Dewa melayangkan pukulannya ke wajah lelaki itu hingga dia melepaskan Aulula dari pelukannya.“Kau mau mati?” tanya Dewa menarik leher baju lelaki itu dengan berang.Orang itu juga berusaha memberontak. Namun, tenaganya kalah dengan kekuatan Dewa.“Kau kenal dia?” tanya Dewa kepada Aulula.Aulula menggeleng sambil duduk dengan raut wajah yang ketakutan.Bught! Bught!Dewa kembali memukul wajah lelaki itu dengan sekuat tenaga, hingga sudut bibir lelaki itu mengeluarkan darah. Dan orang itu tidak mampu memberikan perlawanan sedikitpun. Hingga wajah lelaki itu sudah babak belur, dan tergeletak di lantai.“Pergi dari sini!” teriak Dewa marah dengan menendang lelaki itu, namun sepertinya lelaki itu tidak memiliki tenaga untuk bergerak. Dia hanya menyapu sudut bibirnya yang terus mengeluarkan darah.Kemudian salah seorang karyawan tempat karaoke masuk kedalam ruangan Dewa."Maaf mengganggu. Orang ini mabuk," ujar karyawan itu dan segera memampah si lelaki mabuk untuk keluar dari ruangan Dew
Merasa tidak mendapat penolakan dari Aulula, Dewa semakin berani. Dia kini dengan tergesa-gesa menurunkan salah satu tali tank top Aulula. Hasrat Dewa pun memuncak. Pandangan keduanya bertemu. Dewa kembali melihat ke arah dada Aulula yang ternyata tato yang tadi membuat Dewa penasaran itu hingga ke bagian sensitifnya hingga gairah Dewa semakin liar dan tidak terkendali.Karena nafsu yang sudah memuncak dari keduanya, akhirnya Aulula mengajak Dewa untuk pergi ke kamar yang tersedia khusus untuk pelanggan yang di sediakan oleh tempat karaoke tersebut. Dewa hanya menurut.“Pak Dewa, beristirahatlah di sini. Karena di sini bapak akan lebih merasakan ketenangan daripada di ruangan karaoke,” ujar Aulula setelah mereka tiba di kamar khusus tersebut.Aulula duduk didalam pelukan Dewa untuk memancing hasrat Dewa, bahkan kemudian Aulula sengaja menurunkan salah satu tali tanktopnya memamerkan tubuhnya yang begitu indah.Dewa sudah tidak tahan dengan godaan yang diberikan oleh Aulula tersebut, a
“Kurangajar!” teriak Dewa marah. Dia mencoba menelepon kembali nomor tersebut, namun tidak bisa."Aku akan membunuhmu!" teriak Dewa mendorong tubuh Aulula yang masih saja memeluknya. Mendengar hal itu, wajah Aulula memucat ketakutan. Dia tidak tahu salahnya dimana dan Dewa akan membunuhnya."Pak, apa salahku?" tanya Aulula pelan.Dewa tersentak mendengarnya, apalagi saat melihat wajah Aulula pucat pasi karena ketakutan."Maaf, bukan kau maksudnya. Seseorang menelepon dan memancing emosi," jawab Dewa pelan."Aku harus pergi!" ujar Dewa kemudian.Dia mengenakan segera pakaiannya dan bergegas meninggalkan tempat hiburan itu tidak peduli dengan Aulula yang sibuk bertanya."Pak Dewa mau ke mana?!" teriak Aulula yang mencoba menahan Dewa.Namun, Aulula tidak berhasil karena Dewa segera menepis tangan Aulula yang menariknya tersebut. Namun, sebelum pergi dari kamar Aulula tersebut, Dewa ternyata masih sadar kalau dia memesan jasa Aulula untuk menemaninya. Sehingga Dewa meninggalkan sejumla
"Siapa yang harus aku hubungi untuk bertanya tentang ibu?" tanya Dewa pelan sambil terus memandang layar ponselnya.Selama ini, Dewa tidak pernah tahu dengan siapa ibunya bergaul, apa lagi saat dia tinggal di penjara. Jadi, Dewa benar-benar tidak tahu dan tidak mendapatkan bayangan. Dewa berusaha menelpon salah seorang teman ibunya tinggal di lokalisasi tempat mereka dulu, namun ternyata teman ibunya juga tidak tahu Rasti memiliki masalah dengan siapa. Karena selama ini dia tidak pernah tahu jika Rasti memiliki hutang ataupun memiliki masalah dengan orang lain.Bahkan teman ibunya tersebut marah-marah karena Dewa menelponnya di saat dia sedang melayani pelanggan."Kau sepertinya tidak tahu waktu dan tidak tahu pekerjaan orang, ya? Apa kau tidak melihat sekarang jam berapa? Dan kau tahu pekerjaanku adalah kebanyakan di malam hari, kau malah menelpon menanyakan masalah ibu kau, ya mana aku tahu!" teriak teman ibunya tersebut dengan nafas yang terburu-buru, bahkan Dewa sempat mendengar
“Kenapa ibu sembunyikan ini?” tanya Dewa pelan.Di dalam kardus yang Dewa temui terdapat beberapa lembar foto Rasti bersama seorang pria dan ada satu buah buku harian.Buku harian tersebut tampaknya sudah begitu lama, karena terlihat sudah begitu usang. Dewa membaca beberapa baris buku tersebut ternyata hal itu adalah perjalanan kisah cinta Rasti saat dulu masih muda.Dewa tertegun ketika beberapa lembar berikutnya Rasti bahkan menyebut dengan jelas nama seorang lelaki yang disebut sebagai ayah kandung Dewa."Kenapa Ibu menyembunyikan ini dariku?” tanya Dewa sembari menatap foto Rasti muda yang sedang dirangkul oleh seorang pria.Dari catatan yang Dewa temukan tersebut, Dewa tahu kalau ternyata Rasti mulai menjadi seorang penjual tubuh itu adalah setelah Rasti melahirkan Dewa, karena keputusasaannya menerima takdir hidup yang benar-benar kejam tersebut."Kau lelaki bangsat yang hanya bisanya mengeluarkan sperma mu dan membuat aku terlahir ke dunia ini dengan penuh penghinaan dari oran
“Kalian tunggu saja, kalian akan mati di tanganku!” ujar Dewa masih dengan sangat marah sambil menatap layar ponselnya. “Jangan dikira aku akan takut, sedikitpun aku tidak akan takut!” teriak Dewa.“Bahkan aku tidak pernah takut mati!”Dewa kemudian mendorong kembali kardus yang tadi dibongkarnya ke tempat semula, dan tidak lupa Dewa mengambil satu buah foto Rasti bersama lelaki yang diduga ayah kandungnya tersebut.Dewa merasa informasi dari kardus itu sudah cukup dia dapatkan, dan itu belum harus dilakukannya sekarang. Yang utama saat ini adalah menyelamatkan ibunya terlebih dahulu.‘[Nomor yang anda tuju sedang tidak bisa dihubungi, cobalah beberapa saat lagi.]’Suara operator memecah kesunyian di malam itu, dimana Dewa mencoba menelpon nomor yang tadi mengirimkan gambar kepadanya. Namun, ternyata nomor tersebut sudah tidak bisa dihubungi kembali, dan Dewa heran dalam sekejap nomor-nomor itu sudah tidak bisa dihubungi.“Pengecut! Kenapa hanya berani menyerang diam seperti ini? Kal
“Aku tidak akan kalah, kalian akan menyesal mencari masalah denganku!” “Setelah ini, ibu harus jujur kepadaku.”Dewa bergegas membawa uang seperti yang diminta oleh si penculik.Namun, Dewa bukanlah orang yang polos dan menurut begitu saja. Karena, dia kemudian segera meminta bantuan kepada polisi, namun Dewa meminta polisi untuk mengamatinya dari jauh dan silakan menggerebek setelah dia mendapatkan ibunya. Karena Dewa tidak ingin terjadi apa-apa kepada ibunya, namun Dewa tidak akan pernah mengalah begitu saja."Ibu bertahanlah, apapun yang mereka lakukan kepada ibu nanti akan kita balas semuanya," ujar Dewa yang menyewa sebuah mobil untuk menuju ke tempat tersebut, dan tidak lupa Dewa sudah membayar polisi untuk melakukan penggerebekan itu."Sepertinya aku memang harus membeli mobil sendiri, karena kalau aku seperti ini akan repot jika terjadi apa-apa tidak ada mobil yang stand by di rumah," ujar Dewa kemudian yang tiba-tiba dia terpikir untuk segera memiliki sebuah kendaraan.Dewa
"Siapa kalian?!" teriak Dewa keras, namun sayangnya nomor tersebut tidak lagi mendengarkan Dewa, karena panggilan tersebut sudah buru-buru dimatikan. Siapa orang tersebut sehingga membuat Dewa hampir gila seperti itu, dan dia benar-benar membuat Dewa kehilangan kesabaran.Kring! Kring! Kring!Baru saja Dewa selesai memaki, kembali ponselnya berdering dengan sangat keras. Sehingga dengan tanpa melihat ke layar, Dewa langsung menjawab saja panggilan tersebut."Siapa kalian? Sebutkan saja jati diri kalian, jangan pernah bertingkah seperti banci!" teriak Dewa marah.Hening beberapa saat."Pak, ini Ari. Kenapa Bapak marah-marah sama saya? Emang saya ada salah?” tanya suara seseorang di ujung telepon yang membuat Dewa tersadar kalau saat ini yang menghubunginya adalah sang sekretaris."Maaf, Ari. Ternyata itu kau, aku hari ini tidak bisa untuk datang ke kantor. Ibuku mengalami masalah dan saat ini sedang berada di sebuah rumah sakit. Aku harus menunggu beliau sadar terlebih dahulu, karena s