MasukBab Utama : 1/5. Bab Utama pertama hari ini...
Angin pegunungan menyayat seperti bilah tak terlihat.Qing Jian berdiri tegak di punggung Byakko saat mereka menembus lapisan awan terakhir. Kabut terbelah di belakang mereka, hutan mati tenggelam jauh di bawah, berganti tebing-tebing curam yang menjulang angkuh. Jalur batu muncul di hadapan—dipahat rapi, lurus, dan tua. Bukan sekadar batu. Setiap pijakannya memancarkan niat pedang yang tenang namun tajam, seolah ribuan ayunan pernah mengukir tempat ini.Byakko memperlambat langkah, lalu menundukkan kepala besar itu.Qing Jian melompat turun.“Kau tunggu di sini,” katanya pelan, suaranya nyaris terseret angin. “Jaga jalur belakang.”Byakko mengaum rendah—patuh, waspada.Begitu telapak kaki Qing Jian menyentuh jalur batu—WUUUNG—!!Udara bergetar. Tekanan tak kasatmata datang dari segala arah, bukan untuk melukai melainkan menimbang, menguji, dan menyaring.Ujian Huashan.Qing Jian tidak mundur. Ia melangkah maju.Satu langkah—tekanan menekan bahu.Dua langkah—udara mengeras seperti di
Qing Jian dan Byakko terus menerobos Hutan Mati yang semakin ganas dan kejam.Dari segala penjuru, hewan-hewan roh iblis bermunculan.Tanah bergetar ketika beruang bermata enam menerobos akar-akar mati, bulunya hitam legam dipenuhi retakan cahaya iblis. Di udara, burung pemakan jiwa meluncur rendah, paruhnya berlapis lendir hitam, sayapnya memotong kabut. Dari celah tanah, kelabang bertaring kristal merayap keluar, tubuh panjangnya berkilau dingin, setiap gerakan meninggalkan jejak racun yang mendesis.Semua membawa aura yang sama.Dingin, rakus, dan menjijikkan.Milik Luo Kui.Dengan satu tujuan... menghalangi langkah Qing Jian menuju Pegunungan Huashan.“Dia benar-benar menebar jaring di seluruh Huashan,” desis Qing Jian, mata tajam menyapu medan. “Beruntung ia tidak turun tangan sekarang... kemampuanku sepertinya belum sanggup menandinginya.”Bibirnya terangkat membentuk senyum tipis—bukan takut, melainkan tertarik.“Bagus,” katanya ringan. “Aku tidak suka dikejar diam-diam.”Byakko
Qing Jian tidak menunggu lembah itu kembali sunyi sepenuhnya.Ia tahu—Lembah Huashan tidak pernah benar-benar tenang selama nama Luo Kui masih bergaung di udara, menempel pada tanah, pada kabut, pada darah yang belum mengering. Setiap detik ia berdiri diam hanyalah kesempatan bagi jebakan baru untuk lahir, bagi kehendak iblis itu untuk kembali menjalar.Jejak Luo Kui harus dimusnahkan di Lembah Huashan ini agar bisa dilalui pelintas jalan yang hendak ke Pegunungan Huashan, terutama ke Huashan-Pay... agar tidak jatuh korban lagi akibat ulah Cultivator Iblis ini.Huashan-Pay.Perguruan pedang legendaris yang konon bersembunyi di balik Pegunungan Huashan yang indah, terlindung oleh formasi kuno dan sumpah darah para leluhur. Tempat yang hanya disebut dalam rumor di kota maupun desa sekitar—dan hanya oleh mereka yang benar-benar paham betapa berbahayanya nama itu.“Ada apa dengan Huashan-Pay? Kenapa pendekar pedang di sana tidak membersihkan jalur Lembah Huashan ini?” pikir Qing Jian.Kemu
Jubah hitam berkibar pelan. Wajah-wajah tertutup topeng tulang pucat, rongga matanya kosong dan menyeramkan. Jumlah mereka belasan orang—namun aura yang mereka pancarkan berat dan padat. Inti Emas. Tidak satu pun lemah.Di antara mereka, seorang pria kurus dengan rambut abu-abu kusut melangkah maju. Kulitnya pucat seperti mayat kuno, matanya kosong tanpa cahaya kehidupan. Namun senyumnya—bengkok dan menjijikkan.“Qing Jian,” katanya dengan suara serak, seolah pita suaranya telah lama terkikis racun. “Aku Tetua Sekte Tengkorak Hitam.”Qing Jian menyipitkan mata. 'Kau tahu namaku dari mana? Sepertinya semua kenal namaku, sedangkan aku tidak kenal kalian!"Tetua sekte tidak menjawab.Angin lembah membawa bau darah, racun, dan kematian.Qing Jian akhirnya ingat dengan sekte ini.“Jadi ini alasan Mei Shia berlari kembali ke sektemu,” katanya datar.Tetua itu terkekeh pelan. Suaranya seperti tulang digesekkan satu sama lain.“Gadis itu?” Ia mengibaskan tangan seolah membuang sampah. “Hanya u
Bayangan harimau itu belum sepenuhnya menyatu ke dalam jiwa Qing Jian—namun jeritannya telah lenyap, teredam oleh keheningan yang menggantung berat di Lembah Huashan.Lembah yang masih menyimpan sejuta misteri bagi Qing Jian.Qing Jian berdiri terengah di tengah kehancuran akibat pertarungannya dengan Roh Hewan raksasa yang telah dirasuki roh iblis milik Cultivator Iblis.Tanah di sekelilingnya menghitam seperti arang terbakar, retakan menjalar ke segala arah, dan bongkahan batu besar terbelah oleh sisa benturan Qi. Udara terasa lengket, berbau hangus dan dingin, dipenuhi residu Qi iblis yang belum sepenuhnya menghilang—menyengat hidung, menekan napas.Tidak ada tanda-tanda pria tua yang memiliki Pedang Giok Hitam ini muncul di sana setelah pertarungan yang cukup dasyat di lembah ini.“Sepertinya aku memang dijebak oleh pria tua itu untuk mati di lembah Huashan ini,” batin Qing Jian. "Lebih baik aku keluar saja dari Lembah Huashan ini." Di belakangnya, siluet Harimau Putih Bertanduk E
Harimau putih itu meraung kembali—namun kali ini, raungannya berlapis sesuatu yang lain.Udara di sekelilingnya bergetar. Di atas kepalanya, simbol-simbol hitam bermunculan satu per satu, melayang seperti tulisan kuno yang dilukis langsung di kehampaan. Rune iblis. Tua. Busuk. Sarat kehendak rakus.Qi di seluruh lembah berputar liar.Bukan mengalir—melainkan diseret paksa.Tanah yang tadinya lembab mengering dalam sekejap, retak seperti kulit mati. Akar-akar pohon yang terkubur di bawah tanah menghitam, rapuh, lalu berubah menjadi abu yang beterbangan bersama kabut. Rumput layu, batu kehilangan kilau spiritualnya.Qing Jian merasakan perubahan itu dengan jelas.Qi di udara menipis.Bahkan napas terasa lebih berat—seolah setiap tarikan paru-parunya dicuri sedikit demi sedikit.“Jika aku berlama-lama…” gumamnya, suara rendah dan tertahan, “aku akan kalah dalam perang Qi.”Ia menancapkan Pedang Dewa Ilahi ke tanah.TRANG!Getaran logam suci merambat ke dalam bumi. Qing Jian berdiri tegak







