Share

Siklus Karma

Penulis: yoga surendra
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-09 13:52:33

"Aku tidak pernah memiliki saudara bernama Dyah Sri Durgamaya." balas Sekarjati menatap balik dengan sorot mata tajamnya.

“Saudaraku, kau akan mengingat semuanya dan pemenang akan ditentukan ulang bagi siapa yang layak,” ucap Durgamaya tersenyum lembut melangkahkan kakinya seketika muncul dihadapan Sekarjati menunjukkan wajah mengerikannya ketika lidah panjang menjulur ke luar melilit leher Sekarjati.

Arghhhh!!!!!

“Bahkan ketika dia berada di alam baka masih tetap melindungimu. Aku membencinya sampai kapanpun” ucapnya menatap Sekajarti dengan tatapan iri dengki.

Ia menoleh melihat Sastra yang tergeletak tak berdaya tersenyum licik hendak mendekatinya sebelum lambaian tangan Sekarjati menghalau Durgamaya hingga membuatnya terpental ke luar.

“Energi dewa!” ucap Durgamaya kesal berbalik kemudian pergi.

Sekarjati mengepalkan tangannya erat menatap kepergian Durgamaya kemudian memegang lehernya meraba kalung yang dikenakannya.

“Dia takut terhadap kalung ini. Dan bagaimana bisa aku memiliki kekuatan spiritual begitu besar secara tiba-tiba,” gumam Sekarjati kemudian menutup kembali pintu dan seluruh jendela yang terbuka.

Ia duduk mencoba menjernihkan pikirannya sembari menatap Sastra dalam diam. Pikirannya kalut terhadap kejadian yang dialaminya semenjak kedatangannya di desa Nglimputan.

“Langkasuma,” gumamnya di dalam hati teringat nama yang menjadi leluhur desa Nglimputan dan sosok dari penulis Prasasti Watu Lirang.

“Salam Gusti Putri,” ucap Langkasuma tiba-tiba muncul membuat Sekarjati terkejut menahan tawa.

“Sepertinya aku tak asing dengan adegan ini,” gumamnya menahan tawa di dalam hatinya.

“Siapa Dyah Sri Durgamaya?” ucapnya langsung kepada inti pertanyaanya.

“Dia memiliki hubungan dekat dengan Gusti Putri,” jawab Langkasuma.

Sekarjati hanya diam mendengar jawaban Langkasuma yang mengatakan bahwa dia memiliki hubungan dekat dengan Dyah Sri Durgamaya.

“Hamba hanyalah tubuh spiritual dan mengambil energi dari teman Gusti Putri,” ucapnya merujuk kepada Sastra yang membuat Sekarjati menggelengkan kepalanya tak habis pikir.

“Karma masa lalu berputar kembali di masa depan. Dia hidup abadi sedangkan aku bereinkarnasi sedangkan kamu dahulu adalah penjagaku,” ucap Sekarjati diangguki oleh Langkasuma tanpa ragu.

“Mengapa dia bisa masuk ke dalam rumah ketika aku merasakan seluruh halaman rumah telah terpasang pagar ghaib dengan energi kuat?”

“Karena Durgamaya melampaui hamba dan hanya Eyang Ratmasih yang mampu menahannya untuk tidak masuk. Namun, beliau sedang dalam urusan sangat genting menugaskan hamba menjaga Gusti Putri. Saat dia datang kemari, hamba tengah bertarung dengan para pengikutnya di luar penghalang ghaib. Durgamaya sangatlah kuat akan tetapi putri bisa melawannya jika telah mengetahui siapa putri sebenarnya,” jawab Langkasuma.

“Baiklah. Aku memanggilmu untuk menjaga ragaku,” balas Sekarjati.

“Gusti Putri ingin melakukan rogoh sukma? Terlalu berbahaya melakukannya di mari. Hamba takut ketika Durgamaya datang dan hamba tengah bertarung melawan pengikutnya dia menyusup ke dalam tubuh Gusti Putri. Dia hidup dengan berganti raga dan saat ini sedang mencari raga yang cocok baginya,” ucap Langkasuma dengan nada khawatir.

“Ada kamu yang menjagaku dan aku percaya kepada kekuatan yang kamu miliki,” balas Sekarjati tersenyum lembut.

Ia mulai duduk bersila memejamkan mata memfokuskan dirinya yang kemudian jiwa nya ke luar dari dalam raganya. Sekarjati tersenyum melihat Langkasuma yang menjaga raga nya.

Jiwanya melayang ke luar dari dalam rumah terkejut ketika meliha ratusan makhluk halus dengan segala aneka bentuk rupa. Pocong setinggi pohon kelapa dengan wajah menghitam dan tetesan air liur menjuntai ke tanah menampakkan wujud mengerikan ketika tersenyum lebar.

GRRRRRR!!!!

Suara geraman keras mengejutkan Sekarjati membuatnya menoleh ke samping dan terlihat sosok hitam raksasa berbulu, bermata merah dan taring panjang tengah marah kepada para mahkluk halus yang berusaha mendekati rumah.

“Pergi!!” ucapnya lantang mengeluarkan aura dominasi miliknya.

Suara geraman seketika membuat mereka mundur secara teratur tak berani untuk mendekat. Sekarjati tanpa rasa takut menghampiri sosok tersebut meskipun perbedaan ukuran begitu mencolok dan terkesan menakutkan.

“Semenjak aku berada di sini, aura mu telah menarik perhatianku. Begitu besar dan dominan dibandingkan lainnya,” ucapnya mengungkapkan kebenaran.

“Aku ditumbalkan untuk menjaga tanah ini. Tugasku adalah melindungi yang berada di dalam rumah ini,” balasnya dengan nada garang dan penuh tekanan.

“Siapa namamu. Aku tahu wujud sebenarnya bukanlah ini,” ucap Sekarjati.

Tak ada balasan dari sosok tersebut membuat Sekarjati mengerutkan keningnya hingga ia mengeluarkan kalung miliknya yang seketika pancaran cahaya menyilaukan bersinar membuat sosok tersebut mengerang kesakitan.

“Simpan kembali kalung itu,” ucapnya memohon.

Sekarjati menyimpan kalung miliknya setelah mendengar permohonan tulus. Beberapa saat kemudian asap muncul begitu pekat disusul kemunculan sosok laki-laki gagah layaknya prajurit.

“Namaku Ranggalawe Setrajiwa,” jawabnya tegas.

Pembawaannya begitu tegas berwibawa tak seperti kebanyakan prajurit biasa. Aura yang dipancarkan melebihi daripada prajurit biasa.

“Bantu aku,” pinta Sekajarti.

“Apa yang bisa aku bantu,” balas Ranggalawe.

“Menerobos penghalang yang berada di puncak bukit,” jawab Sekarjati yang seketika mendapatkan respon tidak mengenakkan berupa tekanan kuat yang dipancarkan oleh Ranggalawe.

“Tidak! Di luar batas penghalang itu terdapat hal yang tak sembarangan bahkan Raden Langkasuma saat ini belum tentu mampu menghadapi apa yang ada di sana,” ucapnya yang dibalas senyuman misterius Sekarjati.

Pancaran cahaya menyilaukan yang mampu membuat Ranggalawe mengerang kesakitan meminta Sekarjati untuk menyimpan kembali kalungnya.

“Baik. Aku akan mengantarkanmu ke sana,” balas Ranggalawe pasrah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Krisis Identitas

    Pak Ardira berlarian kecil kembali ke desa Nglimputan. Pemakaman telah usai dan monumen makam massal telah terpasang. Ia mencari-cari pusaka tombak dan keris di sekeliling nya dengan gelisah. "Apa yang kau cari wahai manusia," ucap seorang wanita yang seketika membuat Pak Ardira tersentak kemudian menoleh. "Sri Dyah Durgamaya," ucapnya pelan. Durgamaya berjalan mendekati Pak Ardira yang tak bisa bergerak entah karena apa. Jarak keduanya begitu dekat hingga nafas memburu terdengar begitu jelas. "Kau bukan berasal dari zaman ini," ucap Durgamaya membuat Pak Ardira terkejut. "Kau mengetahuinya?" balas Pak Ardira memberanikan diri untuk berbicara. "Tentu saja. Kembalilah ke tempat di mana kau berada dan jangan pernah ikut campur urusan ku dimari," ucap Durgamaya tersenyum kemudian tertawa tipis. Pak Ardira terdiam ditempat seakan-akan takut untuk bergerak menarik perhatian wanita iblis di depannya itu. Durgamaya tersenyum berjalan menjauhinya melihat makam massal membuatnya

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Kisah Sang Manusia Abadi

    Pak Ardira dan sang sopir masuk ke dalam setelah dipersilahkan. Mereka duduk di kursi anyaman rotan menunggu Ki Wahyu Prabawa segera kembali. "Siapa gerangan yang menemui ku saat ini?" tanya Ki Wahyu Prabawa. "Saya Ardira dari Balai Warisan Nusantara dan sopir saya Siswo" Ki Wahyu Prabawa menganggukkan kepalanya menuangkan air dari dalam kendi menyodorkannya kepada Pak Ardira dan sang sopir Siswo. "Minumlah, kalian telah jauh-jauh datang dari Jakarta kemari," ucapnya dengan senyuman tulus. Keduanya minum air dari gelas merasakan dahaga yang terpuaskan oleh air segar pegunungan. Pak Ardira kembali membuka topik pembicaraan kedatangannya kemari. "Aku tahu seseorang akan datang kemari dan oleh karena itu aku menyambut Anda," ucap Ki Wahyu Prabawa. "Syukurlah Anda tahu kedatangan saya dan berharap mendapatkan penjelasan mengenai kejadian malam itu," balas Pak Ardira. Ki Wahyu Prabawa menghela nafas panjang mengingat kejadian kelam pembantaian satu desa pada malam itu. "

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma    Pertemuan Kedua Kali

    Pak Ardira turun dari mobil berjalan menuju ke arah hutan tempat desa Nglimputan berada. Dengan mengenakan sepatu yang telah dibungkus plastik dan membawa payung hitam dirinya melewati barikade polisi yang mempersilahkannya masuk. Ia berjalan dengan tatapan datar melewati jalan satu-satunya menuju desa. Panggung wayang basah oleh hujan dan darah dari para penduduk desa mengalir mengikuti arus air hujan. "Benar-benar kejam," gumamnya melihat evakuasi mayat warga yang dilakukan relawan medis dan kepolisian untuk dimakamkan secara masal. Lubang besar telah digali dan mereka dimasukkan satu per satu ke dalamnya setelah dibersihkan. Pak Ardira mendekat melihatnya yang kemudian dihentikan oleh kemunculan seorang polisi. "Pak Ardira," ucap polisi tersebut ramah mengenali sosok di depannya. "Pak Angga yang menangani kasus ini?" balas Pak Ardira. "Benar. Saya yang menangani kasus pembantaian desa Nglimputan. Lama tidak bertemu dengan Pak Ardira," jawab Pak Angga sembari tersenyum.

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Kasus Pembantaian Desa Nglimputan

    Keesokan paginya berita akan pembantaian di desa Nglimputan termuat dalam media nasional. Kehebohan terjadi dan berbagai asumsi beredar di masyarakat. Pihak berwenang belum mengkonfirmasi motif pembantaian yang terjadi. Para jurnalis dari ibukota meluncur ke tempat kejadian mencoba menggali informasi langsung dari pihak kepolisian. Garis polisi membentang di tempat perkara dan para jurnalis mengenakan sepatu yang dilapisi plastik agar tidak menganggu ataupun mengubah tempat perkara. Sedangkan Sekarjati tengah dirawat di rumah sakit daerah kabupaten menjalani perawatan intensif dan sampai saat ini belum sadarkan diri. Balai Warisan Nusantara. Bapak Ardira tengah duduk di ruangannya melihat berita yang tengah menyiarkan tayangan langsung dari tempat perkara dikejutkan dengan kemunculan Bu Paramita yang masuk ke dalam ruangannya secara tiba-tiba. "Pak! Semua ini di luar prediksi kita. Sekarjati tak sadarkan diri dan Sastra menghilang entah kemana. Kementrian menutup paksa renacana pe

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Pembantaian Desa Nglimputan

    "Kita bertemu kembali saudaraku," ucap Durgamaya tersenyum senang.Kemunculannya bersamaan dengan Sastra dan para pengikutnya. Langkasuma segera menarik Sekarjati untuk tetap berada di dekatnya."Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Sekarjati."Nyawamu," jawab Durgamaya melotot tajam dan tertawa pelan."Jangan libatkan warga desa dalam rencana busukmu itu!" bentak Sekarjati yang langsung mendapatkan respon buruk dari Durgamaya berupa tekanan kuat begerak ke arah Sekarjati kemudian pancaran cahaya emas melindunginya.Liontin merah melayang memancarkan cahayanya yang seketika membuat mereka mengerang kesakitan. Durgamaya mengepalkan tangannya menahan amarah begitu melihatnya."Pilihanmu hanya menyelamatkan mereka atau kau mati," ucapnya memberikan ancamannya."Aku memilih mati," jawab Sekarjati tegas.Langkasuma yang melihat tekad Sekarjati mengerutkan keningnya dengan kecepatan kilat menyentuh kening Sekarjati membuatnya pingsan."Baiklah. Pertempuran kali ini benar-benar di luar bayan

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Raja Kegelapan Bathara Kala Mandrapati

    "Siapa kau?" ucap Sekarjati dengan nada ketakutan. "Aku Bhatara Kala Mandrapati sang Raja Kegelapan. Bukankah lakon ini dipersembahkan untukku?" ucapnya tertawa keras berjalan menuju ke arah panggung berdiri di belakang sang dalang kemudian duduk yang seketika membuat tubuh sang dalang bergetar memegang wayang kulit tokoh Bathara Kala dengan erat. Suara gamelan kian keras terdengar dan para penabuhnya memainkannya begitu keras bertempo cepat. Sang dalang tertawa dengan suara beratnya menggerakkan tokoh Bathara Kala begitu lihai. Sekarjati beranjak berdiri ketika menyadari aura negatif begitu kental mengelilinginya. "Aku kelaparan dan membutuhkan makanan dan kalian semua adalah makananku," ucap sang dalang tertawa keras menancapkan wayang kulitnya begitu keras kemudian beranjak berdiri menatap semua orang dengan senyuman misterius. "Wahai pengikut setiaku. Datanglah kemari nikmati hidangan terbaik kalian," ucapnya lantanng terdengar merentang kedua tangannya yang seketika puluhan m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status