Home / Fantasi / Legenda Sang Genius Immortal / 02. Jenius Tidak Berguna

Share

02. Jenius Tidak Berguna

Author: Bebby
last update Last Updated: 2025-04-14 04:43:53

Langit pagi menyelimuti kediaman Keluarga Besar Shin dengan matahari yang perlahan muncul dari balik awan. Di balik pilar-pilar batu megah, seorang gadis berdiri, angin menggoyangkan helaian rambut hitamnya yang berkilau seperti untaian sutra. Ia adalah Shin Shiang, sosok muda dengan kecantikan yang menenangkan namun sorot matanya tajam—penuh pemikiran. Ia menatap halaman dalam dari kejauhan, menyaksikan seorang pemuda yang melesat lincah melewati koridor panjang. Terdengar riuh langkah kaki, berkejaran dengan suara napas yang terengah-engah.

"Shin Tian..." gumamnya lirih, hampir tak terdengar, namun dengan nada getir.

"Sampai kapan kau akan terus seperti ini?" batinnya, suara dalam hatinya penuh kegelisahan yang nyaris menyesakkan dada.

Shin Tian, sepupunya, adalah satu-satunya pewaris sah dari Keluarga Besar Shin. Di usianya yang masih belia, dia seharusnya telah menguasai ranah kultivasi seperti para generasi unggulan lainnya. Tapi kenyataannya? Tidak satu pun jalur energi dalam tubuhnya dapat dibuka. Tubuhnya ibarat beku, tertutup dari segala bentuk aliran spiritual. Bahkan sekadar mengumpulkan tenaga dalam saja adalah kemustahilan.

Namun dunia tidak bisa menampik satu fakta—Shin Tian adalah seorang jenius. Ia bisa menyebutkan teori kultivasi dari gulungan kitab manapun, dari halaman paling dalam perpustakaan keluarga, seakan semuanya hanya catatan kecil di sudut ingatannya. Dalam bidang teknologi, dialah pelopor dari berbagai alat dan formasi modern yang digunakan para murid perguruan.

Sayangnya, kejeniusannya justru menjadi bahan cibiran. Tak sedikit murid senior yang memandangnya dengan tatapan muak. “Apa gunanya otak, jika tubuhmu lumpuh untuk berkultivasi?” begitu kata mereka.

Dan hari itu, seperti biasa, Shin Tian berlari riang di sepanjang koridor, tertawa kecil sambil memeluk semacam alat kecil berkilauan—mungkin proyek aneh yang sedang ia uji. Tetua Wang, pria tua dengan jubah kelabu dan napas yang mulai pendek, berlari mengejarnya dengan langkah berat.

“Shin Tian! Berhenti! Kau akan—”

Sebuah suara menggelegar seperti halilintar menyambar dari ujung lorong.

"BERHENTI!"

Langkah Shin Tian terhenti mendadak. Di hadapannya berdiri seorang pria gagah, tubuhnya tegap bagai gunung, sorot matanya tajam seperti elang yang baru saja disinggung sarangnya. Aura dominasi menyelimuti sekelilingnya, membuat udara seolah lebih berat.

“Ayah…” Shin Tian menunduk, berusaha menghormati sosok itu meskipun matanya tak bisa menyembunyikan sedikit getaran.

Shin Long, sang pemimpin Keluarga Besar Shin, tak menyembunyikan amarahnya. Tangan kanannya mengepal, rahangnya mengeras.

“Dasar anak tak berguna! Setiap hari hanya membuat keributan!” suaranya nyaring, menggetarkan dada siapa pun yang mendengarnya. “Kau ini memang jenius—jenius yang tidak berguna, Shin Tian!”

Nada dingin itu menusuk seperti belati. Bahkan ia tidak memanggil anaknya dengan panggilan ‘Tian’er’, sebutan penuh kasih yang biasanya digunakan oleh ayah kepada anaknya.

Tetua Wang akhirnya tiba, terhuyung namun segera berdiri tegak.

“Toako! Jaga bicaramu!” serunya dengan suara lantang, meski napasnya masih tersengal. “Tian’er tetaplah anakmu! Mungkin jalur kultivasinya belum terbuka, tapi tidak adakah sedikit harapan dalam hatimu untuknya?”

Namun Shin Long hanya mendengus, matanya menyipit penuh kekecewaan.

“Aku tidak butuh anak yang hanya bisa bicara soal teori dan alat aneh! Aku butuh penerus sejati, pemimpin yang bisa melindungi keluarga ini dengan kekuatan sejati, bukan dengan rancangan kertas!”

Shin Tian berdiri kaku, wajahnya perlahan memucat. Hatinya seperti diremas tangan tak terlihat. Kata-kata itu—kata-kata dari ayahnya sendiri—jatuh bagai palu ke dada.

"Jadi, semua usahaku... semua alat yang kudesain... semua pengetahuanku... tidak ada artinya?"

"Kalau dia terus seperti ini," lanjut Shin Long tanpa belas kasihan, "lebih baik dia pergi dari keluarga ini! Daripada jadi aib, lebih baik dia enyah dari hadapanku!"

Sunyi menggantung sesaat, sebelum deru angin sore menyapu dedaunan kering di halaman. Shin Tian tidak menjawab. Tangannya meremas alat kecil yang dibawanya tadi. Tak pecah, tapi ada getaran halus di ujung jari-jarinya. Matanya yang tadinya bersinar cemerlang kini redup. Tapi di balik kerapuhan itu, ada bara kecil yang mulai menyala—diam-diam.

Shin Shiang yang menyaksikan dari kejauhan mengepalkan tinjunya. Nafasnya tertahan, lalu perlahan dihembuskan. Ia tahu, di balik kelemahan fisik sepupunya, tersembunyi kekuatan yang belum disadari dunia.

"Shin Tian... dunia belum tahu siapa dirimu sebenarnya. Tapi aku percaya, waktumu akan datang."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
makin menarik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Legenda Sang Genius Immortal   53. Resonansi Roh Darah

    Suara alarm masih meraung, memenuhi ruang bawah tanah ShinCorp dengan cahaya merah berdenyut. Mesin Tempus di tengah ruangan berputar semakin cepat, seolah merespons ancaman yang bahkan belum terlihat oleh mata telanjang.Abigail berdiri tegang di samping panel kendali, jemarinya bergerak cepat di atas permukaan holo, mencoba menstabilkan medan waktu. Shin Tian, dengan tatapan tajam, berjalan perlahan mengitari silinder energi itu, merasakan arus qi yang saling bertabrakan seperti dua sungai liar.“Apa yang kau lakukan?” Shin Tian menatap Abigail dengan nada waspada.“Mesin ini… bereaksi padamu,” jawab Abigail tanpa mengalihkan pandangan dari layar. “Saat kau mendekat, frekuensinya melonjak dan memicu temporal breach—celah waktu. Itu artinya darah kita memiliki keterkaitan.”Shin Tian menatap kristal ungu Chrono Essence yang berputar di pusat mesin, lalu kembali pada Abigail. “Bukan hanya keterkaitan. Darahmu… beresonansi dengan garis keturunan Shin Lin. Itu berarti—”“Aku adalah rein

  • Legenda Sang Genius Immortal   52. Mesin Waktu ShinCorp

    Langit di atas Kota Shanghai saat itu berwarna kelabu—awan-awan menggantung berat seakan menekan puncak-puncak gedung pencakar langit yang diselimuti kabut elektronik. Di dalam ruang rapat eksklusif lantai 99 gedung pusat ShinCorp, sebuah pertemuan rahasia tengah berlangsung.Lantai kaca transparan memantulkan siluet lima orang berpakaian formal, duduk melingkar di depan layar melayang. Di tengah layar, wajah Shin Tian membeku dalam potret digital yang baru saja diambil dari kamera keamanan apartemen Abigail. Data biometrik dan sinyal qi anomali tertulis di sampingnya.Seorang pria tua dengan rambut putih keperakan menyipitkan mata. “Energinya… bukan dari dunia ini. Resonansi spiritualnya identik dengan pola-pola kuno dalam Kitab Darah Shin.”“Dan ia mengklaim sebagai sahabat Shin Lin,” ujar seorang wanita dengan suara dingin, mengenakan seragam militer bertuliskan ‘Divisi X : Dimensional Time Warfare’.“Ini bukan sekadar klaim,” jawab yang lain, “data DNA-nya cocok dengan garis darah

  • Legenda Sang Genius Immortal   51. Bersama Abigail

    Mobil Porsche berwarna silver itu meluncur pelan menembus malam kota yang basah oleh gerimis. Lampu-lampu jalan memantul di kaca jendela, menciptakan garis-garis cahaya yang seperti menggores waktu. Di dalam mobil, suasana terasa hening namun tegang.Abigail sesekali melirik ke pria aneh yang duduk di sampingnya. Jubah koyaknya kini dibalut mantel tebal yang ia berikan, tapi tatapan matanya… tatapan itu seperti milik orang yang telah melihat dunia terbakar dan bangkit dari abu.“Kau yakin tak perlu ke rumah sakit?” tanya Abigail dengan nada ragu.“Aku tidak terluka. Hanya… terguncang,” jawab Shin Tian pelan, suaranya dalam dan tenang. “Dunia ini… berbeda dari yang aku kenal. Tapi kau… dan nama yang kau bawa… itu menarik perhatianku.”Abigail mengernyit. “Kau masih belum menjelaskan apa maksudmu dengan ‘datang dari masa Shin Lin’. Kau bicara seolah itu bukan sejarah.”Shin Tian menoleh ke jendela, menatap gedung-gedung tinggi yang seolah menusuk langit.“Karena bagiku… itu bukan sejara

  • Legenda Sang Genius Immortal   50. Terdampar di Masa Modern

    WUSSSSHHHHH!Seketika segalanya lenyap.Cahaya ungu, biru, dan emas yang membentuk Gerbang Retakan menelan tubuh Shin Tian. Tubuhnya terasa seperti diurai menjadi serpihan roh dan daging, melayang-layang di antara jalinan waktu yang tak bisa dimengerti oleh akal manusia. Suara-suara masa lalu dan masa depan menyatu dalam gaung tak beraturan, membisikkan takdir yang belum dipilih dan kenangan yang belum terjadi.Namun lalu…BRAKKKK!!“YA AMPUN!!” teriak seorang wanita dari dalam mobil mewah berwarna perak metalik yang kini berhenti mendadak di tengah jalan kota.Tubuh Shin Tian terlempar ke udara dan jatuh menghantam trotoar keras. Jubah kelamnya robek di beberapa bagian, dan rambut panjangnya berantakan. Tapi anehnya, tidak ada darah. Tidak ada luka parah. Tubuhnya seakan menyerap benturan itu—efek sisa dari teknik pertahanan spiritualnya, yang entah bagaimana masih bertahan.Shin Tian menggeliat pelan, matanya beradaptasi dengan cahaya asing—lampu jalan kota, klakson mobil, udara yan

  • Legenda Sang Genius Immortal   49. Menuju Menara Jam

    Langit Quilin malam itu tampak sangat kelam. Awan kelabu menggantung rendah di atas menara-menara kuno, dan rembulan, yang seharusnya bersinar penuh, tampak pecah seperti cermin retak di langit. Suasana kota begitu sunyi, seakan waktu sendiri enggan bergerak.Shin Tian berdiri di atap Biara Senja Laut, mengenakan jubah baru berwarna kelam dengan lambang Dewa Alkemis tersulam samar di dada. Jubah itu terasa berat, tidak hanya oleh kainnya, tapi oleh beban perjalanan yang akan ia tempuh.Kael Chronis muncul dari balik bayangan, membawa gulungan kulit tua yang memancarkan hawa dingin yang bukan berasal dari dunia ini. Ia membentangkannya di atas lantai batu, memperlihatkan peta rahasia yang menunjukkan jalur tersembunyi menuju Reruntuhan Menara Jam, tempat Gerbang Retakan tersembunyi.“Ini hanya bisa terbuka saat jarum waktu melewati titik mati,” ujar Kael. “Dan malam ini… hanya tersisa satu putaran detik sebelum celah itu muncul kembali.”Shin Lin berdiri di sisi mereka, matanya tajam m

  • Legenda Sang Genius Immortal   48. Dilema

    Angin laut berdesir pelan, menyusup di antara tiang-tiang batu Biara Senja Laut. Tapi di aula utama, keheningan terasa seperti pusaran—menarik semua suara, semua keraguan, dan semua pilihan ke tengah ruang.Kael Chronis berdiri tenang. Sorot matanya menusuk Shin Tian seperti cahaya yang mampu mengurai waktu itu sendiri.“Aku tahu ini membingungkan. Tapi aku tidak datang membawa teka-teki, Shin Tian. Aku datang membawa pilihan.”Shin Tian melangkah pelan ke depan, jubahnya menggesek lantai batu. Pandangannya tidak lepas dari Kael. “Apa maksudmu dengan ‘Retakan Waktu’? Apa itu tempat … atau sesuatu yang terjadi?”Kael menatapnya dalam-dalam. “Retakan Waktu adalah luka di arus waktu … sebuah celah tempat takdir masa depan dan masa lalu saling tarik menarik. Kau berasal dari masa depan yang—percayalah—telah pecah berantakan. Tapi retakan itu tidak hanya menarikmu kemari. Ia mulai mempengaruhi banyak garis waktu lain.”Tabib Tao berjalan perlahan ke sisi mereka, menggenggam tongkat kayu hi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status