Share

Bab. 3

Penulis: Harumi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-28 22:15:07

Elijah terbangun, sorot matanya tertuju ke arah pintu kamar yang terbuka. Di sana terbaring seorang nenek tua yang tidak berdaya. Nenek itu hanya menatap lemah ke arah Elijah.

            Dua hari yang lalu Elijah ditelepon dari pihak panti jompo karena ia tidak lagi bisa membayar tagihan nenek angkatnya selama tinggal di sana. Elijah datang ke panti jompo di tengah malam agar tidak ada yang melihatnya membawa sang nenek tanpa sepengetahuan panti.

            Elijah mengemas semua barang-barang neneknya ke dalam tas besar yang telah ia bawa dari rumah. Elijah menatap sendu pada sang nenek yang hanya terdiam tanpa bersuara. Elijah keluar kamar ia memeriksa apakah ada seseorang yang bisa melihatnya saat membawa pergi sang nenek.

            Elijah berbicara dengan sang nenek dengan menggunakan bahasa isyarat karena neneknya tidak dapat bicara.

            “Aku akan membawamu pergi, aku tidak bisa membayar biaya tinggalmu jika di sini. Jadi aku harap kau tetap tenang.”

            Sang nenek hanya pasrah pada cucu perempuannya itu, ia mengangguk tanda dia mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Elijah. Elijah mendorong ranjang neneknya melirik ke kanan dan ke kiri memastikan jika tidak ada seorang pun yang melihatnya.

            Setibanya di luar, Elijah sedikit lega namun di saat yang bersamaan ia juga kebingungan bagaimana membawa neneknya pulang. Padahal suhu malam ini sangatlah dingin. Elijah meninggalkan neneknya di belakang gedung toserba sedangkan dirinya masuk ke dalam untuk membeli sesuatu yang hangat.

            Elijah mendorong troli yang cukup besar dan memlilih minuman hangat dan membelinya beberapa botol serta makanan untuk neneknya. Raut wajahnya begitu lelah tetapi ia tetap harus melakukannya. Selesai membayar Elijah kembali ke tempak neneknya berada sembari membawa troli belanja.

            Ia mencoba memindahkan neneknya untuk duduk di troli, Elijah menyelimutinya dengan selimut tebal dan memberinya minuman hangat dua botol agar tubuhnya tetap hangat. Elijah kembali terdiam sembari menunggu Bus. Tapi dipikirkan lagi ia tidak akan bisa membawa neneknya untuk naik Bus.

            Dengan berat hati Elijah mendorong neneknya hingga ke jalanan dekat rumah. Elijah meraih ponsel usangnya dan mengirim pesan pada seseorang untuk membantunya mengangkat sang nenek.

            Di sudut jalan Elijah terduduk lemah tubuhnya cukup lelah karena mendorong neneknya tanpa istirahat. Di seberang jalan seorang pria muda datang menghampirinya. Sorot mata Elijah begitu tajam, amarah berkumpul di dalam bola matanya yang coklat.

            “Aku butuh uang untuk datang, tapi berhasil mendapatkannya sedikit dengan menjual beberapa barang.” Si pria berbicara dengan nada yang sedikit bersalah. Namun, saat ia menoleh ke arah troli ia terkejut bukan main dengan apa yang dilihatnya sekarang.

            “Ya ampun, Anda menakutiku,” ujarnya. Sang nenek hanya menatapnya sendu karena kedinginan lalu tersenyum lembut pada si pemuda.

            “Cepatlah bantu aku memindahkannya,” Elijah meminta bantuan.

            Si pemuda pun dengan sigap menggendong sang nenek hingga sampai ke kamarnya, sementara Elijah membereskan tempat tidurnya untuk sang nenek.

            “Apa kau sudah selesai? Ini sangat berat,” ucapnya.

            Si pemuda membaringkan sang nenek, sementara Elijah membantu sang nenek untuk berbaring di tempat tidurnya.

            “Ya ampun. Aku merasa akan pingsan,” napasnya tersengal dan ia pun menjatuhkan tubuhnya karena lelah.

            “Oh, aku pusing sekali.”

            “Jika kau membawanya ke kamar mandi dia bisa mengurus sisanya sendiri. Datanglah dua kali sehari, jam 12:00 siang dan 16:00 sore. Aku akan meninggalkan kunci di atas jendela.”

            Si pemuda segera bangkit dari tempatnya dan berjalan ke arah Elijah.

            “Hanya seminggu, apa kau mengerti? Aku tidak bisa melakukannya lebih dari itu.”

            “Kenapa? Kau tidak punya pekerjaan apa pun.”

            “Tak mudah berhenti ketika main game. Aku akan pergi,” si pemuda pun pergi meninggalkan Elijah bersama dengan neneknya.

            Elijah melepas mantelnya dan mulai mengajak bicara neneknya.

            “Di siang hari, pria itu akan datang jam 12:00 dan jam 16:00 sore dua kali sehari. Mengerti?” sang nenek mengangguk tanduta ia mengerti.

            “Ketika ia datang, pergi ke kamar mandi. Jangan buka pintu untuk siapa pun,” Elijah berbicara dengan gerakan isyarat tangannya.

            Sang nenek pun menjawabnya dengan bahasa isyarat.

            “Aku tidak bisa mendengar apa pun bahkan bangun.”

            Elijah tidak berekspresi, yang jelas raut wajahnya menandakan bahwa dirinya sudah sangat lelah. Ia menyelimuti tubuh neneknya dan mematikan lampu beranjak untuk istirahat.

            Elijah mencoba mengangkat tubunya yang sakit karena dipukul oleh Dias, pria yang selalu menagih hutang padanya setiap hari.

            “Apakah kau ingin ke kamar mandi?” tanya nya dalam bahasa isyarat.

            “Tidak, apa kau baik-baik saja? Wajahmu sangat berantakan,” balas nenek.

            Elijah hanya tersenyum lembut. Dan perlahan mengusap lembut puncak kepala neneknya sembari berkata.

            “Aku tidak apa-apa. Ini hanya luka kecil tidak ada yang perlu kau khawatirkan dariku,” Elijah menarik selimut dan menyelimuti tubuh neneknya yang setengah terbuka.

            Dari sudut matanya yang sayu tampak air mata berkumpul di sana, Elijah selalu mengulas senyum terbaiknya saat berhadapan dengan sang nenek. Elijah duduk membelakangi sang nenek dan mulai membersihkan luka di wajahnya sesekali ia mengernyit kesakitan tanpa suara sedikitpun.

            Elijah mengambil dua sachets kopi lalu menuangkannya ke gelas yang berisi air panas. Dengan perasaan yang campur aduk ia menyesap kopinya hingga ia tersedak. Elijah yang terbatuk-batuk itu kembali menangis dengan suara tertahan. Tangan rampingnya sesekali memukul-mukul dadanya berharap rasa sakit itu berkurang.

            “Mengapa kali ini terasa begitu menyakitkan? Ku kira aku sudah terbiasa nyatanya tidak sama sekali,” Elijah menutup seluruh wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan kembali menangis.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Lelaki Penyembuh Luka   END

    Tiga hari telah berlalu sejak Emilio mengetahui kabar Elijah akan menikah. Baik Earnest dan Jesslyn juga kebingungan dengah hal ini. Emilio terlihat frustrasi dan sangat pucat. Tapi, keduanya tidak tahu apa yang telah terjadi pada Emilio. Akhirnya Earnest menginterogasi Sebastian. Sebastian pun akhirnya menceritakan semuanya. Earnest tahu ini adalah buah perbuatannya, dia yang sengaja memisahkan Elijah terlepas dari semua kebohongan yang dilakukan oleh Emilio. sepenuhnya Elijah mengerti. Tapi, desakan untuk meninggalkan Emilio lebih besar akhirnya Elijah yang meninggalkannya meninggalkan bekas yang tak mungkin tertutup kembali. Emilio tidak terlihat di beberapa perusahaan. Dia hanya berdiam diri di rumahnya. tinggal di dalam ruang kerjanya tanpa berniat keluar. Perasaannya masih tidak stabil. Dia masih tidak bisa menerima kenyataan ini. tapi dia juga sadar akan kesalahannya yang tak mungkin untuk diperbaiki lagi. Di tengah kesedihannya suara ketukan pintu terdengar lem

  • Lelaki Penyembuh Luka   Bab. 275

    Emilio membuka berkasnya dan melihat isi dari dokumen itu. Matanya membelalak. Sudah jelas jika Emilio juga sama kagetnya. Dia tidak pura-pura tidak mendengar perkataan Sebastian, dia tidak mempercayai kenyataan yang ada di depannya ini. Rasanya begitu sesak, ia kesulitan bernapas. Emilio mundur beberapa langkah. Di dalam pikirannya mungkin dia berkata, kenapa semua ini terjadi padanya? Selama enam tahun dia berharap jika istrinya akan kembali padanya suatu saat nanti. Tapi, harapan itu tinggal harapan. Hari yang selalu dinantikannya itu tidak akan pernah datang padanya. Emilio membalik setiap lembarnya. Dia melihat foto Elijah tertawa bahagia bersama seorang pria yang digadang-gadang adalah calon suaminya. “Apakah informasi ini valid?” Emilio bertanya. “Ya, informan kita bahkan mengirimkan undangannya.” Jawab Sebastian. Tidak ada pembicaraan lagi. Emilio meremas dokumen itu, matanya mulai memerah. Sebastian tahu bagaimana perasaannya sekarang. Sedih hancur dan

  • Lelaki Penyembuh Luka   Bab. 274

    Elijah yang baru saja selesai memasak sejenak tertegun, hatinya begitu hangat kala melihat kedekatan Ezy dan Dareen. Mereka berdua bagaikan pasangan ayah dan anak. Jika orang di luaran sana melihat mereka berdua mungkin tidak akan menyangka jika Dareen hanyalah ayah sambung. Tawa renyah itu memenuhi seisi rumah, Celine yang berada di ruang tamu pun ikut tersenyum dengan tingkah laku keduanya. Mereka bagaikan anak kecil yang bahagia hanya dengan melakukan hal sederhana. “Ezy, turunlah. Ayahmu pasti sangat lelah.” Elijah berjalan ke arah meja makan seraya membawa sepiring daging dan meletakkannya di meja makan. “Cepat cuci tanganmu, kita makan malam bersama.” Ajak Elijah pada Dareen. “Ezy, kamu juga cuci tanganmu sebelum makan.” Perintahnya. “Ok!” Ezy memberi isyarat pada jari tangannya yang kecil. Elijah hanya mengulas senyum, lalu kembali menata meja makan. Dareen dan Ezy menuju wastafel, keduanya mencuci tangan bersamaan. Ezy menaiki kursi kecil lalu mele

  • Lelaki Penyembuh Luka   Bab. 273

    Dareen sangat sibuk sekali, dia mulai mengurusi masalah pernikahan, lalu bulan madu semua itu membutuhkan waktu, namun Dareen memintanya untuk menyelesaikannya dalam waktu satu minggu. asistennya Maxi secara intensif sedang mengatur jadwalnya, berusaha keras agar jadwal Dareen tidak bentrok dengan yang lainnya. Setelah rapat rutin, Dareen berjalan keluar dari ruang rapat, tangan kirinya memegang sebuah dokumen, sambil berjalan, sambil berpesan sesuatu pada Daniel. Asisten Maxi datang dari depan, dengan hormat berkata. “Direktur, orang dari perusahaan penyelenggara pernikahan datang, saya sudah mengaturnya di ruang tamu untuk menunggu Anda.” “Mmm.” Dareen mengangguk pelan, berjalan memasuki ruang tamu. Daniel adalah salah satu orang kepercayaan Dareen, dan juga sahabat baginya. Maka dari itu setiap Dareen merencanakan sesuatu, dia akan selalu ikut andil di dalamnya. Dareen segera mengikutinya masuk ke dalam. Perusahaan penyelenggara pernikahan datang dua orang, satu

  • Lelaki Penyembuh Luka   Bab. 272

    Untuk sesaat Elijah dibuat bingung harus berkata apa dengan kondisi yang ada di depannya. Beberapa waktu lalu, Elijah juga berharap Dareen bisa membawa cincin dan melamarnya. Dan sekarang saat momen itu tiba, Elijah malah belum sadar. Melihat Elijah tak bergerak, Geofrey tak kuasa bicara, "Nyonya, seharusnya Anda mengerti. Biasanya pria ini tak mau berurusan dengan hal seperti ini, menghindari wanita, janji yang diucapkannya juga tak sembarangan. Pria baik seperti ini, jika kamu sungguh melewatkannya, tidak akan ada kesempatan kedua." Kesadaran Elijah kembali dan tidak membalas perkataan Geofrey. Elijah lama sekali menatap Dareen. Kalau setuju, nantinya mungkin akan banyak bahaya. Jika tidak setuju, apakah dirinya sungguh melewati begitu saja perasaannya? "Ya." Akhirnya telah diputuskan. Hati Elijah seperti melepaskan sebuah batu besar. Ia merasa jika sudah saatnya dia melepaskan masa lalunya, dan memulai hidup baru. Melihat Elijah mengangguk, Dareen tak ku

  • Lelaki Penyembuh Luka   Bab. 271

    Walau tubuhnya sedikit gemetar, tapi perlakuan Dareen sangatlah lembut. Elijah mengangguk, mengisyaratkan jika dirinya menyetujuinya. Dareen tersenyum puas, dia mulai menggeluti Elijah. desahan lembut terdengar memenuhi seisi ruangan. Keesokan paginya. Elijah terbangun, ia merasakan seluruh tubuhnya sakit. Elijah memutar tubuhnya dan melihat di Dareen yang berbaring di sebelahnya. Apa yang terjadi? Elijah berpikir. Ah benar. Dirinya ingin pergi, lalu dihalangi, setelah itu... Dada bidang serta perut berotot terlihat jelas, suara yang serak, karena bergairah, wajahnya pun memerah, saat itu Dareen sangat tampan dan menawan.. Elijah tak berani memikirkannya. Saat ini Elijah merasa wajahnya pasti merah sekali. Dareen sangat menikmati melihat perubahan wajah Elijah, ujung hidungnya yang mancung meneteskan keringat. "Kenapa? Apa kamu masih belum puas melihatnya?" Dareen tersenyum licik. Sepasang matanya yang sedari awal sudah bersinar semakin terliha

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status