"Anda tidak diperbolehkan untuk keluar, Nyonya." Salah satu pelayan paruh baya bernama Mira tiba-tiba menghadang Lily untuk keluar.
"Aku akan pergi ke sebuah acara bersama Max. Dia sudah menyuruh seseorang untuk menjemputku di luar mansion." Lily berusaha merancang alasan palsu, seperti yang disuruh Vina. "Tapi Tuan Max sama sekali tidak memberitahu apapun soal itu. Lebih baik Anda kembali masuk ke dalam kamar sebelum Tuan Max marah." Mira hendak mengambil alih Inda untuk mendorong kursi roda Lily namun segera dicegah oleh Inda. "Biar aku saja yang mengantarnya," ujar Inda. Mira menatap tajam ke arah Inda. "Tunggu, aku tidak akan kembali masuk ke kamar karena aku akan pergi!" kekeh Lily. "Tapi, Nyonya..." Lily langsung menunjukkan ponsel. "Kalau kau masih mencegahku, aku akan menghubungi Max untuk mengadukan sikapmu." Alih-alih takut, Mira tersenyum sinis sambil berkata, "Apa Anda pikir saya takut? Tuan Max tidak pernah memperhatikan Anda. Lebih baik Anda tidak berbuat nekat atau Anda akan membuat Tuan Max murka." "Kau... kurang ajar sekali," desis Inda tak suka dengan sikap Mira. Namun Mira tak peduli. Mira merasa bahwa posisinya berada di atas Inda--yang hanya seorang pelayan dari istri terabaikan. "Lebih baik anda kembali masuk ke dalam kamar dan jangan membuat masalah, Nyonya." Nada bicaranya masih terdengar sopan namun kata-katanya tersirat bahwa Lily tidak memiliki kuasa. Lily menatap Mira dengan tak suka. Kemudian tatapan Lily berpindah ke leher Mira--tepatnya kalung yang dikenakannya. Bandul kalung yang kenakan Mira terlihat familier. "Darimana kau mendapat kalung dan gelang itu?" Lily menunjuknya dengan dagu. Mira sedikit terkejut namun berusaha untuk tidak menampakkannya. "Apa maksud Anda? Tentu saja saya membelinya sendiri," ujarnya sambil menyembunyikan bandul kalung ke dalam bajunya. "Harga satu gelang yang kau kenakan itu berkisar tiga kali lipat dari gajimu sebulan, belum harga kalung yang dua kali lipat lebih mahal. Aku ragu kalau kau bisa membelinya dengan gajimu saja." Wajah Mira sedikit memucat, tangannya meremas gelang yang melingkar pas di pergelangan tangannya. Kedua matanya nampak tak fokus, berusaha berpikir mencari alasan lain. "Inda... siapa yang selalu bertugas membersihkan kamarku?" tanya Lily tanpa mengalihkan pandangannya dari Mira yang semakin memucat. "Mira dan Anggie, Nyonya." "Geledah kamar mereka berdua karena tiba-tiba aku teringat pernah kehilangan satu set perhiasan mewah." Tentu saja perintah dari Lily membuat Mira panik. "A-apa?" Mira hendak menyusul Inda namun segera dicegah oleh dua pelayan lain--suruhan Inda. "Tidak, kau tidak bisa seenaknya masuk ke dalam kamarku, Inda." "Lepaskan aku!" Mira memberontak namun dua pelayan itu memiliki tenaga yang lebih kuat. Lily melihat pemandangan itu dengan melipat kedua tangannya. Selama ini dia diam mendapat perlakuan tak enak dari para pelayan karena merasa malas untuk meladeni mereka. Kini Lily ingin segera terlepas dari jeratan Max, jadi dia memberikan sentilan sedikit pada para pelayan agar tidak menghalangi jalannya. Terutama pelayan yang bersikap tidak sopan seperti Mira. Sudah diberi jantung malah meminta ampela. Sudah lama Lily kehilangan satu set perhiasan pemberian ayahnya dulu namun Lily selalu diam. Rupanya diamnya itu malah dijadikan Mira sebagai alasan untuk mampu menekan Lily. "Apapun alasan Anda, Anda tidak berhak untuk menggeledah kamar saya," ujar Mira dengan histeris. Alis Lily terangkat satu, tidak menyangka melihat keberanian yang nampak dari diri Mira. Tak lama setelah Mira mengatakan itu, Inda datang dengan beberapa pelayan yang ikut menyaksikan kehebohan. Di tangan Inda terdapat box mewah berisi satu set perhiasan. "Apa benar perhiasan ini yang Anda cari, Nyonya?" Inda menyerahkan box perhiasan tersebut pada Lily. Lily segera membuka box tersebut untuk memastikan isinya. "Di mana kau menemukan ini, Inda?" "Di dalam lemari milik Mira, Nyonya." Para pelayan yang menyaksikan kejadian serempak heboh, tak menyangka jika rekan kerjanya yang merupakan seorang senior berani mencuri perhiasan mewah milik majikannya. Beberapa diantaranya saling berbisik, membuat Mira semakin kalut. "Tidak ada bukti kalau perhiasan itu milik Anda! Bisa saja Anda hanya mengaku-ngaku, padahal itu memang milik saya," seru Mira. Lily tersenyum kecut mendengarnya. Kemudian dia menunjukkan isi box tersebut pada semua orang, tak terkecuali Mira. "Kalian lihat?" Lily menunjuk pada sebaris nama yang tercetak apik. "Di dalam box sudah jelas tertulis namaku di dalamnya. Selain itu, dari setiap perhiasan ada huruf L dan O sebagai simbol dari nama lengkapku. Perhiasan ini adalah pemberian dari mendiang ayahku sebagai hadiah ulang tahun ketujuh belas." Sontak semua pelayan kompak melihat ke arah Mira dengan tatapan tajam. Badan Mira melemas dan ambruk di atas lantai, tak mengira jika Lily dapat semudah itu menemukan bukti. Padahal awalnya dia kira Lily adalah lawan yang mudah ditindas seperti halnya dua tahun belakangan. Namun rupanya dia membuat kesalahan yang besar. Hari ini Lily nampak begitu berbeda. "Nah, Mira. Sekarang kau sudah terpojok dan tidak punya pilihan lain. Mulai hari ini, kau harus tahu siapa majikan dan siapa lawan."Max dan Kenneth terperangah, melihat penampilan pasangan mereka masing-masing yang nampak sederhana tapi cantik dan begitu mempesona."Wow, cantik sekali," puji Max secara terang-terangan."Terima kasih, Max." Lily tersenyum malu sambil menyelipkan anak rambutnya ke arah belakang.Hari ini dia dan Wina sama-sama mengenakan gaun polos selutut dengan potongan dada yang agak rendah berlengan pendek. Lily mengenakan gaun berwarna lilac, sedang ibunya mengenakan warna merah.Desain gaun sama, yang membedakan aksesoris yang mereka pakai.Meski begitu, Lily dan Wina sama-sama mempesona dengan gaun yang memamerkan lekuk tubuh mereka yang indah."Sayang, kenapa kamu diam saja?" tanya Wina pada Kenneth. Jujur dia juga ingin mendapat pujian yang sama seperti Lily. "Bagaimana dengan gaunku? Apa bagus juga?"Bukannya menjawab, Kenneth malah berdeham dan membalikkan badannya. "Sudahlah, ayo cepat berangkat. Nanti keburu telat." Setelahnya Kenneth berjalan duluan ke arah mobil.Tak mendapat pujian
"Aku akan segera menikah dengan Finley." Ucapan dari Vina membuat Lily sedikit terkejut. Saat ini mereka sudah duduk berdua di sebuah ruangan pribadi milik Lily. Pintu sengaja Lily kunci agar tidak ada orang yang menguping atau menginterupsi. Sebelum ini dia dan Vina sudah membicarakan soal basa-basi, hingga topik yang serius ini terlontar, membuat Lily sangat terkejut."Kau yakin dengan keputusanmu, Vina? Kau yakin akan menikah dengannya?"Vina menunduk setelah mendengar rentetan pertanyaan dari Lily, memandangi dan mengelus perutnya yang semakin membesar. "Aku harus yakin demi anak yang ada di kandunganku, Lily. Empat bulan lagi dia akan terlahir di dunia ini, aku tidak mau dia lahir tanpa ada sosok ayah di sampingnya nanti."Lily menatap iba lalu memeluk Vina dari samping. Tumbuh dewasa bersama, Lily tahu kalau sahabatnya itu hampir tidak pernah menjalin hubungan yang serius dengan seorang pria karena mementingkan pendidikan dan karir. Namun sekali dia berkenalan dengan pria, dia
Hari-hari terus berlalu semenjak kasus Jauhari mencuat di berbagai media sosial. Media terus membahas kasus itu namun bukan tentang Jauhari, melainkan Lily Orlantha yang menjadi pusat perhatian banyak publik.Mulai dari kisah hidupnya bahkan bakatnya yang luar biasa soal merancang gaun wanita.Melihat hal itu, Lily bersyukur setidaknya dampak dari pemberitaan soal dirinya lebih condong ke arah positif. Dia banyak mendulang simpati dari berbagai kalangan bahkan banyak dari kaum menengah ke atas yang berlomba-lomba untuk memesan gaun darinya.Alhasil, Lily menjadi sangat sibuk dan cukup kewalahan. Max yang selalu ingin bertemu dengan Lily pun jadi tidak bisa karena saking sibuknya. Selain itu, karena pemberitaan soal Lily, Max jadi mendapat banyak kecaman dari warga sosial media atas langkahnya dulu yang menceraikan Lily.Mau tak mau, Max harus menjauhkan diri dulu dari Lily agar Lily tak ikut terkena dampaknya. Selain Max, ada Fernita yang juga ikut terkena imbasnya. Banyak teman sosia
"Jika di pikir-pikir, ini semua memang kesalahanku yang selalu menutupi segala perbuatannya," lanjut Kenneth berbicara. Penyesalan memang selalu datang di akhir.Jika diingat-ingat, sudah dari dulu Wina mencurigai Jauhari namun Kenneth selalu tutup mata dan tidak mau menyelidikinya.Bagi Kenneth, Jauhari adalah saudara yang cukup dekat dengannya meski mereka hanyalah saudara tiri. Namun karena Lily terus dalam bahaya dan dia menyadari ada sesuatu yang salah, maka Kenneth mulai menyelidikinya.Hasil penyelidikan tidak disangka-sangka. Banyak kejahatan yang diperbuat Jauhari dan keluarganya di belakang Kenneth. Mulai dari penculikan Lily sejak bayi, penggelapan dana, mencelakakan Lily dan masih ada kejahatan lain yang sulit bagi Kenneth untuk terima.Beberapa bukti kejahatan masih ada yang belum bisa Kenneth kumpulkan, seperti saat penculikan Lily sewaktu bayi. Itu karena kasusnya yang sudah lama dan Jauhari benar-benar menghapus jejak keterlibatan dengan rapi.Tetapi tetap tidak akan
Sebuah tamparan keras juga melayang di pipi Melani setelahnya, kali ini dari Wina."Cukup! Tutup mulutmu yang kotor itu!" Melani memegang pipinya yang berdenyut nyeri sambil tertegun ke arah Wina. Tak pernah dia sangka, wanita yang selama ini diam kini nampak murka bahkan berani menampar wajahnya.Leni, Lubis dan Layla juga terkejut lalu mendekati kedua orang tua mereka untuk membela."Kenapa Paman dan Tante tega melakukan ini? Apa kesalahan kami?" tanya Leni dengan kedua mata yang berkaca-kaca."Kesalahan kalian?" Tiba-tiba ada suara yang menyahut dari belakang kerumunan.Semua orang menoleh dan melihat Lily berjalan mendekat dengan Max yang menggandeng tangannya."Kamu ingin tahu kesalahan keluargamu apa?" tanya Lily begitu dia sudah berada di depan kerumunan.Melihat Lily datang bersama Max, orang-orang yang mengetahui hubungan diantara keduanya kembali bergosip."Kudengar pria yang ada di sampingnya itu mantan suaminya, kenapa tiba-tiba dia datang dengan pria itu? Apa mereka suda
Pesta yang diadakan oleh keluarga Leni telah tiba. Beberapa hari sebelumnya, Lily sudah menyelesaikan pesanan gaun-gaun yang dipesan oleh saudara sepupunya--termasuk Leni. Dia juga sudah menyuruh orang untuk mengantar gaun ke rumah masing-masing.Malam ini Lily datang terlambat ke tempat acara. Sedang Kenneth dan Wina telah datang terlebih dahulu.Suasana di dalam aula pesta sudah nampak ramai oleh banyak tamu. Para pelayan juga nampak sibuk berjalan ke sana kemari mengantar minuman untuk para tamu.Awalnya Kenneth tidak menjumpai sesuatu yang aneh saat dia baru pertama kali masuk. Beberapa kenalan rekan kerja datang menyambut dan berbincang santai dengannya. Namun begitu dia dan Wina sudah berjalan ke arah yang lebih tengah, dia baru menyadari telah terjadi sesuatu sejak sebelum dirinya datang."Ada apa ini?" tanyanya begitu melihat kerumunan orang-orang yang nampak berisikPara tamu menoleh ke arah Kenneth lalu salah seorang keponakan Kenneth mendatanginya sambil berkata, "Paman sud