Keesokan paginya di rumah kediaman Kalila tampak kesibukan yang tidak seperti biasanya. Kedua orang tua Kalila pun terlihat sedang duduk di sebuah sofa dengan wajah yang masam.
Tepat pukul delapan pagi, Dewa datang seorang diri dengan mengenakan pakaian terbaik yang dimilikinya. Dia sengaja tidak mengajak sang ibu, dan berjanji akan segera memperkenalkan Kalila kepada Rasti setelah mereka menikah.
“Akhirnya kamu datang juga,” sambut Kalila yang sepertinya sudah khawatir kalau Dewa tidak akan datang.
“Aku pasti menepati janjiku,” jawab Dewa dengan pelan.
"Iya, karena kau pasti takut tidak bisa hidup," ujar Kalila.
"Kau yang memintaku menikahimu, berhenti berbicara, Kalila," jawab Dewa.
"Untungnya kau tidak membawa ibumu, karena pastinya nanti akan banyak yang mengenalinya, dia adalah kupu-kupu malam yang sangat bersinar," ejek Kalila lagi.
"Jangan hina ibuku!" ujar Dewa yang menahan dirinya karena saat ini dia sedang tidak mau ribut.
Kalila hanya merespons dengan tersenyum meremehkan.
Tidak menunggu waktu lama, setelah kedatangan Dewa, pernikahan berlangsung sederhana dan sakral. Dihadiri oleh orang-orang yang berkepentingan, orang tua dan mungkin beberapa teman Kalila karena Dewa tidak mengenal mereka.
“Pasti dia mengincar harta Kalila, tidak mungkin dia mencintai Kalila yang umurnya lebih tua.”
Bisik-bisik di belakang membuat Dewa risih, namun Dewa berusaha untuk tidak peduli dengan semua suara-suara sumbang tersebut.
“Tapi, dia ganteng banget ya?” ujar salah satu perempuan muda yang hadir disana.
Beberapa pasang mata para perempuan yang tampak memandang Dewa dengan lapar, tapi tidak dengan pasangan sepuh namun masih prima yang tidak lain adalah kedua orang tua Kalila.
William dan istrinya menyambut Dewa dengan dingin, bahkan terlihat seperti memandang Dewa dengan sebelah mata dan pandangan yang menjijikan. Mereka pastinya sangat membenci Dewa, karena tampaknya bukan Dewa menantu yang mereka inginkan.
“Jangan bangga sudah berhasil menikahi Kalila. Kami tahu niat kamu menikahi Kalila hanya ingin menggerogoti harta Kalila. Dasar manusia sampah dan miskin!”
Sebuah suara yang begitu dekat di telinga Dewa yang membuat telinga Dewa panas, dan segera melihat ke sumber suara.
Dan benar saja, itu adalah suara William kepada Dewa sebelum dia dan istrinya meninggalkan kediaman Kalila setelah prosesi pernikahan selesai.
“Papa, Mama,” sapa Dewa dan ingin menyalami keduanya, namun ditepis dengan kasar.
“Jangan sentuh kami, kami jijik melihat tangan kotormu itu. Nanti kuman dari kuku-kuku busukmu itu menempel di tangan kami yang bersih. Dan bahkan menularkan penyakit,” ujar mamanya Kalila sembari memandang Dewa dengan sebelah mata.
“Maaf….” Dewa menjawab dengan pelan dan menunduk, walaupun rasanya ingin sekali memaki, namun dia berusaha untuk menahan dirinya. Bagaimanapun dia tetap akan menghargai kedua orang tua Kalila.
“Kamu masih sangat muda, tidak mungkin kamu murni menikahi Kalila karena cinta. Kami sudah berpengalaman makan asam garam, kami sudah paham dengan orang seperti kamu. Kamu hanyalah ingin menumpang hidup kepada Kalila. Begitu menyedihkan cara orang miskin untuk bertahan hidup!”
Hinaan terus saja dilontarkan oleh William dan istrinya kepada Dewa.
“Dan jangan lupa, kamu akan mati kalau kami tahu kamu terbukti mengincar harta Kalila!” ancam William serius kepada Dewa.
Sepertinya William dan istrinya begitu takut kalau Dewa akan mengambil alih perusahaan Kalila. Walaupun sebenarnya tanpa mereka ketahui kalau Dewa dan Kalila memiliki sebuah perjanjian.
Dewa hanya mengangguk paham di depan kedua orang tua Kalila.
“Jangan hanya mengangguk, kami serius! Aku tidak pernah main-main dengan apa yang aku katakan. Aku adalah William Nurmanegara, kau harus tahu kalau William bisa melakukan apa saja,” ujar William lagi yang sepertinya kesal melihat sikap santai Dewa.
"Dan sangat mudah bagiku untuk melenyapkan orang seperti kamu, apabila aku tahu kalau kamu hanya ingin mengharapkan harta Kalila. Sebab, semua yang Kalila miliki itu karena nama besar William Nurmanegara!" lanjut William lagi.
“Iya…,” jawab Dewa canggung, karena bingung harus memanggil mereka dengan sapaan apa. Dewa heran apakah orang kaya selalu bersikap seperti itu. Bahkan kepada keluarga saja mereka sangat kaku.
Dewa kemudian menyunggingkan senyum hormatnya, karena apa yang mereka takutkan juga sudah terjadi, sebuah perusahaan Kalila telah jatuh ke tangan Dewa, walaupun dengan sebuah perjanjian yang berat. Dan Dewa yakin kalau dia pasti bisa membuktikan kepada Kalila kalau dia akan membuat perusahaan tersebut semakin maju.
Perhelatan pernikahan yang benar-benar singkat, saat matahari sudah meninggi semua sudah kembali seperti biasanya, semua orang kembali menjalankan aktifitasnya.
"Aku terus mengawasimu! Jadi, jangan coba-coba untuk mengabaikan peringatan dariku, Dewa!" ujar William lagi sebelum beliau benar-benar meninggalkan rumah itu.
"Aku bahkan sudah tahu siapa ibumu!" sambung William dan itu membuat Dewa sangat terkejut.
“Camkan itu!” bisik William dan kemudian beranjak pergi.Dewa mengepalkan tangannya menahan emosi memandang lelaki yang sudah senja itu menaiki mobilnya.“Jangan sekali-kali kau menyentuh dan mengganggu ibuku! Aku tidak peduli siapa kau! Aku akan membunuhmu!” ujar Dewa di dalam hatinya dengan gigi gemerutuk.“Kenapa? Kau marah pada papaku?” tanya Kalila menepuk pundak Dewa sambil tersenyum mengejek.Kalila tahu, William pasti mengatakan sesuatu tentang ibunya sehingga membuat Dewa begitu emosi. Karena, Dewa tidak akan sekesal itu kalau hanya dia yang dihina. Tapi, kalau menyangkut ibunya, emosi Dewa naik berkali-kali lipat. “Aku ingatkan, jangan ganggu ibuku!” ujar Dewa dengan kesal dan meninggalkan wanita yang beberapa jam lalu sudah sah menjadi istrinya itu.Cess!Dewa menyalakan rokoknya ketika tiba di halaman belakang di dekat kolam renang. Emosinya masih cukup tinggi. Namun, beberapa saat kemudian Dewa menyunggingkan senyuman di bibirnya, karena apa yang William takutkan juga s
“Apa?! Rumah?” tanya Kalila pura-pura kaget.“Jangan pura-pura tidak mengerti, Kalila!” bentak Dewa kesal.Kalila tersenyum jahat, dia sudah tahu Dewa pastinya sangat mengincar hartanya. Karena tidak ada yang dicari oleh orang miskin seperti Dewa melainkan sebuah harta kekayaan. Apalagi Dewa adalah seorang mantan narapidana, tidak akan mudah mencari pekerjaan yang layak yang bisa menghasilkan uang yang banyak."Enak sekali kau minta rumah. Kau pikir beli rumah itu seperti beli kacang goreng," jawab Kalila dengan tersenyum sinis.Dewa menatap lekat mata Kalila. Dia tersenyum miring melihat tingkah sang istri. Kalila seolah memang sengaja memancing emosi Dewa."Sesuai dengan janji yang pernah kau ucapkan, kalau kau akan menjamin kehidupan yang layak untukku dan ibuku," jawab Dewa dengan santai namun dengan penuh penekanan.Dewa tidak mau terpancing emosi. "Kita baru saja sah menjadi suami istri, kau langsung meminta rumah. Apakah tidak bisa menunggu besok, atau di hari lain. Masih bany
“Jadi, apa?” tanya Dewa setelah menuruti keinginan Kalila. Dia duduk kembali dengan mata yang terus menatap Kalila dengan tajam."Baiklah, besok bawa ibumu pindah ke sebuah rumah di perumahan Bumi Residence, rumah nomor 54 blok A," jawab Kalila pelan sembari menenggak minuman yang baru saja disediakan oleh bi Karni.Dewa hanya terdiam beberapa saat dan menolak satu gelas kecil minuman berwarna kuning kecoklatan itu yang ditawari oleh Kalila.Meskipun Dewa tinggal di lingkungan yang bebas dan tidak baik, tapi Dewa selalu menghindari minum minuman yang memabukkan itu."Jangan pernah membohongiku, Kalila!" ujar Dewa yang memastikan kalau Kalila tidak akan berbohong dengan apa yang disampaikannya."Aku tidak berbohong, aku memiliki satu rumah disana yang baru aku beli beberapa bulan lalu dan belum ditempati. Ambil saja itu untuk ibumu," jawab Kalila yang kemudian menyalakan satu batang rokok dan menghisapnya dengan pelan."Kau akan tahu akibatnya kalau kau berbohong!" ujar Dewa kesal dan
“Seperti yang kau lihat, Kalila,” jawab Rasti pelan.Kalila tersenyum sinis ke arah sang ibu mertuanya itu. Tentu saja dia bisa melihat bagaimana kondisi Rasti saat ini.Tanpa sepengetahuan Dewa, antara Rasti dan Kalila memiliki masalah yang rumit. Karena ternyata Kalila pernah menjalin kasih dengan Farheen di belakang Rasti. Sebelum Rasti mengetahui dia hamil, dia mendapatkan fakta kalau Farheen sedang menjalani sebuah hubungan dengan perempuan yang lebih muda, dan itu Kalila. Bahkan Kalila sempat meminta Rasti untuk memutuskan Farheen. Dan hanya beberapa waktu, Rasti mengetahui kalau dia hamil.Pada akhirnya Rasti dan juga Kalila ditinggalkan oleh Farheen, karena Farheen menghilang tanpa jejak bahkan hingga saat ini.Rasti masih menunduk, dia hanya bisa menghela nafas berat. Dia tidak menyangka kalau mereka akan bertemu lagi. Dan Kalila yang dulu adalah rivalnya, sekarang malah menjadi menantunya."Apa kabarnya sang rival yang saat ini menjadi ibu mertuaku?" tanya Kalila lagi kepada
“Ibu tenang saja, semua akan baik-baik saja. Percayalah kepadaku,” jawab Dewa sambil tersenyum ke arah Rasti.Rasti mengangguk pelan. "Jangan sampai Kalila merebutmu dari ibu," gumam Rasti, namun hanya dalam hatinya, karena hal yang paling ditakutkannya adalah kehilangan Dewa. Dan dia tahu siapa Kalila, seorang wanita licik yang melakukan apa saja demi tujuannya.Dewa tahu, meskipun Rasti adalah seorang kupu-kupu malam. Namun, Rasti menyayanginya sangat tulus. Apapun Rasti lakukan demi kehidupannya yang lebih baik. Perjuangan Rasti tidak mudah, dulu saat Dewa kecil di umur Rasti yang masih sangat muda, Rasti sudah harus berjuang membesarkan seorang anak tanpa memiliki suami dan keluarga yang lainnya. Dewa berjanji dia akan membuat Rasti bahagia, dan tidak akan membiarkan Rasti menderita."Dewa, sebaiknya kita segera pergi dari sini. Karena banyak sekali pekerjaan yang harus aku kerjakan di kantor," ucap Kalila kemudian. Semakin lama disana, Kalila semakin merasa gerah berada di rumah
"Kau benar-benar licik, Kalila. Kita tidak pernah membuat janji seperti itu," ujar Dewa sambil menatap tajam ke dalam mata Kalila.Bahkan, semua peserta meeting lebih memilih untuk mengambil break karena melihat perdebatan antara Dewa dan Kalila."Semua itu bisa dibuat jika kau punya uang, Dewa," kekeh Kalila."Bagaimana kalau aku bisa membuat perusahaan itu semakin maju?" tanya Dewa kepada Kalila.Kalila terdiam sejenak, kemudian menyilangkan tangannya di depan dada, seolah sedang memikirkan tawaran apa yang akan diberikannya kepada Dewa."Yakin kau bisa? Untuk orang tidak berpengalaman sepertimu, aku rasa hanya bisa menghancurkannya," kekeh perempuan paruh baya itu meremehkannya."Kau tinggal sebut saja, bagaimana bila aku bisa membuktikan kemampuanku? Apa kau yang harus aku masukkan ke penjara?" tanya Dewa mendesak Kalila."Aku akan berikan kau saham di Golden Line sebesar 50%," jawab Kalila sembari tersenyum menghina. Golden Line adalah perusahaan milik William Nurmanegara.Bagi K
Braaak!"Apa yang kalian lakukan? Dasar jalang!" teriak Dewa."Kalian benar-benar menjijikkan!" teriak Dewa sembari membanting barang-barang yang ditemuinya.Tangan terkepal dengan sorot mata yang tajam, benar-benar mengerikan. Dewa menatap ke atas ranjang seolah ingin menguliti apa yang dia lihat."Aarrght!" Dewa berteriak kesal.Dewa marah bukan main, bahkan dia berteriak marah. Ingin sekali dia menghajar dua orang yang sedang bergumul diatas ranjang tersebut."Akan ku bunuh kalian!" Dewa tampak berjalan dengan marah mendekati ranjang. Namun, semua itu di urungkannya. Bagaimana mungkin dia menghajar perempuan, harga dirinya terasa seperti terkoyak-koyak."Ternyata aku kurang cantik, Kalila…," kekeh Dewa dengan urat kening dan leher yang menonjol saking marahnya."Apa ini alasannya, Kalila?" tanya Dewa kepada sang istri yang masih berada di atas pembaringan."Kenapa? Kenapa Kalila? Kenapa kau seperti ini?!" tanya Dewa dengan kemarahan yang belum reda di wajahnya."Apa dia sangat per
“Aku akan menyembuhkanmu, Kalila,” ujar Dewa setelah terdiam beberapa saat melihat tubuh Kalila yang polos. Sebisa mungkin Dewa menahan hasratnya, karena dia tahu wanita di depannya itu tidak normal.“Apa aku tidak salah dengar?” tanya Kalila menyipitkan matanya mendengar apa yang disampaikan oleh Dewa.“Aku akan membantu kau sembuh dari penyakit ini!” jawab Dewa tegas mengulangi perkataannya agar Kalila memberikan dia waktu dan kesempatan untuk menyembuhkan Kalila menjadi wanita normal lainnya.“Kau pikir aku sakit? Aku tidak sakit, Dewa. Inilah hidupku, Dewa. Kau tidak mengenalku dengan baik, jadi jangan sembarangan berkata. Aku tidak suka! Dan jangan campur kehidupan pribadiku!” teriak Kalila marah saat mendengar Dewa mengatakan dia sakit, dan perlu penyembuhan.Bagi Kalila apa yang dia dan Desti lakukan itu adalah hal yang wajar, mereka sering bersama dan timbul rasa saling mencintai. Dan juga sesama wanita, mereka tidak akan pernah saling menyakiti, itu yang menjadi pedoman Kalil