Home / Horor / Legenda Bunga Wijaya Kusuma / Kasih Yang Tak Terbalas

Share

Kasih Yang Tak Terbalas

Author: yoga surendra
last update Last Updated: 2025-07-17 01:15:30

Mereka berdua melesat pergi menuju puncak bukit. Di bawah perlindungan Ranggalawe membuat seluruh makhluk halus tak berani mendekat sehingga perjalanan lancar sampai ke puncak.

“Penghalang yang menutupi puncak bukit ini sangatlah kuat dan berguna demi menjaga keamanan dunia nyata. Bernama Puncak Kendanamirah yang berarti kabut merah, sisa pertempuran. Berisikan dendam yang amat kental oleh jiwa-jiwa penuh amarah terkutuk,” ucap Ranggalawe menjelaskan secara detail puncak bukit yang menjadi tujuan mereka saat ini.

Hawa tak mengenakkan dipenuhi tekanan amarah dan dendam yang dapat memantik emosi dari seorang manusia untuk berbuat hal yang diluar batas. Kabut berwarna merah darah ke luar dari batas penghalang tersebut membawa aura negatif yang membuat Sekarjati tak nyaman dibuatnya.

“Aku tahu kamu mampu memecahkan penghalang ini karena terkait dengan masa lalumu. Aura yang kau miliki sangatlah erat kaitannya,” ucap Sekarjati menatap Ranggalawe memohon tanpa keraguan.

Merasa dirinya ditatap dengan penuh harap, Ranggalawe mengerutkan keningnya heran dengan permintaan Sekarjati.

“Mengapa tidak meminta Raden Langkasuma untuk membukanya?”

“Tidak. Dia memiliki sesuatu yang tak bisa aku jelaskan kepadamu. Aku memohon dengan tulus untuk melihat apa sebenarnya yang ada di balik penghalang ghaib ini. Secara seluruh desa Nglimputan dikelilingi pembatas ghaib yang melindungi desa dan memiliki aura yang sama dengan Langkasuma. Dia terikat dengan perlindungan desa Nglimputan sedangkan kamu memiliki aura bukan dari sini,” jawab Sekarjati.

Ranggalawe hanya diam mendengar penjelasan Sekarjati yang masuk ke dalam logika dengan pencermatan dan telaah detail.

“Kamu benar. Aku tidak terikat dengan desa Nglimputan. Aku tak semerta-merta membuka penghalang ini, kamu harus ke luar sebelum matahari terbit atau tak pernah akan kembali,” ucap Ranggalawe disetujui oleh Sekarjati.

Energi ghaib muncul di telapak tangan Ranggalawe yang kemudian melesat menghantam penghalang membuat celah kecil. Sekarjati segera masuk ke dalam tersenyum kepada Ranggalawe. “Terima kasih,” ucapnya berbalik pergi.

Sekarjati menjelajahi hutan yang dipenuhi oleh kabut merah darah dan aura negatif dari jiwa-jiwa yang tak tenang. Ia membuka telapak tangannya seketika cahaya emas muncul kemudian memadat menjadi lonceng kecil.

Klining....!!!

Klining.....!!!

Klining.....!!!

Suara lonceng menyebar memancarkan aura suci menghalau energi negatif untuk mendekat ke arahnya. Kabut merah menyingkir tak berani mendekatinya hingga perlahan-lahan menghilang oleh suara lonceng yang berdentang.

“Siapa yang berani memasuki wilayahku!” ucap seorang wanita lantang terdengar ke seluruh hutan hingga bergetar.

Sekarjati tersentak dibuatnya mencari sumber suara yang kemudian sosok wanita bertubuh tinggi tegap berkulit hijau dan rambut gimbal terurai menjuntai ke tanah datang dengan mata melotot tajam.

“Genta Malining. Pusaka suci penyuci roh jahat. Apa hubunganmu dengan orang tua itu?” ucapnya dengan nada tinggi.

“Sebenarnya dia mengenal genta suci ini dan Mpu Domas,” batin Sekarjati waspada.

Ia sekali lagi membunyikan genta malining menyebabkan gelombang suara suci bergema ke seluruh hutan dan membuat sosok tersebut murka berteriak nyaring hingga menyebabkan angin berhembus kencang menerjang Sekarjati memaksanya mundur.

“Dasar manusia rendahan! Beraninya kau membunyikan genta suci di wilayahku. Pergi!!” ucapnya lantang.

Sekarjati tak gentar menghadapi ancaman membunyikan genta malining berulang-kali tanpa ragu hingga menyebabkan kemurkaan sosok tersebut yang kian brutal.

“Kataka siapa namamu!” ucapnya dengan mulut terbuka lebar.

“Tidak akan sebelum kau memberikan namamu!!” balas Sekarjati tegas.

“Bedebah! Kau bahkan tak mengetahui siapa aku. Penguasa puncak bukit Kendanamirah bawahan Yang Mulia Ratu Sri Dyah Durgamaya sang perawan berdarah Rara Lembayung Ijo,” ucapnya dengan tawa yang menggema menggetarkan hutan.

Sekarjati tersenyum kemudian dengan kekuatan misterius jiwanya tertarik begitu cepat ke luar meninggalkan dimensi ghaib dari puncak bukit Kendanamirah. Ayam berkokok tanda menjelang pagi. Ranggalawe memutus benang tak kasat mata yang sedari tadi melilit Sekarjati semenjak awal masuk.

“Aku tahu kamu sedari awal telah merencanakan sesuatu,” ucap Sekarjati tersenyum polos.

“Tidak banyak waktu. Kamu harus kembali ke tubuhmu!” ucap Ranggalawe mendorong Sekarjati ke dalam portal yang langsung tertuju ke rumah.

Portal kembali terbuka ketika Ranggalawe melangkahkan kakinya masuk. Kabut merah ada di mana-mana dan bisikan ghaib untuk membunuh dan menyesatkan bagi siapapun yang menginjakkan di sana.

“Lembayung Ijo. Keluar!!!” teriaknya lantang. Aura yang dipancarkan begitu mengerikan dipenuhi hawa membunuh dan kemurkaan.

Rara Lembayung Ijo muncul di hadapan Ranggalawe dengan wujud tercantiknya dan tersenyum lembut.

“Ternyata Kang Mas Ranggalawe,” ucap Lembayung Ijo tertawa pelan.

“Jika kau berani mengusiknya maka aku tak segan-segan memerangimu menghancurkan lapisan Kendanamirah,” balas Ranggalawe tegas.

“Kang Mas berbicara seperti itu karena wanita tadi? Aku mencintaimu bahkan semenjak aku hidup hingga hari ini. Aku menjaga keperawananku untukmu meskipun kita berbeda junjungan,” ucap Lembayung Ijo.

“Kita selamanya berbeda dan tak akan pernah bisa bersatu sampai kapanpun. Kau dan junjunganmu adalah musuh bebuyutanku. Ingatlah bahwa semenjak kau berpihak kepadanya saat perang Dharmasrya maka semenjak itu lah aku tidak pernah menganggapmu,” balas Ranggalawe mengeluarkan auranya bahkan menggetarkan hutan menyebabkan para penghuni makhluk halus di dalamnya ketakutan. Ia kemudian pergi meninggalkan dimensi ghaib puncak Kendanamirah meninggalkan Lembayung Ijo dalam keheningan.

******

Sekarjati masuk ke dalam raganya tepat pada saat pagi datang. Langkasuma menghilang entah kemana tak terlalu dipikirkannya.

“Kau telah bangun?” tanya Sastra yang membuat Sekarjati terkejut dibuatnya.

“Sastra!!!” balas Sekarjati senang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Krisis Identitas

    Pak Ardira berlarian kecil kembali ke desa Nglimputan. Pemakaman telah usai dan monumen makam massal telah terpasang. Ia mencari-cari pusaka tombak dan keris di sekeliling nya dengan gelisah. "Apa yang kau cari wahai manusia," ucap seorang wanita yang seketika membuat Pak Ardira tersentak kemudian menoleh. "Sri Dyah Durgamaya," ucapnya pelan. Durgamaya berjalan mendekati Pak Ardira yang tak bisa bergerak entah karena apa. Jarak keduanya begitu dekat hingga nafas memburu terdengar begitu jelas. "Kau bukan berasal dari zaman ini," ucap Durgamaya membuat Pak Ardira terkejut. "Kau mengetahuinya?" balas Pak Ardira memberanikan diri untuk berbicara. "Tentu saja. Kembalilah ke tempat di mana kau berada dan jangan pernah ikut campur urusan ku dimari," ucap Durgamaya tersenyum kemudian tertawa tipis. Pak Ardira terdiam ditempat seakan-akan takut untuk bergerak menarik perhatian wanita iblis di depannya itu. Durgamaya tersenyum berjalan menjauhinya melihat makam massal membuatnya

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Kisah Sang Manusia Abadi

    Pak Ardira dan sang sopir masuk ke dalam setelah dipersilahkan. Mereka duduk di kursi anyaman rotan menunggu Ki Wahyu Prabawa segera kembali. "Siapa gerangan yang menemui ku saat ini?" tanya Ki Wahyu Prabawa. "Saya Ardira dari Balai Warisan Nusantara dan sopir saya Siswo" Ki Wahyu Prabawa menganggukkan kepalanya menuangkan air dari dalam kendi menyodorkannya kepada Pak Ardira dan sang sopir Siswo. "Minumlah, kalian telah jauh-jauh datang dari Jakarta kemari," ucapnya dengan senyuman tulus. Keduanya minum air dari gelas merasakan dahaga yang terpuaskan oleh air segar pegunungan. Pak Ardira kembali membuka topik pembicaraan kedatangannya kemari. "Aku tahu seseorang akan datang kemari dan oleh karena itu aku menyambut Anda," ucap Ki Wahyu Prabawa. "Syukurlah Anda tahu kedatangan saya dan berharap mendapatkan penjelasan mengenai kejadian malam itu," balas Pak Ardira. Ki Wahyu Prabawa menghela nafas panjang mengingat kejadian kelam pembantaian satu desa pada malam itu. "

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma    Pertemuan Kedua Kali

    Pak Ardira turun dari mobil berjalan menuju ke arah hutan tempat desa Nglimputan berada. Dengan mengenakan sepatu yang telah dibungkus plastik dan membawa payung hitam dirinya melewati barikade polisi yang mempersilahkannya masuk. Ia berjalan dengan tatapan datar melewati jalan satu-satunya menuju desa. Panggung wayang basah oleh hujan dan darah dari para penduduk desa mengalir mengikuti arus air hujan. "Benar-benar kejam," gumamnya melihat evakuasi mayat warga yang dilakukan relawan medis dan kepolisian untuk dimakamkan secara masal. Lubang besar telah digali dan mereka dimasukkan satu per satu ke dalamnya setelah dibersihkan. Pak Ardira mendekat melihatnya yang kemudian dihentikan oleh kemunculan seorang polisi. "Pak Ardira," ucap polisi tersebut ramah mengenali sosok di depannya. "Pak Angga yang menangani kasus ini?" balas Pak Ardira. "Benar. Saya yang menangani kasus pembantaian desa Nglimputan. Lama tidak bertemu dengan Pak Ardira," jawab Pak Angga sembari tersenyum.

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Kasus Pembantaian Desa Nglimputan

    Keesokan paginya berita akan pembantaian di desa Nglimputan termuat dalam media nasional. Kehebohan terjadi dan berbagai asumsi beredar di masyarakat. Pihak berwenang belum mengkonfirmasi motif pembantaian yang terjadi. Para jurnalis dari ibukota meluncur ke tempat kejadian mencoba menggali informasi langsung dari pihak kepolisian. Garis polisi membentang di tempat perkara dan para jurnalis mengenakan sepatu yang dilapisi plastik agar tidak menganggu ataupun mengubah tempat perkara. Sedangkan Sekarjati tengah dirawat di rumah sakit daerah kabupaten menjalani perawatan intensif dan sampai saat ini belum sadarkan diri. Balai Warisan Nusantara. Bapak Ardira tengah duduk di ruangannya melihat berita yang tengah menyiarkan tayangan langsung dari tempat perkara dikejutkan dengan kemunculan Bu Paramita yang masuk ke dalam ruangannya secara tiba-tiba. "Pak! Semua ini di luar prediksi kita. Sekarjati tak sadarkan diri dan Sastra menghilang entah kemana. Kementrian menutup paksa renacana pe

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Pembantaian Desa Nglimputan

    "Kita bertemu kembali saudaraku," ucap Durgamaya tersenyum senang.Kemunculannya bersamaan dengan Sastra dan para pengikutnya. Langkasuma segera menarik Sekarjati untuk tetap berada di dekatnya."Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Sekarjati."Nyawamu," jawab Durgamaya melotot tajam dan tertawa pelan."Jangan libatkan warga desa dalam rencana busukmu itu!" bentak Sekarjati yang langsung mendapatkan respon buruk dari Durgamaya berupa tekanan kuat begerak ke arah Sekarjati kemudian pancaran cahaya emas melindunginya.Liontin merah melayang memancarkan cahayanya yang seketika membuat mereka mengerang kesakitan. Durgamaya mengepalkan tangannya menahan amarah begitu melihatnya."Pilihanmu hanya menyelamatkan mereka atau kau mati," ucapnya memberikan ancamannya."Aku memilih mati," jawab Sekarjati tegas.Langkasuma yang melihat tekad Sekarjati mengerutkan keningnya dengan kecepatan kilat menyentuh kening Sekarjati membuatnya pingsan."Baiklah. Pertempuran kali ini benar-benar di luar bayan

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Raja Kegelapan Bathara Kala Mandrapati

    "Siapa kau?" ucap Sekarjati dengan nada ketakutan. "Aku Bhatara Kala Mandrapati sang Raja Kegelapan. Bukankah lakon ini dipersembahkan untukku?" ucapnya tertawa keras berjalan menuju ke arah panggung berdiri di belakang sang dalang kemudian duduk yang seketika membuat tubuh sang dalang bergetar memegang wayang kulit tokoh Bathara Kala dengan erat. Suara gamelan kian keras terdengar dan para penabuhnya memainkannya begitu keras bertempo cepat. Sang dalang tertawa dengan suara beratnya menggerakkan tokoh Bathara Kala begitu lihai. Sekarjati beranjak berdiri ketika menyadari aura negatif begitu kental mengelilinginya. "Aku kelaparan dan membutuhkan makanan dan kalian semua adalah makananku," ucap sang dalang tertawa keras menancapkan wayang kulitnya begitu keras kemudian beranjak berdiri menatap semua orang dengan senyuman misterius. "Wahai pengikut setiaku. Datanglah kemari nikmati hidangan terbaik kalian," ucapnya lantanng terdengar merentang kedua tangannya yang seketika puluhan m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status