“Kau mencoba memanfaatkan aku?”
Dewa merasa saat ini Kalila sedang memanfaatkan. Dia berpikir, Kalila pasti meragukan kemampuannya, sehingga wanita itu dengan berani menyetujui tetapi memberikan syarat tambahan.
“Tidak! Aku tidak pernah memanfaatkanmu. Tapi, aku yakin kamu tidak akan mampu!” ujar Kalila dengan jujur. “Dan ingat Dewa yang tadi kamu katakan kepadaku, semua itu ada harganya. Termasuk perusahaan ini!”
Dewa benar-benar merasa tertantang untuk membuktikan perkataan Kalila, walaupun dia tidak pernah memiliki sebuah perusahaan. “Baiklah! Aku setuju!”
Bagi Dewa, pantang untuknya menolak tantangan, apalagi dari seorang wanita seperti Kalila.
“Apa kau yakin? Ini perusahaan besar, bukan gerobak gorengan,” ujar Kalila seolah tidak percaya dengan kemampuan Dewa.
“Jangan meragukan aku, Kalila. Kau yang akan menyesal,” jawab Dewa sembari kembali menghisap rokok yang baru saja dinyalakannya dan menikmati kepulan asap putih yang semakin banyak itu.
“Kalau begitu datanglah sekarang kerumahku!” ujar Kalila yang kemudian mematikan sambungan telepon. Ternyata Kalila masih tetap meminta Dewa untuk datang kerumahnya.
“Hei….” Dewa memanggil Kalila dan hanya menggeleng menatap layar ponselnya.
Dewa merasa masuk ke dalam jebakan yang dibuat oleh Kalila. Karena saat dihubungi kembali nomor itu sudah tidak tersambung.
“Dasar wanita tua!” kesal Dewa melempar ponselnya ke atas meja.
Dan pada akhirnya Dewa tidak ada pilihan lain, selain harus menemui Kalila saat ini. Dia yakin tidak akan ada pekerjaan yang lebih baik kedepannya, semua orang pasti akan memandang rendah seorang mantan narapidana ditambah lagi dia adalah anak seorang PSK. Meskipun mulutnya berbusa menjelaskan kalau dia tidak bersalah, orang tidak akan ada yang percaya.
Dengan perasaan yang masih penuh dengan amarah, Dewa meninggalkan rumah kontrakannya.
“Ibu, aku harus pergi ke rumah seseorang. Ingat! Jangan sesekali lagi ibu berani melakukan pekerjaan itu lagi. Aku tidak main-main, kali ini aku benar-benar akan membunuh lelaki itu, siapa pun orangnya!” ujar Dewa berpesan kepada ibunya.
“Aku mampu memenuhi semua kebutuhan kita, Ibu. Dan kita akan segera pindah dari sini,” lanjut Dewa sebelum benar-benar keluar dari rumahnya.
Rasti tidak menjawab sepatah katapun, hanya bisa mengangguk. Dia tahu ancaman Dewa tidak pernah main-main.
Dengan menggunakan ojek online, Dewa kembali menyambangi rumah Kalila, kali ini dia langsung menuju ruangan Kalila.
“Hei, kau mau ke mana?” tanya salah seorang penjaga mengejar Dewa.
“Menemui Kalila!” jawab Dewa menepis tangan orang itu yang berusaha menariknya saat Dewa akan meraih handle pintu ruangan Kalila.
“Jangan sekarang! Ibu Kalila sedang ada urusan!” si penjaga.
Dewa tidak peduli, karena merasa Kalila-lah yang memanggilnya untuk segera datang ke rumah itu.
Braak!
Dewa membuka pintu ruangan Kalila dengan keras.
“Dewa!” panggil Kalila dengan terkejut saat melihat Dewa yang membuka pintu ruangan itu.
Di dalam sana terlihat Kalila sedang bersama pengawal yang tadi menjemputnya di penjara. “Bukankah kamu yang meminta aku datang ke sini?” tanya Dewa sambil mengernyitkan keningnya dan bingung melihat ada hal yang aneh. “Apa yang kalian lakukan?”
Apalagi saat melihat Kalila merapikan roknya juga si pengawal yang tampak memasang kancing blazernya. Sedangkan penjaga yang tadi melarang Dewa masuk sudah pergi entah ke mana, mungkin dia ketakutan karena mengganggu Kalila.
“Tidak ada, Desti hanya sedang membantuku mengusir kecoa yang masuk ke bajuku.” Kalila menjelaskan, sembari berdiri kikuk, mencoba menghampiri Dewa. “Aku memang memintamu ke sini, aku hanya tidak percaya kamu datang secepat ini.”
Dewa tak bertanya lebih lanjut. Dia pun memutuskan untuk mempercayai alasan Kalila barusan.
“Duduklah,” ucapnya singkat pada Dewa. Kemudian, Kalila menatap sang pengawal dan berkata lembut, “Desti, silakan tinggalkan ruangan ini. Ada hal penting yang harus aku bicarakan kepada Dewa.”
Perempuan muda itu hanya mengangguk dan meninggalkan ruangan itu dengan cemberut, bahkan dia mendelik saat melihat ke arah Dewa. Membuat Dewa hanya menggelengkan kepalanya.
Kalila berjalan menuju meja kerjanya, dan terlihat membuka laci di mejanya.
“Tandatangani ini!” ujar Kalila sembari menyodorkan dua lembar kertas kepada Dewa.
“Apa ini?” tanya Dewa penasaran.
“Baca sendiri!” jawab Kalila dengan ketus.
Ternyata itu adalah surat perjanjian yang sudah dibuatkan oleh Kalila. Bahkan secepat itu Kalila menyiapkan semuanya.
Dewa meraih kertas itu dan mulai membacanya, Kalila membuatkan perjanjian terpisah antara perjanjian pernikahan kontrak mereka dengan perjanjian pengalihan perusahaan.
Lembar pertama adalah surat perjanjian kontrak pernikahan selama sepuluh tahun, setelah itu mereka akan bercerai. Dan hal yang sangat aneh ada salah satu point yang menyatakan mereka tidak harus tidur bersama.
‘Ternyata dia hanya ingin status saja dalam pernikahan itu.’ Dewa membaca dengan cermat perjanjian tersebut.
Dan lembar yang kedua adalah perjanjian atas perusahaan yang diberikan oleh Kalila. Jika dalam jangka waktu 3 tahun Dewa tidak bisa membuat perusahaan untung minimal 50% dari target, maka perusahaan akan kembali ke tangan Kalila.
“50% dari target?” tanya Dewa menatap heran ke arah Kalila.
Kalila mengangguk. “Selama ini keuntungan perusahaan itu tidak pernah dibawah 50% dari target. Kalau kamu tidak mampu, itu artinya kepemimpinan kamu yang patut dipertanyakan,” ujarnya santai, kemudian menuangkan minuman beralkohol ke gelas dan meminumnya hingga tandas.
Tanpa pikir panjang Dewa menandatangani surat tersebut. Dia menyetujui semua yang ada. Toh ini hanyalah sebuah pernikahan kontrak, dan hanya 10 tahun. Setelah itu mereka akan bercerai. Artinya saat mereka bercerai Dewa masih berusia 33 tahun, itu usia yang sangat matang, dia tidak terlalu tua. Setelahnya dia akan dengan mudah menikahi gadis yang lebih muda karena dia sudah memiliki perusahaan.
Setelah menandatangani perjanjian itu Dewa menyunggingkan senyumannya.
“Pernikahan ini akan dilaksanakan besok!” ujar Kalila saat kembali menerima lembaran yang sudah di tandatangani oleh Dewa.
“Hah?!” Dewa sangat terkejut mendengar apa yang Kalila sampaikan.
“Secepat itu?” tanya Dewa heran.
“Lebih cepat lebih baik!” jawab Kalila yang kemudian menyalakan rokoknya kemudian menghembuskan asap rokoknya di depan muka Dewa.
Dewa hanya menghela nafas berat. Wanita yang berada di depannya itu sepertinya sudah tidak sabar dengan pernikahan mereka yang membuat Dewa heran sebenarnya apa tujuan Kalila ingin menikah dengannya.
“Bawa ibu kamu atau cukup kamu datang sendiri saja tidak apa. Karena pernikahan ini hanya berlangsung sederhana!” lanjut Kalila santai sambil tangannya sibuk menari di layar ponselnya.
“Apa tidak bisa diundur?” tanya Dewa yang merasa belum membicarakan semuanya kepada ibunya. Dia tahu Rasti pasti akan sangat terkejut dengan rencana pernikahan yang mendadak ini apalagi Dewa akan menikah dengan perempuan yang jauh lebih tua darinya.
“Tidak bisa! Kita harus segera menikah.”
Keesokan paginya di rumah kediaman Kalila tampak kesibukan yang tidak seperti biasanya. Kedua orang tua Kalila pun terlihat sedang duduk di sebuah sofa dengan wajah yang masam.Tepat pukul delapan pagi, Dewa datang seorang diri dengan mengenakan pakaian terbaik yang dimilikinya. Dia sengaja tidak mengajak sang ibu, dan berjanji akan segera memperkenalkan Kalila kepada Rasti setelah mereka menikah.“Akhirnya kamu datang juga,” sambut Kalila yang sepertinya sudah khawatir kalau Dewa tidak akan datang.“Aku pasti menepati janjiku,” jawab Dewa dengan pelan."Iya, karena kau pasti takut tidak bisa hidup," ujar Kalila."Kau yang memintaku menikahimu, berhenti berbicara, Kalila," jawab Dewa."Untungnya kau tidak membawa ibumu, karena pastinya nanti akan banyak yang mengenalinya, dia adalah kupu-kupu malam yang sangat bersinar," ejek Kalila lagi."Jangan hina ibuku!" ujar Dewa yang menahan dirinya karena saat ini dia sedang tidak mau ribut.Kalila hanya merespons dengan tersenyum meremehkan.
“Camkan itu!” bisik William dan kemudian beranjak pergi.Dewa mengepalkan tangannya menahan emosi memandang lelaki yang sudah senja itu menaiki mobilnya.“Jangan sekali-kali kau menyentuh dan mengganggu ibuku! Aku tidak peduli siapa kau! Aku akan membunuhmu!” ujar Dewa di dalam hatinya dengan gigi gemerutuk.“Kenapa? Kau marah pada papaku?” tanya Kalila menepuk pundak Dewa sambil tersenyum mengejek.Kalila tahu, William pasti mengatakan sesuatu tentang ibunya sehingga membuat Dewa begitu emosi. Karena, Dewa tidak akan sekesal itu kalau hanya dia yang dihina. Tapi, kalau menyangkut ibunya, emosi Dewa naik berkali-kali lipat. “Aku ingatkan, jangan ganggu ibuku!” ujar Dewa dengan kesal dan meninggalkan wanita yang beberapa jam lalu sudah sah menjadi istrinya itu.Cess!Dewa menyalakan rokoknya ketika tiba di halaman belakang di dekat kolam renang. Emosinya masih cukup tinggi. Namun, beberapa saat kemudian Dewa menyunggingkan senyuman di bibirnya, karena apa yang William takutkan juga s
“Apa?! Rumah?” tanya Kalila pura-pura kaget.“Jangan pura-pura tidak mengerti, Kalila!” bentak Dewa kesal.Kalila tersenyum jahat, dia sudah tahu Dewa pastinya sangat mengincar hartanya. Karena tidak ada yang dicari oleh orang miskin seperti Dewa melainkan sebuah harta kekayaan. Apalagi Dewa adalah seorang mantan narapidana, tidak akan mudah mencari pekerjaan yang layak yang bisa menghasilkan uang yang banyak."Enak sekali kau minta rumah. Kau pikir beli rumah itu seperti beli kacang goreng," jawab Kalila dengan tersenyum sinis.Dewa menatap lekat mata Kalila. Dia tersenyum miring melihat tingkah sang istri. Kalila seolah memang sengaja memancing emosi Dewa."Sesuai dengan janji yang pernah kau ucapkan, kalau kau akan menjamin kehidupan yang layak untukku dan ibuku," jawab Dewa dengan santai namun dengan penuh penekanan.Dewa tidak mau terpancing emosi. "Kita baru saja sah menjadi suami istri, kau langsung meminta rumah. Apakah tidak bisa menunggu besok, atau di hari lain. Masih bany
“Jadi, apa?” tanya Dewa setelah menuruti keinginan Kalila. Dia duduk kembali dengan mata yang terus menatap Kalila dengan tajam."Baiklah, besok bawa ibumu pindah ke sebuah rumah di perumahan Bumi Residence, rumah nomor 54 blok A," jawab Kalila pelan sembari menenggak minuman yang baru saja disediakan oleh bi Karni.Dewa hanya terdiam beberapa saat dan menolak satu gelas kecil minuman berwarna kuning kecoklatan itu yang ditawari oleh Kalila.Meskipun Dewa tinggal di lingkungan yang bebas dan tidak baik, tapi Dewa selalu menghindari minum minuman yang memabukkan itu."Jangan pernah membohongiku, Kalila!" ujar Dewa yang memastikan kalau Kalila tidak akan berbohong dengan apa yang disampaikannya."Aku tidak berbohong, aku memiliki satu rumah disana yang baru aku beli beberapa bulan lalu dan belum ditempati. Ambil saja itu untuk ibumu," jawab Kalila yang kemudian menyalakan satu batang rokok dan menghisapnya dengan pelan."Kau akan tahu akibatnya kalau kau berbohong!" ujar Dewa kesal dan
“Seperti yang kau lihat, Kalila,” jawab Rasti pelan.Kalila tersenyum sinis ke arah sang ibu mertuanya itu. Tentu saja dia bisa melihat bagaimana kondisi Rasti saat ini.Tanpa sepengetahuan Dewa, antara Rasti dan Kalila memiliki masalah yang rumit. Karena ternyata Kalila pernah menjalin kasih dengan Farheen di belakang Rasti. Sebelum Rasti mengetahui dia hamil, dia mendapatkan fakta kalau Farheen sedang menjalani sebuah hubungan dengan perempuan yang lebih muda, dan itu Kalila. Bahkan Kalila sempat meminta Rasti untuk memutuskan Farheen. Dan hanya beberapa waktu, Rasti mengetahui kalau dia hamil.Pada akhirnya Rasti dan juga Kalila ditinggalkan oleh Farheen, karena Farheen menghilang tanpa jejak bahkan hingga saat ini.Rasti masih menunduk, dia hanya bisa menghela nafas berat. Dia tidak menyangka kalau mereka akan bertemu lagi. Dan Kalila yang dulu adalah rivalnya, sekarang malah menjadi menantunya."Apa kabarnya sang rival yang saat ini menjadi ibu mertuaku?" tanya Kalila lagi kepada
“Ibu tenang saja, semua akan baik-baik saja. Percayalah kepadaku,” jawab Dewa sambil tersenyum ke arah Rasti.Rasti mengangguk pelan. "Jangan sampai Kalila merebutmu dari ibu," gumam Rasti, namun hanya dalam hatinya, karena hal yang paling ditakutkannya adalah kehilangan Dewa. Dan dia tahu siapa Kalila, seorang wanita licik yang melakukan apa saja demi tujuannya.Dewa tahu, meskipun Rasti adalah seorang kupu-kupu malam. Namun, Rasti menyayanginya sangat tulus. Apapun Rasti lakukan demi kehidupannya yang lebih baik. Perjuangan Rasti tidak mudah, dulu saat Dewa kecil di umur Rasti yang masih sangat muda, Rasti sudah harus berjuang membesarkan seorang anak tanpa memiliki suami dan keluarga yang lainnya. Dewa berjanji dia akan membuat Rasti bahagia, dan tidak akan membiarkan Rasti menderita."Dewa, sebaiknya kita segera pergi dari sini. Karena banyak sekali pekerjaan yang harus aku kerjakan di kantor," ucap Kalila kemudian. Semakin lama disana, Kalila semakin merasa gerah berada di rumah
"Kau benar-benar licik, Kalila. Kita tidak pernah membuat janji seperti itu," ujar Dewa sambil menatap tajam ke dalam mata Kalila.Bahkan, semua peserta meeting lebih memilih untuk mengambil break karena melihat perdebatan antara Dewa dan Kalila."Semua itu bisa dibuat jika kau punya uang, Dewa," kekeh Kalila."Bagaimana kalau aku bisa membuat perusahaan itu semakin maju?" tanya Dewa kepada Kalila.Kalila terdiam sejenak, kemudian menyilangkan tangannya di depan dada, seolah sedang memikirkan tawaran apa yang akan diberikannya kepada Dewa."Yakin kau bisa? Untuk orang tidak berpengalaman sepertimu, aku rasa hanya bisa menghancurkannya," kekeh perempuan paruh baya itu meremehkannya."Kau tinggal sebut saja, bagaimana bila aku bisa membuktikan kemampuanku? Apa kau yang harus aku masukkan ke penjara?" tanya Dewa mendesak Kalila."Aku akan berikan kau saham di Golden Line sebesar 50%," jawab Kalila sembari tersenyum menghina. Golden Line adalah perusahaan milik William Nurmanegara.Bagi K
Braaak!"Apa yang kalian lakukan? Dasar jalang!" teriak Dewa."Kalian benar-benar menjijikkan!" teriak Dewa sembari membanting barang-barang yang ditemuinya.Tangan terkepal dengan sorot mata yang tajam, benar-benar mengerikan. Dewa menatap ke atas ranjang seolah ingin menguliti apa yang dia lihat."Aarrght!" Dewa berteriak kesal.Dewa marah bukan main, bahkan dia berteriak marah. Ingin sekali dia menghajar dua orang yang sedang bergumul diatas ranjang tersebut."Akan ku bunuh kalian!" Dewa tampak berjalan dengan marah mendekati ranjang. Namun, semua itu di urungkannya. Bagaimana mungkin dia menghajar perempuan, harga dirinya terasa seperti terkoyak-koyak."Ternyata aku kurang cantik, Kalila…," kekeh Dewa dengan urat kening dan leher yang menonjol saking marahnya."Apa ini alasannya, Kalila?" tanya Dewa kepada sang istri yang masih berada di atas pembaringan."Kenapa? Kenapa Kalila? Kenapa kau seperti ini?!" tanya Dewa dengan kemarahan yang belum reda di wajahnya."Apa dia sangat per