Share

Lelaki pemuas mingguan

"Aku setuju. Tapi ada syaratnya."

"A...apa Jayka?" Tanyanya dengan wajah kami sedekat ini.

Wajahnya gugup dan malu-malu. Astaga ternyata wajah merona malu itu benar-benar ada. Bukan sebuah deskripsi semata. 

"Janji kamu akan merahasiakan hal ini? Termasuk pada keluargamu?"

Minaki mengangguk. "Janji."

"Janji akan benar-benar membantuku?" 

Ia mengangguk lagi.

Aku menyodorkan jari kelingking, tapi Minaki enggan menerimanya. Begitu aku memberi kode lewat mata barulah ia menautkan jari kelingkingnya.

"Kamu siap mendengar ceritaku?" 

"Siap Jayka. Aku akan mendengarkannya."

Aku harus membuat hati Minaki berbunga dan nyaman agar misi ini tersalurkan dengan lancar. 

Kata seorang seniman, cukup sentuh lah dia tepat di hatinya. Dia kan jadi milikku selamanya. 

Sentuh lah dengan setulus cinta, buat hatinya terbang melayang. 

Aku berusaha menyemangati diri agar fokus pada wajahnya, tidak menoleh ke arah kaki yang cacat itu. Jujur itu membuat suasana hatiku menjadi tidak bersemangat. 

Aku menuntun tangan Minaki agar menyentuh dadaku. Dan aku menatap manik matanya lekat.

"Minaki, aku terlahir sebagai anak yang tidak diinginkan lalu dibuang. Kemudian aku diadopsi sepasang suami istri yang menjadi orang tua angkatku. Lalu aku memutuskan bekerja di Jepang demi membantu ekonomi keluarga."

"Awal kehidupanku tidak senyaman kamu yang berasal dari keluarga terpandang. Aku hidup dalam kemiskinan. Kamu sudah mulai paham maksudku?" 

Minaki mengangguk lalu menggerakkan jarinya yang menyentuh dadaku. Jari bercat kuku warna pink itu seakan ingin mengusap dadaku tapi enggan.

"Disini, aku bekerja siang malam, demi kehidupan yang lebih baik. Demi keluargaku di Indonesia."

"Mungkin kamu menyukaiku karena melihat sisi keren dan gemerlapku saja. Tapi aku juga punya sisi menderita."

"Tidak Jayka. Aku menyukai kamu apa adanya. Semua tentang kamu." Ucapnya.

"Penderitaan ini biasa kupikul sendiri. Tapi terasa lebih ringan saat kamu mau mendengar dan membantuku. Jujur aku membutuhkan teman yang bisa membantu, bukan mengejek kekuranganku."

"Apa yang kamu harapkan dariku Jayka?" 

Aku menggenggam tangannya. "Keluargaku membutuhkan biaya besar untuk pengobatan ayahku."

"Kenapa dengan ayahmu?" 

Aku menunduk dengan mengusap jemari halusnya.

"Kakinya patah dan semua kebutuhan rumah tangga aku yang menanggung. Aku memiliki dua adik angkat yang masih sekolah."

"Lalu? Bukankah kamu sudah bekerja? Menjadi seorang DJ?"

Aku mengangguk. "Tapi itu kurang Minaki. Biaya pengobatan yang diperlukan cukup banyak. Maka dari itu aku menerima tawaran kedua orang tuamu."

"Benarkah? Mengapa kamu tidak bilang dari awal Jayka?" Tatapannya berubah sendu.

"Inilah hidup Minaki. Aku harus tetap berjuang demi keluargaku di sana dengan segala cara."

Aku meraih tangannya dan menciumnya lembut. 

Astaga! Aku mirip lelaki penggoda. 

"Apa kamu kesulitan keuangan Jayka? Maaf aku bertanya demikian."

Aku mengangguk. "Kamu harus tahu karena kita partner. Sahabat dekat."

"Lalu sekarang ayahmu harus menjalani apa menurut dokter?" 

Aku menunduk sedih. "Operasi. Dan uangku kurang banyak Minaki."

Minaki membelai pipiku kaku. Dia terlihat amatir melakukan ini. "Apa maksudnya kamu ingin meminjam uangku?" 

Aku mengangguk. "Bolehkah aku minta bayaran di awal? Nanti akan kubayar dengan jasaku, sesuai keinginanmu kapan ingin bertemu denganku."

Minaki mengangguk. "Baiklah Jayka. Berapa yang kamu pinjam?" 

"120 ribu Yen."

Minaki sedikit terkejut.

"Aku tidak akan pergi jika hutangku belum lunas. Bahkan kamu boleh menikmati semua yang ada pada diriku."

Tunggu...

Apa aku menyerahkan diri dengan ikhlas pada Minaki?

 "Apapun Jayka?" 

Aku mengangguk sedikit ragu.

"Aku boleh menyentuh bahkan menciummu?" 

Aku kembali mengangguk ragu.

Tanpa sadar aku telah menjual diri pada Minaki demi harta. Pikirku, jika laki-laki yang melakukannya itu hal yang lumrah. Tapi akan berbeda cerita jika perempuan yang menawarkan dirinya. 

"Kapan kamu butuh uangnya Jayka?" 

"Apa aku bisa menerimanya tiga hari lagi?" 

Minaki terlihat berpikir. Lalu mengangguk dengan wajah sumringah.

"Aku akan menyediakannya besok lusa. Semoga ayahmu segera membaik Jayka."

"Terima kasih." Ucapku bahagia.

Padahal aku membutuhkan uang itu untuk membeli tanah Bik Sun sebelum jatuh ke tangan Pak Bimo.

Aaah.... bapak, maafkan aku sedikit menggunakan dirimu untuk berdrama di depan Minaki. Jika tidak begini kapan lagi keluarga kita akan dipandang oleh tetangga? 

Kapan kita memiliki derajat di lingkungan sosial? 

Aku ingin mereka tahu jika keluargaku termasuk dalam jajaran 'orang punya'. Bukan keluarga yang selalu dipandang sebelah mata. 

Air mata ibu ketika membela bapak  dituduh tidak jujur bekerja saat aku masih SMP, masih membekas hingga sekarang. Kini, dengan uang hasil merayu gadis lugu cacat seperti Minaki seperti membuka lebar jalanku untuk membalas dendam ejekan tetangga. 

Dan untuk Minaki, yang terpenting aku tidak melukai hati atau mengolok-olok fisiknya. Aku hanya sedikit bersandiwara agar ia mau membantuku. Toh uang yang kupinjam ini akan kukembalikan dengan jasa yang kuberikan.

Sah sah saja. Karena aku bekerja untuknya dan ia membayar usahaku. 

"Kapan aku bisa bekerja untukmu Minaki?" Ucapku lembut dengan memegang kedua tangannya.

Ia tampak cantik dan bersemu malu. "Em....bagaimana jika mulai besok?"

"Bagaimana jika setiap minggu aku datang memuaskanmu?"

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Tjhung Jithat
mantap bagus bgt
goodnovel comment avatar
Acep Sumanta
mantap kali sijaka ini ...walaupun berbohong demi kebaikan...lanjut jak...
goodnovel comment avatar
Sutannasati Tanjung
enak juga ya 2cwek sakigus dibayar pula itu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status