Share

Malam Mencekam

Author: yoga surendra
last update Last Updated: 2025-07-04 23:37:53

Sekarjati membopong Sastra masuk ke dalam rumah sebelum hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Ia meletakkan tubuh Sastra di kamar kemudian pergi ke dapur.

"Sepertinya aku harus sedikit berusaha," gumamnya melihat tungku dan kayu bakar.

Sekarjati menyalakan perapian setelah beberapa kali percobaan. Panci berisikan air di letakkannya di atas perapian yang menyala berkobar-kobar. Suasana begitu hening yang hanya terdengar suara jangkrik di luar rumah.

"Aku merasa mereka memiliki tugas yang lain hingga aku tak bisa merasakan keduanya," gumam Sekarjati merujuk pada Eyang Ratmasih dan Langkasuma.

Suara tokek mengagetkan Sekarjati di tengah keheningan malam yang sebenarnya baru saja magrib. Suara tokek yang berulang membuatnya tertarik hingga menghitungnya hingga suara terkahir yang menurutnya cukup lama dan membuatnya yakin bahwa suara tersebut merupakan yang terakhir

"Konon jika tokek berbunyi tepat 7 kali maka ada sesuatu tak kasat mata yang berada di dekatnya," gumam Sekarjati menatap air yang telah mendidih kemudian diangkatnya dari tungku perapian.

Ia mengambil cangkir yang telah dibersihkan nya, menuangkan air panas sedikit kemudian dicampur dengan air mineral dingin hingga menjadi hangat. Kemudian dibawanya untuk diminum Sastra sebelum sehelai rambut hitam panjang tiba-tiba terjatuh ke dalam panci membuatnya heran mengambil nya kemudian dibuang sembarangan sembari meringis karena rasa panas.

Sekarjati mengabaikan hal sepele yang terjadi bergegas ke kamar Sastra menyuruhnya untuk minum air hangat supaya tubuhnya merasa baikan.

"Maafkan aku merepotkan mu," ucap Sastra tersenyum tak berdaya dengan wajah pucat nya.

"Kita sahabat dari awal kuliah tentu saja hal seperti ini tidak merepotkan sama sekali," balas Sekarjati menggelengkan kepalanya tanpa ragu.

Sastra menegak habis air hangat yang diberikan kepadanya lantas bersender mantap Sekarjati cukup lama sebelum helaan nafas panjang ke luar darinya.

"Begitu khawatir nya aku kepadamu hingga tak sadar bahwa itu semua ilusi dari setan yang terkutuk," ucapnya mengingat hal yang sebelumnya terjadi kepadanya.

"Ceritakan apa yang kamu alami sebenarnya," pinta Sekarjati kepada Sastra.

"Semua berawal dari panggilan lirih tak berdaya. Aku baru saja ke luar dari toilet mendengar suara yang sama persis denganmu. Saat aku menjulurkan kepalaku untuk melihat ke dalam sumur, tiba-tiba muncul kepala yang terbakar dan semuanya menghitam setelahnya. Aku mencium aroma gosong saat itu sebelum semuanya terjadi," ucap Sastra menjelaskan keseluruhan kronologi kepada Sekarjati.

"Kau berbohong," balas Sekarjati singkat namun sukses membuat Sastra tersentak.

"Aku malu untuk mengakuinya," ucap Sastra menundukkan kepalanya.

"Kau mengikuti seorang wanita bukan? Cantik tiada tara bagaikan seorang bidadari ke luar dari rumah bahkan melewati halaman menuju entah kemana itu sebelum kembali. Dia licik mengkambinghitamkan makhluk lain untuk menyelamatkan diri," balas Sekarjati.

Sastra menganggukkan kepalanya malu mendengar ucapan Sekarjati yang benar apa adanya.

"Istirahatlah," ucap Sekarjati kepada Sastra.

Ia beranjak berdiri menyalakan lentera guna menerangi kamar Sastra ketika malam semakin gelap. Dirinya ke luar dari kamar berjalan di lorong-lorong rumah merasakan sesuatu tengah mengawasinya.

Tokk.... Tokk...Tokk.....

Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Sekarjati dan terburu-buru ke depan untuk membukakan pintu. Ketika pintu terbuka terdapat Pak Yanto bersama dengan istrinya membawa rantang.

"Ini makanan buat Mbak Sekarjati dan Mas Sastra. Maaf seadanya," ucap Pak Yanto menyerahkan rantang tersebut kepada Sekarjati.

"Terima kasih Pak..." balas Sekarjati sembari tersenyum.

"Kenalkan ini istri saya Lasmi. Dia yang akan membantu Mbak Sekarjati beradaptasi di desa," ucap Pak Yanto.

Bu Lasmi mengulurkan tangannya dibalas oleh Sekarjati yang juga memperkenalkan namanya.

"Pesan saya jangan pernah ke luar rumah jika tidak terpaksa. Ketika terdengar suara ketukan pintu jangan sekali-kali dibuka jika tidak ada suara mengingat hal mistis sangatlah kental di desa terlebih menjelang suro," ucap Pak Yanto memberikan nasehat dan peringatan secara jelas.

"Saya mengerti Pak," balas Sekarjati menganggukkan kepalanya.

Pak Yanto dan Bu Lasmi berpamitan setelahnya. Sekarjati menutup pintu berbalik terkejut hingga berteriak ketika melihat wajah Sastra begitu dekat dengannya. Tatapan mata tajam dan samar-samar aroma tidak mengenakan ke luar dari dalam tubuhnya.

"Kau bukan Sastra. Siapa kau sebenarnya!" ucap Sekarjati lantang mendorong tubuh Sastra hingga menjauh darinya.

"Kalian akan mati semua karena tak semestinya berada di sini." ucapnya tertawa terbahak-bahak hingga batuk tak henti-hentinya yang kemudian muntahan air ke luar dari dalam mulutnya begitu deras dan menjijikkan.

Sekarjati menaruh rantang di kursi bergegas berlari lompat dan membalikkan tubuh Sastra mengeluarkan liontin miliknya menempelkannya pada tengkuk Sastra membuatnya mengerang kesakitan bagaikan pisau menyayat tubuhnya.

"Yang menang tetaplah menang. Kalian akan mati!!" teriak Sastra lantang memuntahkan air bercampur darah kemudian ambruk tak sadarkan diri.

Sekarjati membopong Sastra untuk duduk di kursi ruang tamu sembari menghela nafas. Peluh membasahi dahinya membuatnya terduduk dengan nafas tersengal-sengal.

"Tidak sesederhana yang aku pikirkan. Pasti ada hal yang tak aku ketahui bahkan mereka tak mengetahuinya. Apa yang dilakukan Sastra hingga membuatnya seperti ini jarak waktu antara kita bertemu dan kejadian sangatlah dekat tak mungkin baginya untuk pergi jauh ke luar dari rumah," gumam Sekarjati merenung mengingat hal yang mungkin terlewat baginya.

Kemampuan spesial nya tak hanya sebatas melihat hal yang tak terlihat melainkan bisa melihat masa lalu hanya dengan menyentuh orang namun dirinya sulit membedakan hal yang sebenarnya terjadi dengan tipu daya setan terkutuk.

Sekarjati memutuskan untuk tidak tidur berdiam diri di samping Sastra. Sebelumnya ia ke kamar mengambil buku dan perlengkapan alat tulis lainnya yang sebelumnya digunakan untuk mencatat isi dari prasasti Watu Lirang dan tak lupa manuskrip kuno.

Malam semakin larut dan suasana menjadi kian hening. Dengan cahaya lentera malam dan aroma dupa gaharu, Sekarjati membaca secara runtut mengenai isi dari prasasti kuno Watu Lirang.

"Apakah benar kerajaan Lintang Pethak beneran ada di sekitar gunung Pethak ini. Jika iya bagaimana aku menemukan peta menuju reruntuhan hanya dengan mengandalkan manuskrip kuno ini yang sebagian telah menghilang," gumam Sekarjati bingung.

Ia menatap stempel kerajaan berbentuk bunga Wijaya Kusuma mekar berwana merah membuatnya mengerutkan dahinya teringat akan liontin miliknya.

"Satu-satunya peninggalan dari orang tua ku hanyalah liontin bunga Wijaya Kusuma berwarna merah darah ini,"gumamnya mengamati dengan seksama liontin miliknya yang berisikan bunga Wijaya Kusuma asli berbalut batu merah.

Angin berhembus pelan di luar rumah menggoyangkan pepohonan dan suara geraman terdengar lirih seakan-akan merasakan kehadiran bahaya.

"Angin dhemit. Siapa gerangan yang datang," gumamnya lirih.

Sekarjati beranjak berdiri ketika angin kencang menerjang rumahnya hingga membuka jendela rumah secara paksa. Ia mencoba tak panik berjalan ke arah pintu yang bergetar hebat seakan-akan sesuatu mencoba merangsak masuk secara paksa.

Brakkk!!!!!

Pintu terbuka lebar berserta angin kencang berhembus masuk ke dalam rumah disertai jeritan lantang dari Sekarjati.

"Akhirnya aku bertemu denganmu," ucapnya tertawa terbahak-bahak menunjukkan wajah mengerikannya berupa wajah terbakar menyisakan mata yang melotot dan senyuman lebar.

Rambutnya menjuntai berkibar oleh angin yang kemudian menyusut dan seluruh wujudnya berubah menjadi wanita cantik jelita bersanggul.

"Siapa kau!!!"teriak Sekarjati.

"Aku saudaramu. Dyah Sri Durgamaya," ucapnya tersenyum licik.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Mulai Mencari Tahu

    Sekarjati selesai membersihkan badannya tengah bersantai di halaman belakang sembari melihat pohon beringin begitu rindang menambah kesejukan. Ia teringat akan Ranggalawe yang telah membantunya pergi ke puncak bukit Kendanamirah hingga membuatnya bertemu dengan Rara Lembayung Ijo."Ada makanan dari Bu Lasmi," ucap Sastra tiba-tiba muncul menunjukkan rantang baru yang dibawanya.Sekarjati beranjak berdiri menghampiri Sastra dan keduanya menyiapkan keperluan alat makan. Mereka duduk berhadapan di ruang meja makan setelah semuanya siap. Aroma dupa harum membuat Sekarjati tersenyum tipis menatap Sastra."Sepertinya kamu telah meniru kebiasaanku untuk menyalakan dupa pengharum ruangan," ucap Sekarjati tertawa kecil."Aku mulai menyukai aroma dupa. Mungkin karena aku selalu berada di dekatmu," balas Sastra.Keduanya makan dengan lahap untuk beberapa saat. Sastra menyelesaikannya terlebih dahulu membuat Sekarjati menggelengkan kepalanya heran."Sepertinya laki-laki ditakdirkan untuk makan be

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Semuanya Memiliki Alasan

    Sastra terlihat bingung ketika ekspresi Sekarjati yang terlihat senang dan terkesan berlebihan hingga ingin memeluknya.“Eits... Stop!” ucap Sastra yang seketika menyadarkan sikap berlebihan dari Sekarjati.“Maaf,” ucapnya canggung Sekarjati kembali duduk melihat Sastra yang tengah berdiri di depan pintu membawa air hangat sembari menghirup udara segar. Kebingungan terlintas di dalam pikirannya ketika melihatnya yang seperti tak ada kejadian aneh dialaminya sebelumnya.“Kita kembali ke Jakarta,” ucap Sastra yang seketika membuat Sekarjati spontan terkejut dibuatnya.“Kenapa?” tanya Sekarjati bingung.“Rahasia telah diketahui dan tugas kita selesai,” jawab Sastra yang seketika mendapatkan respon penolakan.“Tidak! Aku tidak setuju untuk kembali sebelum ditemukannya prasasti penguat keberadaan Kerajaan Lintang Pethak yang tidak tercatat dalam sejarah Nusantara. Penemuan prasati Watu Lirang telah membuka rahasia yang terkubur selama ini dan aku tak akan membiarkan semuanya berhenti begi

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Kasih Yang Tak Terbalas

    Mereka berdua melesat pergi menuju puncak bukit. Di bawah perlindungan Ranggalawe membuat seluruh makhluk halus tak berani mendekat sehingga perjalanan lancar sampai ke puncak.“Penghalang yang menutupi puncak bukit ini sangatlah kuat dan berguna demi menjaga keamanan dunia nyata. Bernama Puncak Kendanamirah yang berarti kabut merah, sisa pertempuran. Berisikan dendam yang amat kental oleh jiwa-jiwa penuh amarah terkutuk,” ucap Ranggalawe menjelaskan secara detail puncak bukit yang menjadi tujuan mereka saat ini.Hawa tak mengenakkan dipenuhi tekanan amarah dan dendam yang dapat memantik emosi dari seorang manusia untuk berbuat hal yang diluar batas. Kabut berwarna merah darah ke luar dari batas penghalang tersebut membawa aura negatif yang membuat Sekarjati tak nyaman dibuatnya.“Aku tahu kamu mampu memecahkan penghalang ini karena terkait dengan masa lalumu. Aura yang kau miliki sangatlah erat kaitannya,” ucap Sekarjati menatap Ranggalawe memohon tanpa keraguan.Merasa dirinya ditat

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Siklus Karma

    "Aku tidak pernah memiliki saudara bernama Dyah Sri Durgamaya." balas Sekarjati menatap balik dengan sorot mata tajamnya.“Saudaraku, kau akan mengingat semuanya dan pemenang akan ditentukan ulang bagi siapa yang layak,” ucap Durgamaya tersenyum lembut melangkahkan kakinya seketika muncul dihadapan Sekarjati menunjukkan wajah mengerikannya ketika lidah panjang menjulur ke luar melilit leher Sekarjati.Arghhhh!!!!!“Bahkan ketika dia berada di alam baka masih tetap melindungimu. Aku membencinya sampai kapanpun” ucapnya menatap Sekajarti dengan tatapan iri dengki.Ia menoleh melihat Sastra yang tergeletak tak berdaya tersenyum licik hendak mendekatinya sebelum lambaian tangan Sekarjati menghalau Durgamaya hingga membuatnya terpental ke luar.“Energi dewa!” ucap Durgamaya kesal berbalik kemudian pergi.Sekarjati mengepalkan tangannya erat menatap kepergian Durgamaya kemudian memegang lehernya meraba kalung yang dikenakannya.“Dia takut terhadap kalung ini. Dan bagaimana bisa aku memiliki

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Malam Mencekam

    Sekarjati membopong Sastra masuk ke dalam rumah sebelum hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Ia meletakkan tubuh Sastra di kamar kemudian pergi ke dapur. "Sepertinya aku harus sedikit berusaha," gumamnya melihat tungku dan kayu bakar. Sekarjati menyalakan perapian setelah beberapa kali percobaan. Panci berisikan air di letakkannya di atas perapian yang menyala berkobar-kobar. Suasana begitu hening yang hanya terdengar suara jangkrik di luar rumah. "Aku merasa mereka memiliki tugas yang lain hingga aku tak bisa merasakan keduanya," gumam Sekarjati merujuk pada Eyang Ratmasih dan Langkasuma. Suara tokek mengagetkan Sekarjati di tengah keheningan malam yang sebenarnya baru saja magrib. Suara tokek yang berulang membuatnya tertarik hingga menghitungnya hingga suara terkahir yang menurutnya cukup lama dan membuatnya yakin bahwa suara tersebut merupakan yang terakhir "Konon jika tokek berbunyi tepat 7 kali maka ada sesuatu tak kasat mata yang berada di dekatnya," gumam Sekarjati

  • Legenda Bunga Wijaya Kusuma   Para Penjaga Sang Putri

    Sosok yang disebut Sekarjati sebagai Eyang Ratmasih menghilang dan muncul di depannya menyentuh lembut pipi Sekarjati. " Nak...... ingatlah, nanti malam tak perlu takut, Eyang ada di sini." ucapnya tersenyum lembut kepada Sekarkati layaknya berbicara dengan cucunya sendiri. "Sekar mengerti." Eyang Ratmasih menganggukkan kepalanya kemudian menghilang. Selang beberapa menit kemudian Sastra datang membawa tas beserta perlengkapan lainnya dan mengajak Sekarjati untuk masuk ke dalam. Hawa dingin terasa ketika pintu dibuka. Debu tebal memenuhi ruangan beserta perabot kayu jati yang ada di sana menambah kesan mewah dan mistis. "Aku tidak menyangka semuanya terbuat dari kayu jati," ucap Sastra kagum. "Kita perlu berhati-hati di rumah ini," ucap Sekarjati tiba-tiba berubah menjadi serius. "Aku mengerti," balas Sastra. Mereka masuk ke dalam kamar masing-masing meletakkan perlengkapan kemudian mulai membersihkan segala hal yang ada di dalam rumah menjadi layak untuk disinggahi.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status