Share

Bab 125

Penulis: Lathifah Nur
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-11 17:01:34

“Tidak apa-apa. Hanya kemasukan debu.”

Amisha mengalihkan pandangan dari tatapan Sonny.

“Huh?”

Sonny tahu Amisha berbohong dari suaranya yang sedikit bergetar, tetapi ia tidak ingin mengorek informasi lebih jauh, karena tampak jelas Amisha tidak ingin membicarakan itu.

Aku butuh secangkir teh,’ kata hati Amisha.

Buru-buru ia menyusul anggota rombongan lainnya untuk menikmati secangkir teh, beserta camilan pengembali stamina, setelah lelah mengitari hotel nan luas itu.

Sonny lekas mengimbangi langkah kaki Amisha, dengan kening berkerut dan hati memendam sejuta tanya tentang sosok misterius Amish

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 297

    "Aaargh! Zainaku mana? Zaina!" jerit Amisha histeris sambil menjambak rambut dengan kasar. Kedua bola matanya bergerak liar ke segala arah, mencari keberadaan sosok Zaina.Kaina yang baru muncul di kamar mamanya sontak berdiri dengan tubuh gemetar. Wajah imutnya seketika memucat. Kaki mungilnya spontan menapak mundur secara perlahan.Zain refleks menyambar tubuh Kaina dan mengangkat tubuh mungil itu dalam gendongannya."Bawa Kaina bermain, Bi!" pinta Zain pada Siti.Asisten rumah tangganya itu juga sekonyong-konyong berlari ke lantai atas begitu mendengar jeritan Amisha.Zain menghampiri Amisha, mendekapnya dengan penuh kasih."Ini semua salahku. Aku yang membawanya ke mal itu. Aku yang membuat Zaina menghilang," racau Amisha dalam isak tangisnya.Sudah tiga bulan waktu berlalu. Namun, Amisha masih belum bisa menerima kenyataan hilangnya Zaina dengan lapang dada. Setelah melewati fase kehilangan yang membuatnya tampak li

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 296

    Tak ada yang mampu mengatur pergantian hari kecuali Sang Pemilik alam itu sendiri. Tak terasa dua tahun sudah waktu berlaku sejak kelahiran Kaina dan Zaina. Hari-hari Amisha dan Zain berpijar indah penuh warna. Ceria bak aneka bunga yang bermekaran di musim semi. "Siap berangkat, Sayang?" tanya Amisha, berlutut di hadapan Zaina. "Ciap, Mama!" sahut Zaina, semringah. "Ayo!" kata Amisha, menggendong Zaina. Si kecil Zaina memang lebih terbiasa dengan Amisha. Mungkin karena semenjak kecil Amisha dan Zain lebih cenderung membagi pengasuhan. "Papa sama Kaina boleh ikut, Zai?" goda Zain. Ia baru saja bergabung turun setelah mendandani si sulung, Kaina. Zaina mengangguk dengan tangan yang terus bergelayut di leher Amisha. "Ayo, Kai! Gendong papa," seru Zain, memberi komando pada Kaina. Ia berjongkok di hadapan Kaina. Kedua tangannya terentang.

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 295

    Sedari tadi Zain berjalan bolak-balik layaknya sebuah setrika yang sedang bekerja. Sebelah tangannya terkepal menutup mulut. Sesekali ia meniup kepalan tangan yang bergetar itu. Detak jantungnya memburu dan kian bergemuruh seiring waktu. "Duduk, Bro! Bawa tenang! Banyak-banyak berdoa!" bujuk Yoshi, menenangkan kegelisahan Zain. Tanpa membantah, Zain menjatuhkan pantat di atas kursi ruang tunggu. Namun, sedetik kemudian ia bangkit lagi dengan resah yang makin membuncah. Yoshi menghela napas panjang, prihatin dengan kondisi Zain. Ia tahu kakak sepupunya sedang dilanda panik. Sudah cukup lama Amisha dikurung di dalam ruangan bersalin, tetapi belum juga terdengar lengkingan tangis bayi. Ketenangan batin Zain terus tergerus detik demi detik. Gianna berlari tergopoh-gopoh melewati koridor rumah sakit menuju ruang bersalin. Ia harus menyelesaikan urusannya dengan klien sebelum datang menyusul Amisha.

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 294

    "Aduh! Sakit banget!" keluh Amisha, mengaduh. Ia berjuang menahan nyeri dengan memegangi bagian bawah perutnya. Terpaksa ia pun membatalkan niatnya untuk turun, lalu kembali duduk di tepi ranjang. Tas kerja yang sudah ditentengnya ditaruhnya di atas kasur. Wajahnya memucat. Sebagian besar isi perutnya bagai ditarik dengan paksa ke bawah. "Astagfirullah. Ya Allah! Sakitnya!" jerit Amisha lagi. Ia mencoba meluruskan perutnya dengan menopangkan kedua tangan ke belakang. Namun, rasa nyeri itu tak berkurang sama sekali. Malah semakin menyentak. Zain yang saat itu sudah menunggu di bawah berdiri dengan gelisah. Biasanya Amisha tak pernah terlambat berangkat kerja. Diliriknya arloji yang melingkar di tangannya. Hampir sepuluh menit Amisha mundur dari kebiasaan disiplin waktunya. Raut muka Zain seketika berubah ketika teringat bahwa mereka baru kemarin pulang dari Bumi Rafflesia. Mendugas ia masuk kemb

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 293

    “Mau ke mana dulu, Tuan? Non?” tanya Encep pada Zain dan Amisha. Mata paruh bayanya mengintip kemesraan sepasang suami istri itu melalui kaca spion. Tanpa sadar, ia mengulum senyum. Mungkin ikut terbayang masa mudanya bersama Imah. “Terserah Mang Encep ke mana baiknya,” sahut Amisha. “Non nanti mau belanja tidak?” tanya Encep lagi. Sesaat Amisha melirik Zain, meminta persetujuan suaminya lewat tatapan mata. “Up to you, Sweetie. Asal kau sanggup dan tetap sehat,” komentar Zain. “Mungkin cuma beli oleh-oleh khas daerah ini saja, Mang!” putus Amisha. “Oke. Mang Encep siap memandu Non Amisha dan Tuan Zain,” seru Encep, menambah kecepatan laju mobil yang dikendalikannya. Destinasi pertama, Encep membawa Amisha dan Zain ke Pantai Panjang. Panas mentari selepas zuhur sedang terik-teriknya. Alhasil, mereka hanya duduk manis menikmati deburan ombak sembari menikmati es kela

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 292

    “Huh? Ponsel Glen?” tanya Amisha seraya mengulurkan tangan, meraih sebuah gawai yang berdering nyaring di atas meja ruang tengah.Ia baru saja akan melewati ruangan itu, menyusul Zain yang sudah keluar lebih dulu.Sesaat ia mengintip ke ruang makan. Memastikan kalau-kalau masih ada Glen di sana. Ternyata ruangan itu kosong.“Ke mana anak itu? Ponselnya malah ditinggal di sini?” heran Amisha.Karena Glen tak jua kunjung menampakkan batang hidungnya, dengan sangat terpaksa Amisha mengangkat panggilan kala ponsel Glen kembali berbunyi.Seraut wajah perempuan cantik yang muncul di layar monitor ponsel itu membuat alis Amisha sedikit mengerut.‘Pacar Glen?’ batinnya.“Ya?” sahut Amisha setelah menekan lambang telepon berwarna hijau.Hening sejenak. Mungkin gadis cantik di seberang telepon terkesima mendengar suara seorang perempuan yang menyahuti panggilannya.“Maaf, apa benar ini nomor telepon Glen?” tanya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status