Ratha membuka perlahan matanya dan mendapati dirinya sudah berada di dalam kamar Lavrinda. Semua luka di tubuhnya sudah diperban dan diobati. Lavrinda tampak sedang siaran langsung bermain game di komputernya.
Duduklah dia di pinggiran kasur sambil mencoba mengingat apa yang terjadi kemarin. Dia tidak ingat bagaimana dia bisa mendapatkan luka di tubuhnya. Lavrinda yang menyadari Ratha sudah bangun menghentikan kegiatannya dan mematikan komputernya.
“Tepat sekali kamu sudah bangun. Mari temani aku ke klub. Aku mau bertemu dengan para investorku.” Pinta Lavrinda.
“Baik.” jawab Ratha. “Apakah Anda yang mengobati saya? Saya berterima kasih.”
“Ya. Tentu saja aku!” balas Lavrinda dengan bangga. “Kata Papa kamu sedang bertarung melawan para orang yang mencoba menculikku.”
“Bos Herman ada di mana?” tanya Ratha. “Ada yang ingin kubicarakan dengannya soal keponakan saya.”
“Bagaimana aku bilangnya ya. Papa menyuruhku menyampaikan ini padamu. Keponakanmu meninggal dan tidak bisa diselamatkan dalam operasinya.” Jawab Lavrinda. “Papa sudah menguburkannya karena kamu masih terluka parah.”
“Begitu ya.” Kata Ratha. “Mari bersiap Nona Lavrinda.”
“Kenapa memanggilku seperti itu? Kamu lupa kalau kita adalah sepasang kekasih?” tanya Lavrinda.
Ratha keheranan, dia mengingat-ingat lagi tidak pernah dirinya menyatakan cinta kepada Lavrinda. Tapi dia memilih untuk percaya saja terhadap omongan Lavrinda. “Aku lupa, biasanya aku memanggilmu dengan sebutan apa?”
“Sayang!” balas Lavrinda.
“Baiklah mari bersiap sayang.” Kata Ratha.
Mendengar perkataan dari Ratha membuat gadis itu melayang-layang. Lavrinda memilihkan baju Ratha dan memintanya untuk memakainya. Selesai berganti pakaian Ratha menerima pistol dari Lavrinda. “Tolong gunakan ini untuk melindungiku. Aku percaya pada kekasihku.”
“Bila sampai di sana nanti. Apabila ada yang tidak sepakat dengan hasil negosiasinya. Kamu boleh mengancamnya dan membunuhnya oke?” ucap Lavrinda.
“Ya, untukmu apa yang tidak?” balas Ratha dan tersenyum. Mereka berdua keluar dari kamar dan menuju lift untuk ke parkiran.
Lavrinda berterima kasih sekali kepada ayahnya. Berkat obat yang ia berikan kepada Ratha. Lavrinda bisa meminta Ratha untuk menuruti permintaannya. Gadis itu bersenandung dengan riang selama di dalam lift.
“Kamu bahagia sekali.” Puji Ratha.
“Tentu saja.” jawab Lavrinda. “Jangan ke mana-mana dan tetap di sampingku ya.”
“Ya.” Jawab Ratha.
“Aku yang menyetir! Karena kamu masih belum pulih sepenuhnya.” Lavrindad meminta pelayannya untuk membawakan mobilnya.
“Tidak menggunakan sopir saja? Aku tidak ingin kamu kecapekan.” Balas Ratha dan merangkul Lavrinda. Melihat dirinya diperlakukan seperti itu oleh Ratha. Lavrinda semakin kesenangan dan berpikir bahwa Ratha sudah mencintainya.
“Bisakah kamu menciumku?” tanya Lavrinda.
“Di tempat umum seperti ini?” Ratha melihat sekitar. “Bos Herman melihat aku bisa tewas nantinya.”
“Tidak apa-apa! Karena aku yang memintanya!” Lavrinda membalas dan mendekatkan bibirnya kepada Ratha. Ratha menciumnya dengan mesra.
Tanpa mereka sadari, mereka sedang diawasi oleh Herman dari kamera pengintainya. “Sepertinya obatnya bekerja dengan baik untuk Ratha. Minggu depan bisa aku kirim untuk menemani Lavrinda membobol data di pemerintahan pusat.”
Sepanjang perjalanan Lavrinda begitu lekat degan Ratha. Mereka tidak tampak ingin terpisahkan. Sang sopir mengantarkan mereka ke klub malam yang dikelola oleh Lavrinda dan teman-temannya.
Lavrinda meminta Ratha untuk menggendong tuan putri dirinya hingga sampai ke dalam ruangannya. Ratha menurutinya dan menggendongnya masuk melalui jalur rahasia hingga sampai ke lantai 3 tempat kantornya berada.
Di luar situasi klub meskipun siang hari tetap ramai. Para pemuda dan pemudi yang sibuk mencari jati diri dan melalaikan diri menghabiskan waktunya di sini. Berpesta, narkoba dan mabuk, seks bebas apalah itu mereka lakukan.
Mereka menunggu hingga tamu yang mereka tunggu datang. Ratha keluar sebentar dari ruangan Lavrinda dan melihat pemandangan di lantai 1 melalui monitor kamera pengintai. Terlihat beberapa petugas berseragam juga menikmati klub di siang hari.
Selesai mengamati keadaan dia kembali dan duduk di samping Lavrinda. “Aku masih mengantuk.”
Lavrinda mengisyaratkan kepada Ratha untuk meletakkan kepalanya di atas pangkuannya. Setelah Ratha meletakkan kepalanya, Lavrinda mulai mengusap rambutnya. “Ratha, aku meminta maaf.”
“Untuk apa?” tanya Ratha.
“Untuk yang terdahulu. Karena sekarang kamu sudah berubah.” Jawab Lavrinda. “Kalau kamu mengulangi kesalahanmu lagi. Aku akan menyiksamu lagi.”
“Tidak akan.” Jawab Ratha. Kemesraan mereka berdua diganggu oleh datangnya beberapa anggota keamanan siber pemerintahan pusat. Seorang penjaga klub datang dan mengganggu waktu bermesraan mereka.
“Urusi Ratha. Minta tolong sama polisi yang ada di bawah untuk menutupi barang bukti.” Kata Lavrinda.
Ratha bangkit dan turun ke lantai satu. Dia datang menemui para tim keamanan siber pemerintah pusat itu. “Selamat datang di klub kami para petugas yang terhormat.”
“Di mana pemilik asli klub ini? Di mana kalian menyembunyikan aktivitas ilegal kalian?” tanya seorang petugas itu.
“Saya adalah pemilik aslinya. Di sini tidak ada aktivitas ilegal apapun. Anda bisa mencarinya dengan bebas di sini.” Jawab Ratha.
“Oh oke. Kamu mengijinkan kita melakukan pencarian. Tentu saja akan kami temukan. Ini milik Bos Herman kan? Suatu saat nanti pasti akan jatuh perusak negeri itu.” Kata seorang anggota tim keamanan siber.
Perlahan para polisi dan penjaga klub berada di posisi mereka masing-masing. Mereka berbaur dan berada tepat di belakang para anggota tim keamanan siber pemerintahan pusat itu. “Aneh sekali Tuan Ratha. Dari penyelidikan kami di pusat. Orang yang mencuri semua data tentang pertanahan itu berada di sini.”
“Tuduhan Anda tidak terbukti.” Jawab Ratha.
“Setiap anggota yang dikirim ke sini selalu hilang kontak.” Tambahnya. “Anda tahu mengapa?”
“Selama tidak ada bukti, Anda tidak bisa menuduh kami sembarang.” Balas Ratha.
Tanpa dia sadari satu persatu anggota mereka hilang. Mereka disekap dan dimasukkan ke dalam gudang. Kini Ratha berhadapan satu lawan satu dengan ketua tim yang dikirim itu. Ratha menjegal kaki pria itu, kemudian ia pegangi kepalanya dan membenturkannya ke meja bartender.
“Pemerintah pusat sama sekali tidak punya hak di sini. Seharusnya kalian tidak pernah datang ke sini.” Ratha menangkap sebuah borgol yang diberikan oleh seorang polisi korup padanya.
“Nanti kembalikan!” ucap polisi itu.
Ratha memborgol pria itu dan menggiringnya ke dalam gudang. Total ada 8 orang tertangkap dan disekap. “Namun karena kalian ada di sini. Sebentar lagi kami kedatangan tamu besar. Tadinya aku mau mengeksekusi kalian langsung. Aku tidak ingin pakaianku kotor. Apalagi kekasihku yang memilihkan ini.”
Mereka dimasukkan ke dalam freezer tempat menyimpan bahan makanan. Ratha menurunkan suhunya hingga -10 derajat celcius. Selesai keluar dari gudang, dia diberitahu oleh salah satu staf klub bahwa tamu Lavrinda sudah datang. Ratha bergegas keluar dari lorong tersembunyi menuju gudang ke arah parkiran.
Dia bersiap dan berjaga di jalan rahasia menuju kantor Lavrinda. Seseorang mengenakan jas mantel tebal dengan toping ski dan topi turun dikawal 3 orang bersenjata lengkap. Ratha memeriksa ponselnya karena ia menerima pesan dari Lavrinda soal siapa tamunya.
“Selamat datang, wakil presiden negara kami. Selamat datang di daerah kami.” Ratha menuntun orang itu untuk melalui jalan rahasia.
“Daerah yang indah sekali. Apa kalian sudah menyiapkan pesananku?” tanyanya.
“Sudah. Anda bisa menikmati gadis-gadis yang ingin Anda kencani setelah negosiasinya jadi.” Jawab Ratha.
“Sayang sekali aku ingin bertemu Herman untuk membahas keinginannya. Tapi karena dia tidak bisa aku akan mengurus hal ini duluan dengan putrinya.” Balasnya.
Melihat Ratha dan Agnes berhasil keluar dari laboratorium yang hancur. Herman mengambil radio komunikasinya dan menyuruh mereka berdua untuk ke arah helipad evakuasi. “Kalian berdua ke sini.”“Siap.” Balas Agnes dan menggendong Ratha yang terkapar.“Aku bisa berjalan sendiri.” Ratha menjatuhkan diri dari gendongan Agnes dan berusaha berdiri.“Tidak usah dipaksakan.” Kata Agnes, dia mengambil radio komunikasinya. “Ada yang bisa membantuku membawanya?”Para anggota medis laboratorium datang membawa tandu. Ratha dinaikkan ke atas sana dan mereka menuju helipad evakuasi. Di sana helikopter mereka bersiap untuk berangkat, Herman sedang berbicara dengan anak buahnya untuk mengatasi kejadian yang baru saja mereka buat.“Buat saja kalau ini bangunannya hancur karena ledakan bahan kimia. Jangan sampai pemerintah tahu. Presiden Adler juga jika bertanya apa yang terjadi jawab saja begitu.” Perintah Herman.“Baik.” jawab anak buahnya. Mereka kini menuju Kuba di mana di sana ada area rahasia perte
Hari ini Ratha diminta Herman untuk ke laboratorium. Ratha sudah tahu pasti ini berkaitan dengan virus yang ada di dalam dirinya. Setelah berpamitan kepada Lavrinda, dari rumahnya Ratha menuju ke provinsi sebelah tempat laboratorium berada.Perjalanan ke laboratorium itu panjang dan sunyi, memberikan Ratha banyak waktu untuk merenung. Ia tahu bahwa di dalam tubuhnya terdapat Virus Adam, sebuah virus awal yang akan mengendalikan virus mayat hidup yang sedang dikembangkan oleh Herman, bos organisasi tempat Ratha berada. Ratha telah menerima nasibnya untuk dijadikan percobaan bagi organisasinya, karena dia merasa berutang budi kepada mereka yang telah memberinya kehidupan yang bagus.Saat tiba di laboratorium, suasana di sana terasa mencekam. Ratha berjalan melalui koridor-koridor dingin yang diterangi oleh lampu neon, hingga akhirnya tiba di ruang operasi di mana Herman telah menunggunya.“Selamat datang, Ratha,” sambut Herman dengan senyum dingin. “Kami sudah siap untuk tahap berikutny
“Pikiranmu agak kosong, apa yang terjadi?” tanya Ratha saat Elaina menemuinya langsung.“Apakah ada kumbang di sekitar sini? Jika ia bisakah ke tempat yang steril?” balas wanita itu.“Di kantor yang ini tidak ada CCTV. Jadi aman saja.” jawab Ratha.Mereka duduk di meja yang dikelilingi oleh dinding kaca, pemandangan kota yang sibuk terlihat di luar. Sejenak, keduanya terdiam, seakan mencari kata-kata yang tepat untuk memulai percakapan yang sulit ini."Aku mendengar kabar tentang Lavrinda," Elaina memulai, matanya menatap lurus ke arah Ratha. "Selamat atas kehamilannya."Ratha terkejut sejenak, namun kemudian dia tersenyum tipis. "Terima kasih, Elaina. Aku tahu ini bukan kabar yang mudah untukmu."Elaina mengangguk, berusaha menahan gejolak emosi di dalam dirinya. "Aku senang untuk kalian berdua. Meski awalnya sulit, aku mencoba untuk menerima kenyataan ini.""Elaina, aku ingin kamu tahu bahwa aku sangat menghargai hubungan kita dulu. Apa yang terjadi antara kita tidak akan pernah aku
Elaina dan timnya bersiap untuk menyerang markas Jose. Semuanya sudah terkoordinasi, persiapan mereka sudah seperti rencana dan berjalan dengan mulus. Elaina meniup peluitnya dan memberikan aba-aba untuk menyerang secara bersamaan.Dari udara bantuan dari BKDN berupa helikopter penyerbu menembakkan tiga buah roket untuk menghancurkan gerbang markas kartel Jose. Kemudian mereka menembaki garasi Jose yang berisi mobil-mobil dimodifikasi dengan senapan mesin.“Ayo serbu! Kita balaskan dendam rekan organisasi kita yang telah dibunuh oleh kartel ini!” perintah Elaina.Pasukan darat bergerak cepat, memanfaatkan kekacauan yang disebabkan oleh serangan udara. Elaina memimpin timnya dengan penuh percaya diri, gerakannya cepat dan pasti. Mereka memasuki kompleks markas melalui celah-celah yang ditinggalkan oleh roket. Dengan senapan di tangan, mereka maju melalui asap dan reruntuhan, mata mereka terfokus pada tujuan utama: menghancurkan kartel Jose.Pertempuran berlangsung sengit. Tembakan terd
“Pagi,” Ratha mematikan alaramnya dan memeluk tubuh Lavrinda. Dipeluknya erat dan diciumnya leher istrinya itu. Lavrinda tertawa kecil-kecilan dan menjadi agresif.“Kamu mau melakukannya? Aku ingin cepat hamil.” Lavrinda berkata.“He? Tidak, aku hanya ingin membangunkanmu.” Ratha membalas.“Tapi aku mau!” Lavrinda bangun dan menaiki tubuh Ratha.“Kalau kamu memaksa. Lakukan sesukamu, hari ini kita tidak ada jadwal hingga siang hari.” Ratha mengalah dan menuruti keinginan istrinya.“Siang hari ini kita ada acara makan siang bersama para pejabat negara ya. Mereka meminta informasi penting dari kita soal urusan organisasi kita.” Kata Lavrinda. “Masih ada waktu bagi kita untuk bermain.”Lavrinda mencium bibir Ratha dengan ganas. Pria tersebut terdiam dan membiarkan kekasihnya melakukan semuanya. Lavrinda mengambil obat perangsang dan meminumkannya secara paksa pada kekasihnya yang dicintai itu.“Jangan kasar-kasar.” Pinta Ratha.“Kamu sudah tahu jawabanku kan?” tanya Lavrinda. “Tentu saja
Elaina mempersiapkan barang-barangnya bersama Mai. Mai membantunya menaikkan peralatan ke dalam mobil van mereka. “Kehormatan bagiku bisa bertugas langsung bersama legenda organisasi."“Maaf karena aku menggunakan inisial nomormu, 05.” Tambahnya.“Ya, tidak apa-apa. Ke sini Mai, kita akan membuat rencananya dan mereview ulang rencananya.” Elaina menyuruh Mai untuk mendekat ke papan tulis putih yang ada di ruangan persenjataan ini.“Nama target kita Jose Luizzo beserta keluarganya. Sang ayah Jose, merupakan kartel rival kita di sini. Menggunakan anaknya sebagai kampanye anti narkoba dia kemudian menjual narkoba dilabeli obat sehat kepada masyarakat.” Kata Elaina.“Cukup menarik. Menipu masyarakat dahulu, lalu membunuh mereka perlahan dengan narkoba.” Kata Mai.“Biro Keamanan Dalam Negeri meminta bantuan organisasi kita untuk melenyapkannya. Karena kita sedang bekerja sama dengannya. Mereka menginginkan Jose hidup-hidup, tapi perintah dari Bos Herman kita adalah membunuhnya. Jadi bagaim