya motornya menuju hutan taman kota. Di sana terdapat
Agnes menyudahi kilas balik masa lalunya. Dia kembali ke asrama dan mengambil persenjataannya. Diambilnya satu buah pistol dan rompi anti peluru. Dia tidak akan mengabarkan penemuan ini kepada Ratha maupun Lavrinda terlebih dahulu.“Mau ke mana Agnes?” sapa Maria. “Aku sedang membutuhkan pengawal.”“Mohon maaf Nona Maria, saya saat ini libur. Anda bisa minta pada Nomer 5 atau 6.” Jawab Agnes dengan sopan.“Tapi dari peralatan yang kamu bawa sepertinya tidak. Mau ke mana? Pergi secara ilegal atau menerima tugas rahasia?” tanya Maria. “Aku rasa Herman maupun, Lavrinda tidak akan senang begitu tahu kamu pergi sembarangan.”“Anda mengancam saya? Lagipula selama Nona Lavrinda dan Ratha tidak membutuhkan saya. Saya bebas mengambil tugas apapun.” Balas Agnes.“Aku mau ikut.” Pinta Maria.“Tidak boleh. Ini urusan saya pribadi. Atau Anda yang saya laporkan kepad
Agnes mengendarai sepeda motornya menuju area hutan, di depan terlihat ada plakat bertuliskan, “Sekolah Internasional Charles Mercys.” Suasana sejuk area hutan membuatnya bernostalgia kembali masa sekolahnya di sini dahulu.Berangkat sekolah bersama dengan Lavrinda sembari melihat dan menikmati pemandangan alam hutan ini. Kini dia tiba di gerbang awal sekolah yang sangat luas ini. Dulunya tempat ini berisi asrama, sekolah lengkap dari dasar hingga ke tingkat atas. Kini semuanya terbengkalai usai Herman memindahkan sekolah ini ke tempat lain.Agnes melihat rantai yang mengunci dan menyegel tempat ini sudah dipotong. Dia membuka gerbang utama dan memarkirkan motornya di dekat pos satpam. Dilepasnya helmnya dan memeriksa keadaan sekitar.Dia menemukan bahwa ada kamera pengawas yang berfungsi. Hal ini tidak ada sebelumnya, Agnes berpikir bisa saja kalau Herman memasangnya untuk mengawasi properti ini. Agnes menemukan juga kabel listrik yang mengaliri kamera-kamera pengawas ini.Diikutinya
Ratha membuka kedua matanya dan mendapati dia berada di dalam ruangan lab. Dirinya diikat ke kasur dan dalam keadaan telanjang. Terlihat sosok familiar di dekatnya menggunakan pakaian steril, “Selamat pagi Ratha.”“Lukamu sudah aku jahit.” Kata wanita itu lagi. “Lavrinda jahat sekali membiarkan lukamu begitu.”“Kamu Elaina kan? Sepertinya pengaruh dari obatku sudah hilang.” Kata Ratha. “Kenapa kamu kembali?”“Seharusnya kamu jangan konsumsi obat itu Ratha. Susah sekali membersihkannya di darahmu. Kamu selama ini berpura-pura di hadapan Herman dan Lavrinda? Hebat sekali.” Puji Elaina dan mengusap rambut Ratha.“Kamu aku ingat Agnes menembakmu. Lalu kilang minyak meledak. Bagaimana kamu bisa hidup?” tanya Ratha.“Kamu lupa dulu julukanku apa?” Elaina tertawa. “Tempat ini aman dari kejaran Lavrinda. Seluruh negara Kermenchik kini penuh siaga akibat aku menculikmu.”“Bunuh aku Elaina. Aku sudah tidak punya alasan untuk hidup lagi. Keponakanku dibunuh oleh Herman. Hidupku tersiksa dengan L