Share

Bab 3

Penulis: Lathifah Nur
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-15 07:56:04

“Menjadi cantik dan kaya tidak selamanya membawa kebahagiaan,” keluh Amisha dalam hening.

Gadis itu meminta Gianna untuk pulang lebih dulu. Ia berjalan seorang diri, menyusuri jalanan dengan perasaan tak menentu. Ia berada di ambang putus asa, menyikapi keinginan mamanya. Wanita yang sangat dicintainya itu terus saja memaksanya untuk menikah.

Amisha bukannya tidak ingin menikah. Siapa sih yang mau jadi perawan tua? Ia hanya tidak ingin bersikap gegabah. Ia menolak keras menikahi lelaki yang hanya menuruti nafsu dan mengincar harta orang tuanya, tetapi tidak mencintainya.

Di usia yang hampir mendekati tiga puluh tahun, Amisha mendambakan seorang pria yang mencintai dirinya, bukan embel-embel di belakangnya. Tanpa sadar, Amisha meneteskan air mata.

Zain melajukan mobilnya dengan kecepatan rendah, membelah jalanan tanpa tujuan yang jelas. Mendadak ia menginjak rem dan menoleh kaget, saat netra kelamnya menangkap siluet Amisha berjalan seorang diri di tengah keramaian.

Wajah sendu Amisha mengusik rasa ingin tahu Zain, menjadi magnet yang menariknya untuk turun dari mobil setelah memarkirnya di tepi jalan.

Oh My God! Cepat sekali gadis itu menghilang! Ke mana dia?” Zain memutar kepalanya ke segala arah, mencari keberadaan Amisha.

Ia bahkan berlari ke sana kemari, sekuat tenaga mencari sosok wanita yang telah menarik hatinya pada pandangan pertama. Setelah sekian lama mencari, Zain tak jua menemukan Amisha. Ia pun kembali ke mobilnya.

“Aku pasti akan menemukanmu, Amisha Harist!”

Zain mengepalkan tangan penuh tekad, lalu menyalakan mesin dan memacu kuda besinya perlahan, sambil matanya terus bergerak liar, mengamati orang-orang yang berlalu lalang. Berharap ia akan menemukan wajah cantik Amisha di antara mereka.

Gerimis mulai jatuh, menitik halus di ujung hidung mancung Amisha. Gadis itu menyeka hidungnya dengan jari sembari menengadah, menatap langit gelap tanpa bintang. Semua terlihat kelam, sekelam hatinya yang dipagut sunyi.

Amisha merasa kesepian di tengah keramaian pasangan muda, yang berjalan bergandengan tangan, berbagi kehangatan dan kemesraan. Ingatannya akan sepenggal kisah di masa lalu menyesakkan dada. Masa ketika ia juga pernah merasakan manisnya cinta, tetapi hancur dalam sekejap mata.

Saat itu Amisha masih kuliah. Layaknya anak muda yang sedang dimabuk asmara, Amisha ingin memberi kejutan manis pada hari ulang tahun kekasihnya. Ia menghabiskan waktu berjam-jam mengitari mal, sekadar untuk menemukan hadiah spesial untuk Kenzo. Lelaki yang sudah menemaninya dalam suka dan duka selama dua tahun terakhir masa kuliahnya. Ia akan segera wisuda dan sudah bertunangan dengan Kenzo.

Amisha melangkah santai, memasuki toko pakaian saat matanya menangkap aneka jaket keren terpajang memenuhi toko itu. Kenzo senang sekali memakai jaket.

Kenzo pasti senang sekali jika aku membelikan jaket baru untuknya,’ pikir Amisha, bahagia.

Mata dan tangannya sibuk memilih jaket, yang paling menarik menurut pandangannya, seraya membayangkan penampilan Kenzo saat memakai jaket yang dipilihnya.

“Sayang, ini bagus tidak?” tanya seorang perempuan kepada seorang lelaki yang berdiri di sampingnya. Ia memperlihatkan sehelai jaket hoodie santai.

“Lumayan,” sahut seorang lelaki, menanggapi pertanyaan perempuan itu.

Sebuah suara yang sangat familiar di telinga Amisha. Ingin rasanya ia menoleh, melihat siapa yang baru saja berbicara. Namun, diurungkannya karena khawatir tatapannya akan mengganggu kemesraan pasangan muda itu.

“Sayang, kamu sungguh tidak mencintai Amisha, ‘kan?” tanya wanita itu lagi sambil terus memperlihatkan jaket yang dipilihnya kepada si lelaki.

Amisha yang masih berdiri tidak jauh dari mereka tersentak mendengar namanya disebut. Nalurinya segera memerintahkannya untuk berpindah tempat. Ia pun bersembunyi di balik jaket yang bergelantungan. Hatinya mendadak perih.

“Tentu saja tidak, Sayang. Percayalah! Setelah aku menguras harta orang tuanya, kita akan segera menikah dan meninggalkan negeri ini. Kau harus bersabar menunggu saat itu tiba,” jawab lelaki itu, pelan. Akan tetapi, masih terdengar jelas di telinga Amisha.

Dengan tangan bergetar, Amisha menyibak jaket di depannya. Mencoba mengintip untuk memastikan bahwa lelaki itu benar-benar Kenzo, tunangannya. Dan ketika ia menyaksikan dengan jelas, Amisha mengepalkan kedua tangan. Ia menggeram marah, merasa terhina karena perasaan tulusnya telah dipermainkan.

Amisha keluar dari tempat persembunyiannya. Ia menghampiri Kenzo dengan muka merah menahan marah.

PLAK!

Sebuah tamparan keras melayang ke wajah tampan Kenzo, membuat lelaki itu terkejut dan refleks mengusap pipi.

“A–Amisha?” ujarnya, dengan mata terbelalak dan gugup.

“Kita putus. Cuih!”

Amisha melepas cincin pertunangan yang melingkar di jari manisnya, lalu melemparkan cincin itu ke wajah Kenzo. Bergegas ia keluar dari toko pakaian itu, meninggalkan Kenzo yang berdiri bengong, seakan tengah bermimpi.

“Sayang, kau baik-baik saja?” tanya wanita yang juga merupakan kekasih Kenzo sambil mengusap pipi Kenzo.

Kenzo menepis tangan wanita itu dan berlari mengejar Amisha. “Amisha, tunggu!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 302

    Keikutsertaan Zaina dalam pameran lukisan di Bastille Design Center tergolong sukses. Gelombang pujian terus bergulir mengagumi bakat istimewa Zaina.Pagi ini, Zain dan keluarganya mengikuti Deanis ke Desa Mittelbergheim. Mereka ingin tahu seperti apa tempat tinggal Zaina selama lima tahun berpisah dari mereka.Amisha dan Zain terkagum-kagum menyaksikan keindahan desa tempat tinggal Zaina. Jajaran rumah bernuansa klasik dikelilingi hamparan kebun anggur sungguh sangat menyegarkan mata.Dengan bangga, Zaina membawa Amisha dan Kaina memasuki sanggar seninya dan Deanis. Ia berceloteh riang memamerkan hasil karyanya. Bahkan, ia menawarkan Amisha dan Kaina untuk menjadi model lukisannya.Sementara Deanis mengajak Zain berjalan menyusuri perkebunan anggur di dekat tempat tinggal mereka.“Aku tidak tahu bagaimana harus mengucapkan terima kasih atas jasamu merawat Zaina selama ini,” cetus Zain.“Aku malu mendengarnya,” balas Deanis.

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 301

    Yoshi tengah duduk santai di sela jam kerjanya. Ia merilekskan otot-otot lehernya yang terasa kaku. Selang beberapa waktu, ia meraih tablet yang tergeletak di atas meja. Ia membawa tablet itu ke sofa dan berbaring di sana. Meluruskan otot pinggangnya yang terasa penat akibat duduk lama.Tangan Yoshi bergerak lincah, mencolak-colek layar tablet. Ia sibuk berselancar di dunia maya. Tiba-tiba matanya melotot, menyaksikan artikel sebuah berita. Ia pun langsung terlonjak duduk.“Mirip sekali!” desisnya.Ia memperbesar potret yang terpampang pada artikel berita itu. Ia juga mendekatkan wajah pada layar monitor agar dapat melihat dengan lebih jelas.“Tak salah lagi! Ini pasti dia!” teriaknya.Yoshi langsung bangkit berdiri, berlari menuju ruang kerja Zain. Ia merangsek masuk ke dalam ruangan bosnya tanpa mengetuk pintu. Tak ia pedulikan tatapan sinis Zain kepadanya.“Zain, lihat ini!” serunya, menyodorkan potret seorang gadis kecil dari

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 300

    Di atas sebuah sofa, seorang gadis kecil usia tujuh tahun tertidur pulas sambil memeluk boneka kelinci.Sementara tidak jauh dari gadis kecil itu, seorang lelaki usia akhir tiga puluhan terlihat sibuk dengan tarian kuas di atas sebuah kanvas. Rupanya ia tengah mengabadikan pose gadis cilik itu. Sesekali ia menoleh pada gadis kecil itu dengan tatapan penuh kekaguman. Kejelian mata seninya merekam dengan teliti gurat-gurat ekspresi gadis kecil yang menjadi modelnya.Lelaki itu tersenyum dan meninggalkan tempat duduknya, beranjak mendekati gadis kecil itu untuk membetulkan posisi gaunnya yang sedikit tersingkap. Diusapnya kening gadis kecil itu penuh kasih, lalu kembali ke hadapan kanvasnya.Gadis kecil itu masih tertidur lelap. Namun, perlahan raut mukanya berubah. Sepertinya ia tengah bermimpi.Sesosok bocah perempuan usia dua tahun tengah berdiri di samping mamanya sembari mendekap sebuah buku gambar.Merasa bosan menunggu mamanya yang ma

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 299

    Kabut pagi telah berlalu tersaput hangatnya sinar mentari. Zain dan keluarganya baru saja bersiap hendak mengikuti Kadir meninjau sawah yang lain ketika ponselnya berdering nyaring.“Ya?” sahut Zain, mengangkat panggilan teleponnya.Dadanya berdegup kencang ketika membaca nama salah seorang aparat polisi tertera di sana. Bayangan wajah Zaina langsung terlintas di benaknya.“Seseorang baru saja melaporkan penemuan anak hilang ke kantor kami, Pak. Usia dan ciri-cirinya mirip sekali dengan anak Bapak. Kami harap Bapak bisa segera datang untuk mengecek langsung,” beritahu aparat polisi itu dari seberang telepon.“Baik, Pak. Tunggu! Aku akan melesat ke sana,” sahut Zain, sigap.Detak jantungnya makin berpacu cepat. Ia sungguh memendam harap bahwa gadis kecil yang ditemukan itu benar-benar Zaina.“Sayang, Kai sama mama dan bibi ya. Papa pergi sebentar,” pamit Zaina pada Kaina yang tiba di sisinya. Ia berjongkok sembari mengusap lembut

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 298

    “Ayo, Nona Cilik … habiskan sarapannya ya … biar cepat besar,” rayu Siti, membujuk Kaina agar mau membuka mulut.Alih-alih termakan rayuan Siti, Kaina malah membekap mulut dengan kedua tangan mungilnya. Kepalanya menggeleng kuat.“Sedikit lagi,” bujuk Siti.Kaina kembali menggeleng. Semenjak kembarannya menghilang, selera makan Kaina pun terbang. Saat Zaina masih ada, ia dan Zaina akan berlomba menghabiskan makanan mereka, disuapi Zain dan Amisha. Keduanya tampak bersemangat untuk menjadi pemenang.“Sudahlah, Bi. Tidak usah dipaksa kalau memang dia tidak mau,” ujar Amisha, menengahi Siti dan Kaina yang saling bersitegang dengan keinginan masing-masing.“Tapi, perjalanannya cukup jauh, Non. Nanti Non Kaina kelaparan,” kilah Siti.“Tidak apa-apa, Bi. Bawa bekal saja.”Siti tak lagi membantah. Ia meletakkan piring nasi yang dipegangnya di atas meja makan.Kaina menurunkan kedua tangan yang masih menutupi mulutnya.

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 297

    "Aaargh! Zainaku mana? Zaina!" jerit Amisha histeris sambil menjambak rambut dengan kasar. Kedua bola matanya bergerak liar ke segala arah, mencari keberadaan sosok Zaina.Kaina yang baru muncul di kamar mamanya sontak berdiri dengan tubuh gemetar. Wajah imutnya seketika memucat. Kaki mungilnya spontan menapak mundur secara perlahan.Zain refleks menyambar tubuh Kaina dan mengangkat tubuh mungil itu dalam gendongannya."Bawa Kaina bermain, Bi!" pinta Zain pada Siti.Asisten rumah tangganya itu juga sekonyong-konyong berlari ke lantai atas begitu mendengar jeritan Amisha.Zain menghampiri Amisha, mendekapnya dengan penuh kasih."Ini semua salahku. Aku yang membawanya ke mal itu. Aku yang membuat Zaina menghilang," racau Amisha dalam isak tangisnya.Sudah tiga bulan waktu berlalu. Namun, Amisha masih belum bisa menerima kenyataan hilangnya Zaina dengan lapang dada. Setelah melewati fase kehilangan yang membuatnya tampak li

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status