Share

Lelaki Penakluk Nona Muda
Lelaki Penakluk Nona Muda
Author: Lathifah Nur

Bab 1

Author: Lathifah Nur
last update Huling Na-update: 2024-05-15 07:54:20

Duduk bersandar lesu pada kursi penumpang di belakang sang sopir, Amisha menatap hampa ke luar jendela. Siluet lampu-lampu jalan tampak seperti jaring laba-laba dalam pandangan matanya, begitu suram dan menakutkan.

Aku sangat berharap saat ini ada portal waktu yang mampu menarikku ke dunia lain,’ gumam hati Amisha disertai desahan napas berat.

Gadis cantik yang sedang fokus menyetir mendengar desahan gundah Amisha. Ia mengintip dari kaca spion. Sorot matanya tak terbaca.

“Apa Nona ingin aku membatalkan pertemuannya?” tanya si sopir berwajah oval itu. Ia kembali melirik dari kaca spion.

“Tidak usah, Gianna. Aku tidak ingin menimbulkan masalah. Lagi pula, aku yakin dia akan mundur dengan sendirinya,” tolak Amisha, menyeringai licik. Si sopir cantik yang dipanggil Gianna itu ikut tersenyum.

“Kita sudah sampai, Nona.” Gianna mengingatkan Amisha.

Amisha membuka matanya yang sempat terpejam. Sejenak ia memeriksa penampilannya dan berkaca. Setelah yakin, ia tersenyum puas, lalu turun dari mobil.

“Kamu tunggu di mobil ya?” pinta Amisha.

“Siap, Nona.” Gianna menjawab cepat dan mendecak geli melihat penampilan Amisha.

Sejenak Amisha berdiri seraya menghela napas panjang di depan pintu sebuah restoran mewah yang akan dimasukinya.

Malam itu, entah untuk ke berapa kalinya ia terpaksa menuruti keinginan orang tuanya, menghadiri kencan buta dengan lelaki pilihan mereka. Amisha mengedarkan pandangan, mengamati meja-meja yang sebagian besar sudah terisi penuh.

“Yang mana lelaki itu?” bisik Amisha bimbang, ketika sepasang manik mata ungu miliknya menemukan dua meja yang dihuni seorang lelaki. Meja itu saling berdekatan dan berada agak di tengah ruangan.

Tak ingin salah target, Amisha mencoba menghubungi nomor ponsel lelaki yang akan ditemuinya. Begitu menerima balasan, ia melangkah masuk dengan senyuman licik.

Ia berhenti tepat di hadapan seorang lelaki berwajah tampan dengan setelan jas berwarna putih. Sekilas ia memperhatikan penampilan lelaki itu.

Lumayan keren,’ puji Amisha dalam hati.

“Ehem!” Amisha mendeham untuk mengalihkan perhatian lelaki itu dari daftar menu yang tengah dibacanya.

Lelaki itu mendongak. Ia ternganga melihat seorang wanita berpenampilan norak berdiri di depannya. Wanita itu memakai rok kembang dan tunik dengan perpaduan warna yang mencolok. Ditambah jilbab panjang dengan warna kontras.

Sepasang kacamata lebar dan sebuah tompel besar di pipi kirinya membuat penampilan wanita itu semakin terlihat aneh. Saat wanita itu mencoba tersenyum dan memperlihatkan sepasang gigi kelinci, lelaki itu tiba-tiba saja merasa mual. Namun, ia berjuang untuk menahannya.

Benarkah wanita yang berdiri di depanku ini Amisha Harist?’ Lelaki itu tak percaya dengan penglihatannya.

“M–ma–af. A–apa ... A–Anda … T–Tu–an … T–Taksa?” tanya wanita itu, terbata-bata. Ia masih berdiri pada posisi semula.

“Anda siapa?” Lelaki itu balik bertanya. Keringat kekesalan mulai berjatuhan di pelipisnya.

“Oh … s–sa–ya … A–mi–sha … H–Ha–rist,” jawab Amisha gagap sambil mendorong ke atas kacamatanya, yang melorot, dengan jari telunjuk.

Sial! Aku telah dibohongi! Katanya Amisha Harist cantik. Cuih! Amit-amit deh. Lebih baik aku pergi dari sini,’  maki Taksa dalam hati.

Buang-buang waktu saja!’ rutuknya, menyesali keputusannya untuk datang ke restoran itu. Ia meletakkan daftar menu di atas meja dan berdiri.

“Maaf, sepertinya Anda salah orang, Nona.” Taksa mencoba tersenyum, sekadar untuk berbasa-basi. Amisha memasang wajah pura-pura kecewa.

“T–tapi n–nomor m–mejanya s–su–dah b–be–tul.” Amisha menunjuk nomor di atas meja dan pura-pura protes. Taksa terkejut.

“Oh, maaf. Kalau begitu mungkin saya yang salah masuk restoran,” sahut Taksa agak kikuk sembari melirik ke tempat lain.

“Permisi, Nona.” Taksa pamit dan bergegas meninggalkan restoran itu sambil bergumam tak jelas.

Beberapa pengunjung wanita yang mendengar percakapan Amisha dan Taksa berbisik-bisik seraya melirik sinis ke arah Amisha. Akan tetapi, Amisha tak peduli dengan semua itu.

Di sebuah meja lain, seorang lelaki mengawasi Amisha dengan alis berkerut. Dari tempat duduknya, ia dapat melihat jelas sebuah seringai kemenangan terukir di bibir Amisha saat lelaki bernama Taksa itu pergi meninggalkannya.

Gadis aneh! Bukankah seharusnya ia merasa sedih karena telah dipermalukan?’ pikir lelaki itu, heran.

Setelah yakin Taksa benar-benar meninggalkan restoran, Amisha memutar tubuhnya dan melangkah menuju toilet. 

Didorong oleh rasa penasaran, lelaki yang mengawasi Amisha perlahan bangkit, membuntuti gadis itu ke toilet. Ia bersembunyi di suatu tempat, di mana ia dapat memperhatikan setiap orang yang keluar masuk toilet dengan leluasa tanpa takut akan ketahuan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 291

    Gee masih menanti jawaban Gianna dengan dada berdebar, harap-harap cemas. “Bagaimana, Nona Gianna? Anda tertarik?” "Oh, tidak! Terima kasih atas tawarannya. Aku demam panggung," tolak Gianna, terang-terangan. "Aku suka kejujuran Anda, walaupun harus kuakui bahwa aku juga kecewa ditolak mentah-mentah. Anda orang pertama yang menolak tawaran langsung dariku, Nona Gianna," sahut Gee disertai nada gurauan. "Fitting-nya sudah selesai, ‘kan?" tanya Gianna, mengalihkan topik pembicaraan. "Oh, tentu saja. Calon suami Anda memilih mode terakhir," beritahu Gee. "Aiiyya, Anda mengabarinya?" kaget Gianna. "Jelas! Dia yang ingin menentukan sendiri seperti apa penampilan calon pengantinnya di hari istimewa itu," tukas Gee. "Terserah. Bagiku itu tidak penting," putus Gianna, tak ingin berlarut-larut membicarakan calon suaminya yang sok misterius itu. "Ini, Mr. Gee!

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 290

    “Kak, boleh pinjam mobil?” tanya Glen pada Zain. Sementara sendok berisi makanan menggantung tepat di depan mulutnya.Zain menghentikan suapannya, melirik Glen dengan tatapan penuh tanya.“Mau ke mana?”“Tidak terlalu jauh sih. Cuma mau ke rumah Uncle Harist,” jawabnya, sedikit tak acuh. Tangannya sibuk mengumpulkan makanan yang berserakan di atas piring agar lebih mudah disendok.“Kamu masih di bawah umur, ‘kan?” tebak Zain.“Cuma kurang setahun,” sahut Glen santai.“Tetap masih kurang. Ini Jakarta, Bro!” tegas Zain.“Kesimpulannya nggak boleh nih?”“Aku akan mengantarmu ke sana,” putus Zain.“Okay. I have no choice, right?” sahut Glen, pasrah.Walaupun hati kecilnya sedikit kecewa, Glen terpaksa harus menerima keputusan Zain. Lagi pula, ia tidak ingin mendatangkan masalah bagi kakak sepupunya seandainya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dan dia berurusan dengan pihak berwajib.Ti

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 289

    "Masuk!" teriak Amisha dari meja kerjanya begitu mendengar suara ketukan pintu.Sebelah alisnya terangkat ketika melihat Gianna melangkah masuk dengan tangan kosong. Gadis itu tidak membawa tumpukan dokumen di tangannya. Sungguh sebuah kebiasaan yang bertolak belakang dengan kesehariannya di tempat kerja selama ini."Maaf, petugas resepsionis menelepon. Katanya ada seorang remaja menunggu di lobi," beritahu Gianna."Apa dia menyebutkan nama?" tanya Amisha."Petugas itu sudah menanyakan namanya, tapi anak itu bersikeras untuk merahasiakannya. Katanya sih biar jadi kejutan.”Kening Amisha otomatis berlipat laksana kertas diremas. Hatinya tergelitik untuk mengetahui siapa anak ingusan itu. Harus diakuinya bahwa mental anak itu cukup kuat hingga mendatanginya di kantor tanpa mau memperkenalkan diri."Berani sekali dia pagi-pagi mengacau di kantorku," sungut Amisha."Hidupmu memang selalu penuh kejutan," kelakar Gianna, menco

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 288

    Obrolan serius tentang keputusan lamaran Gianna telah beralih rupa menjadi bincang-bincang santai seputar kehamilan Amisha.Gianna merasa bersyukur pertanyaan Harist tentang cucunya yang masih dikandung Amisha dapat menghentikan aksi usil Amisha dan Zain. Mereka berdua sedari tadi terus saja menggoda, membuatnya merasa jengah."Jadi, aku akan punya dua cucu sekaligus?" tanya Harist, berseru girang.Kebahagiaannya terasa makin sempurna. Sesaat lagi ia akan melepas tanggung jawabnya sebagai orang tua bagi Gianna dan menyerahkan tanggung jawab itu sepenuhnya pada suami Gianna nantinya.Menerima kehadiran dua cucu tentu akan membuat hari-harinya akan lebih berwarna. Gelak tawa dan tingkah lucu mereka akan menjadi pengobat sepi yang paling mujarab. Harist makin bersemangat untuk menjalani hari-hari yang akan datang."Iya, Pa. Dua cucu perempuan," bangga Zain."Alhamdulillah. Rasanya papa sudah tidak sabar ingin menimang bidadari kecil

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 287

    "Wah, lucunya!" seru Zain, riang.Gerakan lincah yang terlihat dari layar monitor alat USG itu sungguh membuat hatinya diselimuti rasa bahagia yang tak terkira.Amisha yang masih terbaring menjalani pemeriksaan hanya bisa tersenyum, menyaksikan kegembiraan Zain. Suaminya tampak persis seperti anak kecil yang sedang menonton pertunjukan sirkus.Dokter yang memeriksa Amisha pun ikut tersenyum geli, melihat kehebohan Zain. Jarang-jarang ia menemukan seorang suami bersikap begitu terbuka, menunjukkan kebahagiaannya saat menemani sang istri memeriksakan diri."Mau tahu jenis kelaminnya?" tawar sang dokter.Ia sengaja tidak langsung memberitahu jenis kelamin anak yang dikandung pasiennya, karena terkadang sebagian dari mereka justru lebih memilih untuk menjadikan hal itu sebagai sebuah kejutan."Tentu, Dok!" sahut Zain, bersemangat.Dokter itu pun menggeser posisi ujung transduser USG yang dipegangnya untuk menemukan bagian tu

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 286

    "Papa yakin lelaki ini yang melamar Gianna?" tanya Zain. Matanya terus menatap lembaran foto yang terselip di jarinya. Beberapa kali ia melirik Amisha, membuat Amisha penasaran, lalu merampas foto yang dipegang Zain. Amisha mengernyit, melihat foto lelaki yang berniat mempersunting saudara angkatnya. "Serius, Pa?" Amisha ikut bertanya. Ia melirik Gianna. Gadis itu sepertinya juga tertarik untuk mengetahui siapa calon suami yang ditawarkan papa angkatnya. Sayangnya, Harist lebih memilih merahasiakan jati diri lelaki itu dari Gianna. Harist bangkit dari duduknya, mengeluarkan sesuatu dari sebuah stoples yang tersimpan di dalam sebuah lemari kaca. "Ini. Lelaki itu meninggalkan benda ini. Ia meminta papa untuk menyerahkannya kepadamu." Harist menyodorkan sebuah kotak kecil kepada Gianna. Namun, Gianna tak langsung menyambut benda yang diulurk

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status