Share

Bab. 3

Elijah terbangun, sorot matanya tertuju ke arah pintu kamar yang terbuka. Di sana terbaring seorang nenek tua yang tidak berdaya. Nenek itu hanya menatap lemah ke arah Elijah.

            Dua hari yang lalu Elijah ditelepon dari pihak panti jompo karena ia tidak lagi bisa membayar tagihan nenek angkatnya selama tinggal di sana. Elijah datang ke panti jompo di tengah malam agar tidak ada yang melihatnya membawa sang nenek tanpa sepengetahuan panti.

            Elijah mengemas semua barang-barang neneknya ke dalam tas besar yang telah ia bawa dari rumah. Elijah menatap sendu pada sang nenek yang hanya terdiam tanpa bersuara. Elijah keluar kamar ia memeriksa apakah ada seseorang yang bisa melihatnya saat membawa pergi sang nenek.

            Elijah berbicara dengan sang nenek dengan menggunakan bahasa isyarat karena neneknya tidak dapat bicara.

            “Aku akan membawamu pergi, aku tidak bisa membayar biaya tinggalmu jika di sini. Jadi aku harap kau tetap tenang.”

            Sang nenek hanya pasrah pada cucu perempuannya itu, ia mengangguk tanda dia mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Elijah. Elijah mendorong ranjang neneknya melirik ke kanan dan ke kiri memastikan jika tidak ada seorang pun yang melihatnya.

            Setibanya di luar, Elijah sedikit lega namun di saat yang bersamaan ia juga kebingungan bagaimana membawa neneknya pulang. Padahal suhu malam ini sangatlah dingin. Elijah meninggalkan neneknya di belakang gedung toserba sedangkan dirinya masuk ke dalam untuk membeli sesuatu yang hangat.

            Elijah mendorong troli yang cukup besar dan memlilih minuman hangat dan membelinya beberapa botol serta makanan untuk neneknya. Raut wajahnya begitu lelah tetapi ia tetap harus melakukannya. Selesai membayar Elijah kembali ke tempak neneknya berada sembari membawa troli belanja.

            Ia mencoba memindahkan neneknya untuk duduk di troli, Elijah menyelimutinya dengan selimut tebal dan memberinya minuman hangat dua botol agar tubuhnya tetap hangat. Elijah kembali terdiam sembari menunggu Bus. Tapi dipikirkan lagi ia tidak akan bisa membawa neneknya untuk naik Bus.

            Dengan berat hati Elijah mendorong neneknya hingga ke jalanan dekat rumah. Elijah meraih ponsel usangnya dan mengirim pesan pada seseorang untuk membantunya mengangkat sang nenek.

            Di sudut jalan Elijah terduduk lemah tubuhnya cukup lelah karena mendorong neneknya tanpa istirahat. Di seberang jalan seorang pria muda datang menghampirinya. Sorot mata Elijah begitu tajam, amarah berkumpul di dalam bola matanya yang coklat.

            “Aku butuh uang untuk datang, tapi berhasil mendapatkannya sedikit dengan menjual beberapa barang.” Si pria berbicara dengan nada yang sedikit bersalah. Namun, saat ia menoleh ke arah troli ia terkejut bukan main dengan apa yang dilihatnya sekarang.

            “Ya ampun, Anda menakutiku,” ujarnya. Sang nenek hanya menatapnya sendu karena kedinginan lalu tersenyum lembut pada si pemuda.

            “Cepatlah bantu aku memindahkannya,” Elijah meminta bantuan.

            Si pemuda pun dengan sigap menggendong sang nenek hingga sampai ke kamarnya, sementara Elijah membereskan tempat tidurnya untuk sang nenek.

            “Apa kau sudah selesai? Ini sangat berat,” ucapnya.

            Si pemuda membaringkan sang nenek, sementara Elijah membantu sang nenek untuk berbaring di tempat tidurnya.

            “Ya ampun. Aku merasa akan pingsan,” napasnya tersengal dan ia pun menjatuhkan tubuhnya karena lelah.

            “Oh, aku pusing sekali.”

            “Jika kau membawanya ke kamar mandi dia bisa mengurus sisanya sendiri. Datanglah dua kali sehari, jam 12:00 siang dan 16:00 sore. Aku akan meninggalkan kunci di atas jendela.”

            Si pemuda segera bangkit dari tempatnya dan berjalan ke arah Elijah.

            “Hanya seminggu, apa kau mengerti? Aku tidak bisa melakukannya lebih dari itu.”

            “Kenapa? Kau tidak punya pekerjaan apa pun.”

            “Tak mudah berhenti ketika main game. Aku akan pergi,” si pemuda pun pergi meninggalkan Elijah bersama dengan neneknya.

            Elijah melepas mantelnya dan mulai mengajak bicara neneknya.

            “Di siang hari, pria itu akan datang jam 12:00 dan jam 16:00 sore dua kali sehari. Mengerti?” sang nenek mengangguk tanduta ia mengerti.

            “Ketika ia datang, pergi ke kamar mandi. Jangan buka pintu untuk siapa pun,” Elijah berbicara dengan gerakan isyarat tangannya.

            Sang nenek pun menjawabnya dengan bahasa isyarat.

            “Aku tidak bisa mendengar apa pun bahkan bangun.”

            Elijah tidak berekspresi, yang jelas raut wajahnya menandakan bahwa dirinya sudah sangat lelah. Ia menyelimuti tubuh neneknya dan mematikan lampu beranjak untuk istirahat.

            Elijah mencoba mengangkat tubunya yang sakit karena dipukul oleh Dias, pria yang selalu menagih hutang padanya setiap hari.

            “Apakah kau ingin ke kamar mandi?” tanya nya dalam bahasa isyarat.

            “Tidak, apa kau baik-baik saja? Wajahmu sangat berantakan,” balas nenek.

            Elijah hanya tersenyum lembut. Dan perlahan mengusap lembut puncak kepala neneknya sembari berkata.

            “Aku tidak apa-apa. Ini hanya luka kecil tidak ada yang perlu kau khawatirkan dariku,” Elijah menarik selimut dan menyelimuti tubuh neneknya yang setengah terbuka.

            Dari sudut matanya yang sayu tampak air mata berkumpul di sana, Elijah selalu mengulas senyum terbaiknya saat berhadapan dengan sang nenek. Elijah duduk membelakangi sang nenek dan mulai membersihkan luka di wajahnya sesekali ia mengernyit kesakitan tanpa suara sedikitpun.

            Elijah mengambil dua sachets kopi lalu menuangkannya ke gelas yang berisi air panas. Dengan perasaan yang campur aduk ia menyesap kopinya hingga ia tersedak. Elijah yang terbatuk-batuk itu kembali menangis dengan suara tertahan. Tangan rampingnya sesekali memukul-mukul dadanya berharap rasa sakit itu berkurang.

            “Mengapa kali ini terasa begitu menyakitkan? Ku kira aku sudah terbiasa nyatanya tidak sama sekali,” Elijah menutup seluruh wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan kembali menangis.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status