Share

Bab 6

Author: Lathifah Nur
last update Last Updated: 2024-05-15 07:57:54

Kurang dari tiga puluh menit, Amisha sudah tiba di kantor. Ia berjalan menuju lift. Langkahnya nan elegan selalu saja menarik perhatian karyawan pria yang berselisih jalan dengannya. 

“Selamat pagi, Nona!” sapa Seno yang bertemu Amisha di depan lift. 

Amisha mengangguk ringan tanpa membalas sapaan Seno. Seno sangat maklum. Ia mengiring Amisha memasuki lift dan berdiri kaku di samping bosnya itu. Sesekali ia melirik Amisha dengan sudut matanya.

Sudah hampir lima tahun Seno bekerja untuk Amisha. Belum sekali pun ia dapat melihat dengan jelas seperti apa wajah asli junjungannya itu. Rumor yang didengarnya simpang siur. Selentingan kabar angin mengatakan bahwa Amisha adalah wanita yang memiliki kecantikan luar biasa tanpa cela. Sementara kabar lainnya mengatakan Amisha tak lain merupakan wanita berwajah jelek.

Ia memiliki cacat pada matanya. Itu sangat memalukan bagi orang kelas atas sehingga ia selalu menutupinya dengan kacamata hitam yang lebar.

Bahkan, sebagian rumor juga mengatakan bahwa Amisha tidak lancar berbicara. Mungkin itulah sebabnya Amisha lebih banyak diam dan mendengarkan. Dalam rapat pun Amisha lebih sering diwakili oleh sekretarisnya. Amisha hanya menuliskan apa yang ingin disampaikannya. Selanjutnya, sang sekretarislah yang akan menyampaikannya kepada forum.

“Ehem!” Amisha mendeham. Ia merasa risi ditatap terus-terusan oleh Seno.

Dehaman Amisha membuat Seno tersadar dari keterpanaannya. Lekas-lekas ia meluruskan pandangannya ke depan hingga pintu lift terbuka. Ia membungkuk hormat pada Amisha, lalu keluar dengan perasaan gugup.

Apa rasa penasaran terhadap Nona Amisha yang mengundang CEO perusahaan besar untuk bekerja di sini?’ 

Tiba-tiba Seno teringat permintaan mendadak Zain melalui telepon kemarin malam. Jika benar, ia tak habis pikir rumor yang beredar tentang Amisha bisa mengusik hati Zain, seorang lelaki yang terkenal anti wanita sedari dulu.

“Ah! Terserahlah! Itu bukan urusanku!” Seno melanjutkan langkah menuju kantornya.

Ketika ia membuka pintu ruangannya, seorang lelaki telah menunggu di depan meja kerjanya. Lelaki itu berdiri membelakangi pintu masuk. Begitu mendengar derit pintu dibuka, ia memutar tubuh.

“Kamu terlambat dua menit,” kata lelaki itu seraya melirik arlojinya.

“Ini bukan kantormu. Di sini kau hanya seorang office boy,” sahut Seno, tegas.

“Oh, maaf! Aku lupa.” Lelaki yang tak lain adalah Zain itu menyahut dengan nada mengejek. Kedua bola matanya berkilat jenaka. Seno mengeluarkan sesuatu dari laci mejanya.

“Ganti bajumu! Aku tidak akan bersedia mengeluarkan ganti rugi untuk pakaian mahalmu itu.” 

Seno mengulurkan pakaian seragam office boy itu kepada Zain. Zain menerima baju pemberian Seno dengan kening berkerut.

“Kenapa kau mengganti bajumu di ruanganku?” protes Seno saat dilihatnya Zain langsung membuka baju. Ia menutup mukanya dengan sebelah tangan seakan-akan sangat tabu baginya melihat tubuh Zain.

“Terus maumu aku membawa baju ini keluar agar orang lain mengetahui penyamaranku?” Zain menyahut sambil terus saja mengganti pakaiannya.

“Lagi pula, kamu bukan penyuka sesama jenis. Kenapa harus sok malu begitu?” ledek Zain. “Oke. Aku keluar. Terima kasih atas pinjaman ruangannya. Aku akan bekerja sekarang.” 

Zain memakai masker hitam dan topi untuk menyempurnakan penyamarannya. Ia juga memakai tag nama di dada kanannya untuk memudahkan orang lain memanggilnya.

“Aku hanya bisa membantumu sampai di sini. Selanjutnya kuserahkan padamu.” Seno mengibaskan tangannya sebagai bentuk pengusiran halus terhadap Zain.

Zain berjalan dengan langkah tegap, meninggalkan ruangan Seno. Ia membawa perlengkapan kebersihan yang sudah disiapkan Seno.

Gara-gara permintaan Zain, pagi-pagi sekali Seno telah menghubungi bagian kebersihan dan memintanya menyiapkan semua peralatan yang dibutuhkan Zain.

“Sepertinya anak itu sudah gila!” umpat Seno seraya mengempaskan pantat di atas kursi kebesarannya. 

HATSYIN!

Zain bersin dan menggosok hidungnya dengan jari telunjuk kanan. Ayunan kakinya kontan terhenti beberapa langkah sebelum mencapai pintu ruang kerja Amisha.

“Sialan! Berani-beraninya seseorang mengumpat di belakangku,” gerutu Zain.

Zain mendekati pintu ruangan Amisha. Baru saja ia hendak memutar gagang pintu itu, seseorang meneriakinya.

“Hei! Kamu karyawan baru ya?” seru Gianna.

Dia menyipitkan mata, memperhatikan penampilan Zain. 

Zain membungkuk hormat dan menyahut sopan, “Iya, Nona. Saya baru bekerja hari ini.”

“Apa kamu tahu ruangan siapa yang akan kamu masuki itu?” tanya Gianna lagi.

“Saya ditugaskan menjadi office boy untuk Nona Amisha, Nona.” 

Gianna manggut-manggut sambil berjalan mengitari Zain. Postur tubuh lelaki yang berdiri di hadapannya itu sangat tidak cocok untuk menjadi seorang office boy. Nada suaranya pun terdengar tegas dan berwibawa. Gianna membaca nama yang tertera di dada kanan Zain.

“Oke, Dede. Welcome to the jungle. Semoga beruntung!” 

Selesai berkata begitu, Gianna bergerak menuju ruangannya sendiri, meninggalkan Zain alias Dede yang berdiri mematung tanpa kata.

“Huh? Maksudnya apa berkata begitu?”

Zain dibuat bingung oleh ucapan penuh teka-teki Gianna. Untuk beberapa lama matanya mengikuti gerakan Gianna memasuki ruang yang berhadapan dengan ruang kerja Amisha.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 302

    Keikutsertaan Zaina dalam pameran lukisan di Bastille Design Center tergolong sukses. Gelombang pujian terus bergulir mengagumi bakat istimewa Zaina.Pagi ini, Zain dan keluarganya mengikuti Deanis ke Desa Mittelbergheim. Mereka ingin tahu seperti apa tempat tinggal Zaina selama lima tahun berpisah dari mereka.Amisha dan Zain terkagum-kagum menyaksikan keindahan desa tempat tinggal Zaina. Jajaran rumah bernuansa klasik dikelilingi hamparan kebun anggur sungguh sangat menyegarkan mata.Dengan bangga, Zaina membawa Amisha dan Kaina memasuki sanggar seninya dan Deanis. Ia berceloteh riang memamerkan hasil karyanya. Bahkan, ia menawarkan Amisha dan Kaina untuk menjadi model lukisannya.Sementara Deanis mengajak Zain berjalan menyusuri perkebunan anggur di dekat tempat tinggal mereka.“Aku tidak tahu bagaimana harus mengucapkan terima kasih atas jasamu merawat Zaina selama ini,” cetus Zain.“Aku malu mendengarnya,” balas Deanis.

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 301

    Yoshi tengah duduk santai di sela jam kerjanya. Ia merilekskan otot-otot lehernya yang terasa kaku. Selang beberapa waktu, ia meraih tablet yang tergeletak di atas meja. Ia membawa tablet itu ke sofa dan berbaring di sana. Meluruskan otot pinggangnya yang terasa penat akibat duduk lama.Tangan Yoshi bergerak lincah, mencolak-colek layar tablet. Ia sibuk berselancar di dunia maya. Tiba-tiba matanya melotot, menyaksikan artikel sebuah berita. Ia pun langsung terlonjak duduk.“Mirip sekali!” desisnya.Ia memperbesar potret yang terpampang pada artikel berita itu. Ia juga mendekatkan wajah pada layar monitor agar dapat melihat dengan lebih jelas.“Tak salah lagi! Ini pasti dia!” teriaknya.Yoshi langsung bangkit berdiri, berlari menuju ruang kerja Zain. Ia merangsek masuk ke dalam ruangan bosnya tanpa mengetuk pintu. Tak ia pedulikan tatapan sinis Zain kepadanya.“Zain, lihat ini!” serunya, menyodorkan potret seorang gadis kecil dari

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 300

    Di atas sebuah sofa, seorang gadis kecil usia tujuh tahun tertidur pulas sambil memeluk boneka kelinci.Sementara tidak jauh dari gadis kecil itu, seorang lelaki usia akhir tiga puluhan terlihat sibuk dengan tarian kuas di atas sebuah kanvas. Rupanya ia tengah mengabadikan pose gadis cilik itu. Sesekali ia menoleh pada gadis kecil itu dengan tatapan penuh kekaguman. Kejelian mata seninya merekam dengan teliti gurat-gurat ekspresi gadis kecil yang menjadi modelnya.Lelaki itu tersenyum dan meninggalkan tempat duduknya, beranjak mendekati gadis kecil itu untuk membetulkan posisi gaunnya yang sedikit tersingkap. Diusapnya kening gadis kecil itu penuh kasih, lalu kembali ke hadapan kanvasnya.Gadis kecil itu masih tertidur lelap. Namun, perlahan raut mukanya berubah. Sepertinya ia tengah bermimpi.Sesosok bocah perempuan usia dua tahun tengah berdiri di samping mamanya sembari mendekap sebuah buku gambar.Merasa bosan menunggu mamanya yang ma

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 299

    Kabut pagi telah berlalu tersaput hangatnya sinar mentari. Zain dan keluarganya baru saja bersiap hendak mengikuti Kadir meninjau sawah yang lain ketika ponselnya berdering nyaring.“Ya?” sahut Zain, mengangkat panggilan teleponnya.Dadanya berdegup kencang ketika membaca nama salah seorang aparat polisi tertera di sana. Bayangan wajah Zaina langsung terlintas di benaknya.“Seseorang baru saja melaporkan penemuan anak hilang ke kantor kami, Pak. Usia dan ciri-cirinya mirip sekali dengan anak Bapak. Kami harap Bapak bisa segera datang untuk mengecek langsung,” beritahu aparat polisi itu dari seberang telepon.“Baik, Pak. Tunggu! Aku akan melesat ke sana,” sahut Zain, sigap.Detak jantungnya makin berpacu cepat. Ia sungguh memendam harap bahwa gadis kecil yang ditemukan itu benar-benar Zaina.“Sayang, Kai sama mama dan bibi ya. Papa pergi sebentar,” pamit Zaina pada Kaina yang tiba di sisinya. Ia berjongkok sembari mengusap lembut

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 298

    “Ayo, Nona Cilik … habiskan sarapannya ya … biar cepat besar,” rayu Siti, membujuk Kaina agar mau membuka mulut.Alih-alih termakan rayuan Siti, Kaina malah membekap mulut dengan kedua tangan mungilnya. Kepalanya menggeleng kuat.“Sedikit lagi,” bujuk Siti.Kaina kembali menggeleng. Semenjak kembarannya menghilang, selera makan Kaina pun terbang. Saat Zaina masih ada, ia dan Zaina akan berlomba menghabiskan makanan mereka, disuapi Zain dan Amisha. Keduanya tampak bersemangat untuk menjadi pemenang.“Sudahlah, Bi. Tidak usah dipaksa kalau memang dia tidak mau,” ujar Amisha, menengahi Siti dan Kaina yang saling bersitegang dengan keinginan masing-masing.“Tapi, perjalanannya cukup jauh, Non. Nanti Non Kaina kelaparan,” kilah Siti.“Tidak apa-apa, Bi. Bawa bekal saja.”Siti tak lagi membantah. Ia meletakkan piring nasi yang dipegangnya di atas meja makan.Kaina menurunkan kedua tangan yang masih menutupi mulutnya.

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 297

    "Aaargh! Zainaku mana? Zaina!" jerit Amisha histeris sambil menjambak rambut dengan kasar. Kedua bola matanya bergerak liar ke segala arah, mencari keberadaan sosok Zaina.Kaina yang baru muncul di kamar mamanya sontak berdiri dengan tubuh gemetar. Wajah imutnya seketika memucat. Kaki mungilnya spontan menapak mundur secara perlahan.Zain refleks menyambar tubuh Kaina dan mengangkat tubuh mungil itu dalam gendongannya."Bawa Kaina bermain, Bi!" pinta Zain pada Siti.Asisten rumah tangganya itu juga sekonyong-konyong berlari ke lantai atas begitu mendengar jeritan Amisha.Zain menghampiri Amisha, mendekapnya dengan penuh kasih."Ini semua salahku. Aku yang membawanya ke mal itu. Aku yang membuat Zaina menghilang," racau Amisha dalam isak tangisnya.Sudah tiga bulan waktu berlalu. Namun, Amisha masih belum bisa menerima kenyataan hilangnya Zaina dengan lapang dada. Setelah melewati fase kehilangan yang membuatnya tampak li

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status