Apa yang diucapkan oleh Vina benar. Selama Lily masih terikat dengan keluarga Kalandra, dia tidak akan bisa melakukan apa-apa.
Setelah menutup panggilan. Lily segera menelepon Max meski dia sendiri tahu Max tidak akan pernah menjawab panggilan darinya. Entah pria itu yang terlampau sibuk atau memang Lily tidak dipedulikannya, yang jelas pria itu tak pernah sekalipun menjawab panggilan apalagi meneleponnya. Jika Max ada urusan mendesak dengan Lily, dia akan menghubungkan panggilan melalui asistennya, Eddie. Panggilan dari Lily tidak dijawab, padahal Lily ingin segera membicarakan perihal perceraian dengan Max. Lily yakin jika Max pasti akan menyetujui persoalan itu, mengingat Antony sudah meninggal dua minggu yang lalu. Jadi tidak akan ada yang menghalangi mereka berdua untuk berpisah. Mengabaikan hal itu, Lily menekan tombol pada kursi rodanya supaya bisa memutar balik. Dia ingin segera istirahat jadi dia menekan interkom untuk meminta bantuan pada pelayan. "Tolong bantu aku untuk berbaring di kasur, Inda." "Baik, Nyonya." Tak lama kemudian, ada seseorang yang mengetuk pintu, Lily mempersilahkannya untuk masuk. Wanita bertubuh gemuk yang bernama Inda itu datang dan membantu Lily untuk berbaring di atas kasur. "Terima kasih, Inda." "Sama-sama, Nyonya." Inda adalah satu-satunya pelayan yang memperlakukan Amarilis dengan baik. Berbeda halnya dengan pelayan-pelayan lain yang bersikap ketus padanya. Amarilis berpikir mungkin karena perlakuan Max yang tidak peduli terhadapnya, membuat para pelayan jadi bersikap tidak hormat. Inda masih berdiri di samping ranjang seraya memperhatikan tubuh Lily yang semakin kurus. "Nyonya, tolong jaga kesehatan anda. Saya rasa, tubuh anda jadi terasa sedikit ringan dibandingkan kemarin." Lily terkekeh kecil. "Bagaimana mungkin kamu bisa merasakan berat tubuh seseorang terasa berbeda hanya dalam waktu yang begitu singkat? Sepertinya kau hanya mengada-ada." "Entahlah, tapi saya merasa tubuh Nyonya semakin bertambah kurus. Padahal saat pertama kali Nyonya datang kesini, anda masih terlihat segar dan ideal. Saya dulu sampai kewalahan saat menggotong anda." Mendengar itu, Lily tersenyum getir. "Tidak apa, Inda. Anggap saja supaya tidak menyulitkanmu untuk menggendongku di saat aku membutuhkan bantuan." "Ah, jangan berkata seperti itu, Nyonya." Ucapan Lily barusan terdengar menyedihkan di telinganya. "Berat atau tidak itu sudah menjadi tanggung jawab saya sebagai pelayan. Saya memang digaji untuk hal itu." "Terima kasih, Inda. Kau sangat baik terhadapku, tidak seperti pelayan-pelayan yang lain." Mendengar itu Inda menatap Lily dengan ragu. Kemudian dia mendekatkan diri ke arah Lily seraya berbisik, "Sebenarnya pelayan-pelayan itu bersikap ketus karena ada alasannya, Nyonya." Kening Lily mengerut dalam. "Emm... alasan? Apa maksudmu alasannya karena sikap Max yang cenderung tidak peduli terhadapku? Jadi semua pelayan jadi ikut-ikutan bersikap begitu?" "Tidak, tentu saja tidak. Meskipun Tuan Max terlihat tidak peduli terhadap anda, kami tetap akan menjalankan tugas selama kami dibayar. Para pelayan bersikap ketus karena Nona Olivia-lah yang menyuruh kami melakukan seperti itu, tapi tentu saja saya tidak mau menuruti perintahnya. Saya dibayar Tuan Max untuk melayani anda, bukan untuk mengabaikan anda." "Olivia?" Lily memiringkan kepalanya, masih mencerna dengan baik ucapan Inda. "Ta-tapi untuk apa dia melakukan hal itu? Maksudku apa dia tidak cukup dengan mengambil Max saja?" Mendengar pertanyaan itu, Inda hanya mampu menaikkan kedua bahunya. "Saya tidak tahu persis apa alasannya. Dugaan saya mungkin dia cemburu dengan status anda yang merupakan istri sah. Saya harap, anda bisa lebih berhati-hati dengan Nona Olivia." Setelah itu Inda pamit pergi dari keluar kamar. Sepanjang malam, Lily tidak bisa memejamkan matanya untuk terlelap. Banyak hal yang memenuhi ruang pikirannya. Selain rencananya tentang sekolah di luar negeri, dirinya juga berencana hendak melakukan terapi untuk kedua kakinya yang lumpuh. Beberapa dokter bilang masih ada harapan untuk kakinya agar bisa kembali berjalan, namun tentu saja memerlukan biaya yang tidak murah. Jika uang bulanan dari Max dia kumpulkan sampai sekarang, sudah pasti dia bisa berjalan normal dengan menjalani terapi perawatan dari ahlinya. Tapi apa lagi yang mau dikata? Uang bulanannya sudah habis oleh ibu tirinya yang egois. *** Tepat pukul dua dini hari, Lily yang masih terjaga mendengar suara deru mobil di tengah sunyinya malam. Lily menyibak jendelanya yang kebetulan berjarak beberapa senti saja dari kasurnya. Dia mengintip ke arah bawah--tepatnya pekarangan rumah. Di sana mobil mewah sudah terparkir rapi, namun Lily tak tahu mobil tersebut milik siapa. Lily hapal mana saja mobil milik Max yang sering digunakannya dan itu bukan miliknya. Hanya saja, setelah beberapa saat Lily menunggu, Max keluar dari mobil dan terlihat berbicara dengan penumpang yang masih ada di dalam. Tak lama, penumpang itu menyembulkan kepalanya keluar mobil untuk berbicara dengan Max. Olivia…. Tangan Lily mengepal. Tentu saja, ia tak dapat mendengar apa yang telah mereka perbincangkan, tapi yang jelas Max nampak bahagia karena selalu tersenyum saat berbicara dengan Olivia. Persis seperti di sebuah foto yang dikirimkan Vina beberapa saat yang lalu. Melihat Olivia, Lily menjadi teringat dengan ucapan Inda. Apakah benar Olivia yang membuat para pelayan menjadi tidak hormat padanya? Padahal jika dilihat-lihat, Olivia memiliki wajah yang polos dan baik hati. Atau mungkin, wajah polos itulah yang meluluhkan hati semua orang, termasuk Max? “Tidak apa, Lily. Sebentar lagi, kamu akan lepas dari sangkar emas ini,” lirihnya menguatkan diri.Max dan Kenneth terperangah, melihat penampilan pasangan mereka masing-masing yang nampak sederhana tapi cantik dan begitu mempesona."Wow, cantik sekali," puji Max secara terang-terangan."Terima kasih, Max." Lily tersenyum malu sambil menyelipkan anak rambutnya ke arah belakang.Hari ini dia dan Wina sama-sama mengenakan gaun polos selutut dengan potongan dada yang agak rendah berlengan pendek. Lily mengenakan gaun berwarna lilac, sedang ibunya mengenakan warna merah.Desain gaun sama, yang membedakan aksesoris yang mereka pakai.Meski begitu, Lily dan Wina sama-sama mempesona dengan gaun yang memamerkan lekuk tubuh mereka yang indah."Sayang, kenapa kamu diam saja?" tanya Wina pada Kenneth. Jujur dia juga ingin mendapat pujian yang sama seperti Lily. "Bagaimana dengan gaunku? Apa bagus juga?"Bukannya menjawab, Kenneth malah berdeham dan membalikkan badannya. "Sudahlah, ayo cepat berangkat. Nanti keburu telat." Setelahnya Kenneth berjalan duluan ke arah mobil.Tak mendapat pujian
"Aku akan segera menikah dengan Finley." Ucapan dari Vina membuat Lily sedikit terkejut. Saat ini mereka sudah duduk berdua di sebuah ruangan pribadi milik Lily. Pintu sengaja Lily kunci agar tidak ada orang yang menguping atau menginterupsi. Sebelum ini dia dan Vina sudah membicarakan soal basa-basi, hingga topik yang serius ini terlontar, membuat Lily sangat terkejut."Kau yakin dengan keputusanmu, Vina? Kau yakin akan menikah dengannya?"Vina menunduk setelah mendengar rentetan pertanyaan dari Lily, memandangi dan mengelus perutnya yang semakin membesar. "Aku harus yakin demi anak yang ada di kandunganku, Lily. Empat bulan lagi dia akan terlahir di dunia ini, aku tidak mau dia lahir tanpa ada sosok ayah di sampingnya nanti."Lily menatap iba lalu memeluk Vina dari samping. Tumbuh dewasa bersama, Lily tahu kalau sahabatnya itu hampir tidak pernah menjalin hubungan yang serius dengan seorang pria karena mementingkan pendidikan dan karir. Namun sekali dia berkenalan dengan pria, dia
Hari-hari terus berlalu semenjak kasus Jauhari mencuat di berbagai media sosial. Media terus membahas kasus itu namun bukan tentang Jauhari, melainkan Lily Orlantha yang menjadi pusat perhatian banyak publik.Mulai dari kisah hidupnya bahkan bakatnya yang luar biasa soal merancang gaun wanita.Melihat hal itu, Lily bersyukur setidaknya dampak dari pemberitaan soal dirinya lebih condong ke arah positif. Dia banyak mendulang simpati dari berbagai kalangan bahkan banyak dari kaum menengah ke atas yang berlomba-lomba untuk memesan gaun darinya.Alhasil, Lily menjadi sangat sibuk dan cukup kewalahan. Max yang selalu ingin bertemu dengan Lily pun jadi tidak bisa karena saking sibuknya. Selain itu, karena pemberitaan soal Lily, Max jadi mendapat banyak kecaman dari warga sosial media atas langkahnya dulu yang menceraikan Lily.Mau tak mau, Max harus menjauhkan diri dulu dari Lily agar Lily tak ikut terkena dampaknya. Selain Max, ada Fernita yang juga ikut terkena imbasnya. Banyak teman sosia
"Jika di pikir-pikir, ini semua memang kesalahanku yang selalu menutupi segala perbuatannya," lanjut Kenneth berbicara. Penyesalan memang selalu datang di akhir.Jika diingat-ingat, sudah dari dulu Wina mencurigai Jauhari namun Kenneth selalu tutup mata dan tidak mau menyelidikinya.Bagi Kenneth, Jauhari adalah saudara yang cukup dekat dengannya meski mereka hanyalah saudara tiri. Namun karena Lily terus dalam bahaya dan dia menyadari ada sesuatu yang salah, maka Kenneth mulai menyelidikinya.Hasil penyelidikan tidak disangka-sangka. Banyak kejahatan yang diperbuat Jauhari dan keluarganya di belakang Kenneth. Mulai dari penculikan Lily sejak bayi, penggelapan dana, mencelakakan Lily dan masih ada kejahatan lain yang sulit bagi Kenneth untuk terima.Beberapa bukti kejahatan masih ada yang belum bisa Kenneth kumpulkan, seperti saat penculikan Lily sewaktu bayi. Itu karena kasusnya yang sudah lama dan Jauhari benar-benar menghapus jejak keterlibatan dengan rapi.Tetapi tetap tidak akan
Sebuah tamparan keras juga melayang di pipi Melani setelahnya, kali ini dari Wina."Cukup! Tutup mulutmu yang kotor itu!" Melani memegang pipinya yang berdenyut nyeri sambil tertegun ke arah Wina. Tak pernah dia sangka, wanita yang selama ini diam kini nampak murka bahkan berani menampar wajahnya.Leni, Lubis dan Layla juga terkejut lalu mendekati kedua orang tua mereka untuk membela."Kenapa Paman dan Tante tega melakukan ini? Apa kesalahan kami?" tanya Leni dengan kedua mata yang berkaca-kaca."Kesalahan kalian?" Tiba-tiba ada suara yang menyahut dari belakang kerumunan.Semua orang menoleh dan melihat Lily berjalan mendekat dengan Max yang menggandeng tangannya."Kamu ingin tahu kesalahan keluargamu apa?" tanya Lily begitu dia sudah berada di depan kerumunan.Melihat Lily datang bersama Max, orang-orang yang mengetahui hubungan diantara keduanya kembali bergosip."Kudengar pria yang ada di sampingnya itu mantan suaminya, kenapa tiba-tiba dia datang dengan pria itu? Apa mereka suda
Pesta yang diadakan oleh keluarga Leni telah tiba. Beberapa hari sebelumnya, Lily sudah menyelesaikan pesanan gaun-gaun yang dipesan oleh saudara sepupunya--termasuk Leni. Dia juga sudah menyuruh orang untuk mengantar gaun ke rumah masing-masing.Malam ini Lily datang terlambat ke tempat acara. Sedang Kenneth dan Wina telah datang terlebih dahulu.Suasana di dalam aula pesta sudah nampak ramai oleh banyak tamu. Para pelayan juga nampak sibuk berjalan ke sana kemari mengantar minuman untuk para tamu.Awalnya Kenneth tidak menjumpai sesuatu yang aneh saat dia baru pertama kali masuk. Beberapa kenalan rekan kerja datang menyambut dan berbincang santai dengannya. Namun begitu dia dan Wina sudah berjalan ke arah yang lebih tengah, dia baru menyadari telah terjadi sesuatu sejak sebelum dirinya datang."Ada apa ini?" tanyanya begitu melihat kerumunan orang-orang yang nampak berisikPara tamu menoleh ke arah Kenneth lalu salah seorang keponakan Kenneth mendatanginya sambil berkata, "Paman sud