Share

2. Penderitaan Indah

last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-18 23:05:42

"Apa-apaan ini?" tiba-tiba terdengar suara Ibu. Membuat aku dan Mas Dito terkejut, aku menoleh ke arah malaikat pelindungku itu. Entah sejak kapan, wanita yang telah melahirkanku itu, sudah berdiri di ambang pintu dengan wajah terkejut. Apa Ibu sudah mendengar semuanya?

"Oh ... Ibu sudah pulang dari pasar? Bagus kalau gitu, jadi ... Ibu bisa jadi saksi di sini!" ujar Mas Dito seakan tak berdosa. Entah terbuat dari apa hati pria yang kupilih sebagai imamku ini.

"Saksi? Saksi bahwa kamu telah menceraikan putriku? Tega sekali kamu Dito! Apa kesalahan Indah, sehingga kamu menceraikannya? Apalagi disaat bayi kalian baru saja lahir?" tanya Ibu dengan suara lantang dan keras.

Deghh!

Aku sedikit terkejut mendengar suara Ibu yang begitu lantang. Selama menjadi anaknya, baru kali ini aku mendengar Ibu berbicara dengan nada tinggi seperti itu.

"Putri Ibu itu tidak becus menjadi seorang Istri! Dia tidak bisa memberikan aku anak laki-laki. Dan sekarang ia justru tidak dapat mengandung lagi, jadi apa salah jika aku memutuskan untuk menikah lagi?" sahut Mas Dito suamiku.

Mendengar Mas Dito mengucapkan kata itu dengan santainya, membuat mata Ibu terbelalak. Cukup membuatku khawatir dengan kesehatan Ibuku yang memiliki riwayat penyakit darah tinggi.

"Tapi, dia sudah memberikanmu seorang putri, apa itu tidak cukup?! Laki-laki dan perempuan itu sama saja, Dito! Tidak ada bedanya!" balas Ibu. Dadanya naik turun seakan sedang menahan gemuruh emosi di dadanya. Aku lihat mata tua dan keriput itu berkaca-kaca.

"Tentu saja beda, Bu! Ibu mana tahu, karena anak-anak Ibu semuanya perempuan! Lihat saja Ibu, di hari tua hidup masih susah. Sangat berbeda dengan Mama, karena anak Ibu semuanya perempuan, tidak bisa diandalkan sebagai penerus keluarga," sungut Mas Dito. Ia sukses memancing emosi wanita tua yang masih terlihat cantik serta fisik yang bugar itu walau di usianya yang mulai menua.

Ibuku memang memiliki dua orang putri, Kakakku bernama Sania. Sania tinggal di luar kota, bersama suaminya yang bekerja di perusahaan batu bara. Kehidupan mereka sangat mapan, setiap bulan Sania selalu mengirimkan uang saku untuk Ibu. Walaupun Ibu selalu menolak, tetapi Kakakku itu tetap kekeuh mengirimkannya setiap bulan. Membuatku iri sekaligus malu padanya.

Sedangkan Aku yang anak bungsu, justru menyusahkan Ibu dengan menumpang di rumah ini.

"Kamu salah, walaupun anak-anakku perempuan tapi mereka selalu bisa aku andalkan. Lagi pula, aku memang bukan tipe orang tua yang merongrong pada anak dan berlaku zalim pada menantu!" balas Ibu geram.

"Sudahlah, Bu! Aku tidak mau berdebat panjang lebar dengan Ibu. Karena percuma! Indah itu kan putri Ibu, pasti Ibu akan lebih membela dia dari pada menantu Ibu ini. Toh ... Indah juga yang meminta untuk aku talak, jadi aku dan dia bukan suami dan istri lagi. Untuk masalah nafkah! Aku tidak akan memberikan uangku sepeserpun untuk anak perempuan yang tak berguna itu!" ujar Mas Dito yang terdengar begitu kejam di telinga. Pria itu menarik lengan calon istrinya, menatap kami sinis sambil berlalu pergi.

"Suatu saat kau akan menyesal, Dito! Jangan pernah injakkan kakimu di rumahku lagi!" hardik Ibu, ia terlihat mengelus dadanya.

Aku menangis pilu meratapi nasib ini, Ibu berjalan ke arahku. Duduk di sampingku sambil mengusap kepala ini lembut.

"Maaf, Bu! Maaf jika aku tidak mendengarkan perkataan Ibu, dulu! Ibu benar, Mas Dito bukan pria yang tepat untuk pendamping hidup," tangisku pecah di hadapannya.

Tidak pernah sedikitpun kubayangkan akan bernasib seperti ini, pada awal menikah tidak ada yang terasa aneh dengan tubuhku. Tapi ... saat aku hamil barulah diketahui aku memiliki tumor yang tumbuh bersama dengan janinku di dalam rahim. Lebih tepatnya tumbuh di tuba falopi.

Segala upaya serta pengobatan telah Ibuku lakukan untuk kesembuhanku serta keselamatan bayi yang ada di kandunganku. Sedangkan Mas Dito hanya sibuk mengurus keluarganya itu. Jangankan bertanya, menjengukku dirumah sakit saja tidak.

Seminggu aku berada di rumah sakit dalam keadaan kritis, hingga dokter putuskan untuk mempercepat kelahiran anakku. melakukan operasi agar bayi yang kukandung selamat, dan pemotongan salah satu saluran tuba falopi, agar tumor itu tidak merambat dan merusak jaringan yang lain.

Akibat dari operasi itu, aku kehilangan kemampuan untuk memiliki anak kembali. Bagaimana bisa wanita yang tidak subur bisa hamil lagi dengan mudah hanya dengan satu indung telur yang tersisa.

Namun, Alhamdulillah anak yang kukandung bisa lahir dengan selamat serta sehat, walau harus dua minggu bayiku berada di ruangan inkubator. Dengan tubuh tua itu, Ibu berjalan kesitu kemari mengurusku serta bayiku. Sedangkan mas Dito, pergi entah ke mana? Nomornya pun sulit sekali dihubungi.

Sedangkan keluarganya, mendengar aku melahirkan bayi perempuan. Tidak da sedikit pun respon. Ibu mertuaku hanya datang sebentar untuk menjenguk, itu pun tidak lepas dari sindiran pedasnya yang mengatakan aku menantu yang gagal.

Ya Allah ya Robby ... kuatkan hati ini untuk menjalani segala ujian ini ya Allah!

"Sudah ... sudah, Nak! Tidak perlu kamu tangisi lagi, itu semua bukan salahmu. Dasar suamimu saja yang tidak tahu bersyukur!" hibur ibuku, ia mengambil alih putriku kedalam gendongannya.

"Tapi, Bu ... bagaimana nasib Indah dan anak Indah nanti kedepannya? Indah malu selalu membebankan hari tua Ibu dengan semua masalah Indah, Bu." Air mataku kembali luruh ke pipi. Tangan lembut itu membelai wajah ini dengan penuh kasih sayang.

"Masih ada Ibu, Indah. Kamu jangan khawatir, isyaallah ada jalan keluarnya, Nak. Tetap semangat untuk putri kecilmu."

Nasehat itu terasa seperti air yang dingin membasahi hati ini. Sungguh aku bersyukur memiliki pelita hati sepertimu Ibu, andai tidak ada dirimu, entah bagaimana nasib hidupku.

"Tadi ibu beli sayur Mateng kesukaanmu, Nak. Ayo kita makan, kamu perlu makan yang sehat agar asimu tetap lancar dan anakmu sehat, ayo!" ajak Ibu sambil meletakkan Naira, putriku yang sudah mulai tertidur lelap diatas ranjang. Ibu berdiri dan beranjak keluar dari kamar.

"Iya, Bu," jawabku singkat.

Aku masih ingin duduk di kamar ini menatap putri kecilku yang sedang terlelap tidur, tangan ini mengusap kepala kecil itu dengan lembut. Sungguh malang nasibmu, Nak. Semoga kelak saat dirimu dewasa, engkau mendapatkan pria yang begitu mencintaimu dan menerima kekuranganmu dengan hati yang ikhlas dan semoga hidupmu selalu bahagia, Nak.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
Sabar dan Tenang Intan manusia seperti itu SOMBONG dan TAKABUR mau mengatur ALLAH lihat saja nanti ALLAH atur hidupnya istri barunya tidak akan hamil hamil kalaupun hamil nggak bakal sampai lahiran seumur hidupnya karena SOMBONG
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
benar itu yang pasti tidak akan ada anak satupun walau perempuan atau laki-laki
goodnovel comment avatar
cataleyaa
wah..harusnya sekalian disumpahin 'istrimu kelak tidak akan pernah melahirkan anak laki2' wkwk, disertai petir menggelegar....baru mantap
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Lebih baik janda, daripada menderita!Β Β Β 67. ending yang bahagia.

    pov. NinaAku menatap kebahagiaan dua anak manusia dari balik jendela. Awalnya aku ingin masuk, tapi melihat kebahagian dan keromantisan mereka berdua membuatku mengurungkan niat.Dari balik jendela ini aku melihat gurat-gurat bahagia itu begitu terpancar dari wajah Arman. Tentu saja ia bahagia, penantian panjangnya akan cinta Indah membuahkan hasil serta hadirnya seorang putra diantara mereka. Arman mengecup kening Indah lembut, penuh sayang.Membuat rasa iri ini kembali hadir di kalbu. Andai aku juga bisa seperti itu bersama Mas Rio. Namun sayangnya hanya bisa berandai, karena kenyatannya kini. Suamiku sedang berbahagia bersama istri mudanya. Tak kuat melihat kemesraan yang di tunjukkan mereka berdua, aku memilih pergi. Mungkin aku akan menemui Indah dan bayinya besok saja, setelah hati ini sudah mulai tenang.Jam batu menunjukkan jam sepuluh malam. Namun, lorong rumah sakit ini tampak begitu lenggang, bukan berarti tak ada orang

  • Lebih baik janda, daripada menderita!Β Β Β 66. Kado terindah dari Tuhan.

    Perutku mulai terasa pedih, apa lagi efek obat bius yang mulai menghilang. Aku meringis menahan sakit saat jempol ini bergeser saja sakitnya sudah terasa sampai keubun-ubun. Dengan lembut Mas Arman memperbaiki letak bantal yang ada di punggungku. Tiba-tiba bayi yang ada di dalam box menangis kencang. Lengkingannya memekak telinga, Mas Arman meraih bayinya. Mencoba menenangkan.Aku merentangkan tanganku menyambutnya. "Sini, Mas! Mungkin dia haus, aku akan menyusuinya,""Apa kamu baik-baik saja, sayang. Perutnya masih nyeri?" tanyanya khawatir."Gak apa-apa, Mas. Mungkin dengan menyusuinya rasa nyeriku dapat sedikit berkurang. Kasihan dia, pasti sudah lapar," Ragu-ragu Mas Arman menghampiriku, Lalu menyerahkan bayi merah yang sedang menangis itu. Setelah terlebih dahulu mencium pipi anaknya dengan sayang.Aku mengambil alih bayi mungil itu, memasukkan puting susuku ke dalam mulut kecilnya. Mas Arman beralih duduk di seb

  • Lebih baik janda, daripada menderita!Β Β Β 65. Akhir sebuah kisah.

    Aku memarkirkan taksiku di parkiran khusus rumah sakit. Rumah sakit Citra Medika, rumah sakit bersalin terbaik di kota ini. Aku tidak tahu kenapa aku membuntuti mobil mereka hingga sampai di sini.Perlu waktu yang lama untukku menimbang dan memutuskan untuk turun atau pulang. Aku merasa aku tak punya hak untuk datang ke sini. Tapi di sini lain, hati kecil ini begitu ingin menemuinya di saat-saat seperti ini.Dengan langkah gontai aku masuk kedalam rumah sakit, menanyakan ruangan Indah pada resepsionis. Setelah mendapatkan informasi aku langsung menuju ke tempat yang di beritahukan padaku.Setelah melewati 2 kali belokan dan lorong panjang, akhirnya kau sampai di tempat yang di tunjukan perawat tadi. Dari kejauhan aku melihat Arman dan Nina yang menunggu di depan ruangan. Mata Arman menatap kedatanganku dengan nanar. Ku kuatkan tekad untuk melangkah. Apapun yang terjadi, aku hanya ingin meliat Indah dan bayinya baik-baik saja. Lalu pergi.

  • Lebih baik janda, daripada menderita!Β Β Β 64. Semua sudah terlambat.

    Matahari mulai meredup dan senja mulai menunjukkan kekuasaannya. Lelah tubuh ini belum juga terbayarkan dengan lembaran rupiah yang memadai. Seharian aku bekerja, baru dua pelanggan yang pakai jasaku. Dari pada melamun, aku putuskan untuk pulang saja."Taksi!" teriak seorang wanita yang berdiri di pinggir jalan. Akhirnya, di penghujung hari aku mendapatkan satu orang pelanggan lagi, lumayan.Aku menghentikan mobilku tepat di depan mobilnya. Sepertinya mobil mereka mogok. Lama aku menunggu, tapi wanita tadi tidak juga masuk kedalam mobil. Kulirik sedikit kebelakang, pantas saja lama. Ternyata mereka berdua tampak kerepotan dengan banyaknya belanjaan di bagasi belakang. Dasar wanita kaya, menghambur-hamburkan uang saja kerjanya. Sangat berbeda dengan, Indahku. Entah mengapa akhir-akhir ini aku merindukan wanita yang telah aku sakiti itu.Sudah lama aku tidak bertemu dengannya, sejak pertemuan terakhir, yang menyebabkan aku kecel

  • Lebih baik janda, daripada menderita!Β Β Β 63. Berjumpa kembali.

    Kata orang pamali berbelanja perlengkapan bayi jika usia kandungan belum memasuki tujuh bulan. Itu sebabnya aku menginjakkan kaki di toko baby shop ini saat usia kandunganku sudah masuk bukan ke-delapan. Walau sebenarnya dari bulan-bulan yang lalu aku sudah tak tahan ingin sekali membeli baju-baju yang lucu untuk bayiku. Namun kata orang tua, walaupun hanya mitos, tidak baik diabaikan, kan?"Indah coba lihat ini? Lucu banget kan, aku suka ini. Ambil ini saja, Ya!" pinta Nina sambil menunjukkan gaun kecil berwarna peach. Ia tampak antusias sekali menemaniku berbelanja perlengkapan bayiku. Karena Mas Arman sedang sibuk jadi dia tidak ikut menemani, hanya aku dan Nina saja yang pergi.Selama beberapa bulan terakhir ini, aku sudah terbiasa bersama Nina saat Mas Arman tak dapat menemaniku.Nina juga sekarang, sudah banyak berubah. Ia jadi sangat penyayang dan perhatian. Membuatku seakan memiliki saudara perempuan saja. Apa lagi, kali i

  • Lebih baik janda, daripada menderita!Β Β Β 62. Penyesalan Nina.

    Pagi-pagi rintik hujan sudah turun deras membasahi bumi. Aku berdiri di dekat jendela, menikmati dinginnya udara pagi. Memikirkan segala masalah yang terjadi. Aku masih berada di rumah Mama. Tidak seperti biasanya, di hari senin kami masih berada di sini. Semua karena keributan tadi malam, membuat kami batal untuk pulang dan melanjutkan menginap di sini.Aku terkejut, saat merasakan sepasang tangan memelukku dari belakang. "Kamu lagi mikirin apa, sayang? Bumil dilarang mikir yang berat-berat! Kasihan sama yang di dalam perut," ujar Mas Arman. Ia mengeratkan pelukannya, meletakkan dagu di atas bahuku. Aku menyenderkan punggungku di dada lebarnya, menghirup wangi sabun yang menguar dari tubuhnya. Harum dan menenangkan. Sejak hamil aku menyukai semua aroma yang keluar dari tubuhnya. Bahkan aroma keringat ia habis pulang kantor yang kata orang asam, justru tercium wangi di Indra penciumanku. "Aku hanya mengingat kejadian semala

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status