Share

Bab. 4

           

Keesokan harinya Elijah datang ke kantor dengan menggunakan kaca mata hitam yang besar untuk menutupi semua lebam di wajahnya. Ia bekerja seperti biasanya tidak ada yang peduli terhadapnya. Bahkan untuk bertanya keadaannya saja mereka tidak bertanya.

            Tidak terasa sekarang sudah waktunya pulang kerja. Elijah bersiap mengemas barang-barangnya. Kali ini dia akan bekerja paruh waktu di sebuah hotel bintang lima, tempat di mana orang-orang beruang menghabiskan malam.

            Elijah bekerja dengan begitu giat dan keras, ia bahkan tidak memedulikan perkataan orang lain terhadapnya. Elijah yang kelelahan berhenti sejenak ia menatap langit gelap di luar gedung.

            “Apakah jika aku dilahirkan dari kalangan orang kaya itu, aku akan bisa menikmati hidupku? Tidak seperti ini,” Elijah meremas kaleng minuman yang sudah ia tegak habis.

            “Elijah, kau bahkan tidak tahu siapa orang tuamu, mengapa kau berani bermimpi seperti itu?” Elijah menampar pipinya sendiri hingga ia tersadar dari lamunannya.

            Dari sudut lorong ada tiga orang pria yang mabuk dengan seorang wanita bersama mereka. Tatapan mata mereka begitu tajam saat melirik ke arah Elijah yang berdiri mengenakan seragam yang cukup seksi dan mengundang hasrat. Mereka bertiga menyeringai melirik ke kiri dan ke kanan memastikan tidak ada orang yang akan mengganggu rencana mereka.

            Elijah yang menyadari dirinya dalam situasi yang berbahaya itu pun memundurkan tubuhnya. Rasa takut dan jijik menghantui Elijah.

            “Tuan, Anda sedang mabuk. Sebaiknya saya memanggil security untuk membawa Tuan kembali ke kamar.” Elijah terus berjalan mundur secara perlahan.

            “Ayo tangkap dia,” perintah seorang pria.

            “Tidak, Tidak!” Elijah berlari menuju lorong yang panjang. Ia berusaha melarikan diri dari pria hidung belang.

            Dan sialnya lagi ternyata pintu tangga daruratnya tidak berfungsi dengan baik, sehingga Elijah kembali tertangkap oleh pria mabuk. Mereka menarik dan menyeret tubuh Elijah membawanya masuk ke dalam sebuah kamar.

            “Aku mohon lepaskan aku!” Elijah berusaha melepaskan diri saat tubuh kecilnya ditarik tanpa ampun.

            Elijah terus berontak, ia bahkan mencengkeram kusen pintu begitu erat. Sementara pria hidung belang terus berusaha melepaskan pegangan Elijah. rasa putus asa kian membesar kala kedua lengannya terlepas dari pegangan sorot matanya redup saat pintu kamar telah tertutup.

            Elijah dilemparkan ke tempat tidur dengan kasar, kepalanya sedikit pusing. Ia tidak bisa mengenali wajah orang yang telah menyeretnya ke dalam kamar. Ia hanya bisa menangis saat seseorang tengah meraba tubuh kurusnya. Air mata luruh bersamaan dengan hilangnya kehormatan miliknya.

            Lebam di wajahnya kian bertambah karena menerima pukulan dari pria yang merenggut kehormatannya dengan begitu brutal hingga tak memikirkan bagaimana luka Elijah.

            Elijah terisak, ketika gelak tawa memenuhi ruangan. Elijah menatap ke arah lain ada seorang wanita yang bernasib sama seperti dirinya tetapi wanita itu tampak menikmati setiap sentuhan yan diberikan oleh pria hidung belang itu.

            Entah berapa lama ia dipaksa untuk melayani nafsu bejat seorang pria yang bahkan tidak dikenalnya. Tubuhnya yang sudah lemah tak bisa lagi berontak untuk melawan.

            “Eito, apa kau sudah selesai dengan wanita itu?”

            “Ya,” sahut pria yang bertubuh kekar itu.

            Hanya kalimat itu yang masih terngiang-ngiang di telinganya. Elijah berbalik ia menatap pada pria yang berada tepat di sampingnya senyum penuh kemenangan itu terlukis begitu jelas dari wajah tampan yang tak begitu terlihat karena penerangan kamar yang begitu redup.

            “Beli lah apa pun yang kau mau, dan ingat jika kau lapor polisi aku akan mengejarmu sampai mati. Bahkan jika kau melawan itu tidak akan ada gunanya. Ingat itu baik-baik,” si pria melemparkan segepok uang kepada Elijah yang masih terkapar di tempat tidur.

            Elijah menatapnya sinis, tangisnya bahkan sudah tidak terdengar lagi. Si pria pun pergi meninggalkan Elijah di kamar sendirian. Elijah mencoba bangkit dan memungut semua pakaian miliknya yang berserakan di lantai. Ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

            Di bawah guyuran shower Elijah menangis dengan begitu pilu, suaranya terdengar parau karena terus menerus menangis. Seorang pria berdiri di luar pintu kamar mandi ia mendengar isak tangis wanita yang berada di dalam sana hatinya ikut hancur kala jeritan itu terdengar hingga ke luar.

            Elijah keluar dari kamar mandi dan betapa kagetnya ia saat mendapati seorang pria yang lain ada di dalam kamar.

            “Si-apa kau? Apa kau belum puas mempermainkan aku?” teriak Elijah histeris.

            “Nona, saya akan mengurus nona,” ujar Sebastian dengan sopan.

            “Apa lagi yang kau inginkan? Aku sudah kehilangan segalanya. Aku sudah tidak punya apa-apa lagi. Jadi ku mohon tinggalkan aku!” Elijah terus berteriak histeris di depan Sebastian. Elijah bahkan tidak bisa melihat rupa Sebastian dengan jelas karena memar di matanya.

            Sebastian menatap wajah Elijah yang lebam lalu turun ke pakaian yang sudah robek dimana-mana membuatnya seakan tahu dan mengerti bagaimana penderitaan wanita yang ada di hadapannya ini. Sebastian berjalan menghampiri Elijah dengan perlahan ia melepas jas miliknya lalu menutupi tubuh Elijah yang beringsut di sudut kamar.

            Seketika air mata itu kembali berjatuhan melewati wajah piasnya. Perasaan Sebastian sudah tidak karuan dan kejadian malam ini membuatnya jengkel mengapa tidak? Baru saja dia datang tapi sudah membuat masalah sebesar ini, walau keluarganya memiliki banyak uang bagaimana bisa dia berbuat sebejat ini? Sebastian tidak habis pikir dibuatnya. Melihat Elijah yang terus histeris Sebastian pun keluar untuk menghubungi seseorang.

            Sebastian menekan beberapa nomor di ponselnya lalu menghubunginya.

            “Tuan, Tuan Eito membuat masalah dengan seorang wanita. Dan wanita itu...” Sebastian menghentikan kata-katanya.

            “Ada apa? Apa yang terjadi dengan wanita itu?”

            “Tuan Eito, telah memperkosa seorang wanita di hotel. Wanita itu salah satu pekerja paruh waktu.”

            “Brengsek! Baru kembali sudah membuat masalah sebesar ini. Lalu, apa kau sudah mengurusnya?” dengan acuh dia bertanya.

            “Wanita itu sepertinya mengalami trauma tuan, ia sangat ketakutan saat saya menghampirinya. Dan wanita itu adalah nona Diora Elijah, salah seorang pegawai kontrak di perusahaan kita yang tempo hari berkelahi.”

            “Apa?” suara di seberang telepon terdengar sangat terkejut.

            Mendengar hal itu Emilio segera mengambil jas miliknya dan berlari dari kantornya menuju hotel tempat di mana Elijah mendapat penyerangan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status