"Hahaha... Kau pikir kau bisa melawan aku hah..??? Dasar anak pungut tak tahu diuntung..!” Hardik Naira sambil menendang tubuh Alpan yang tergolek dilantai.
Alpan kaget mendengar kata anak pungut yang dilontarkan oleh Naira kepadanya. Rasa penasarannya terjawab sudah. Pantas Naira tega ingin menghabisinya.“Katakan siapa orang tuaku sebenarnya.” Tanya Alpan lirih dengan mata menyipit yang ia sembunyikan ke lantai.Ia pura-pura seakan sudah benar-benar tidak berdaya.“Orang tuamu...???”“Buat apa kau menanyakan itu, toh sebentar lagi kau akan mati..!” Naira mendesis sinis melototkan matanya kepada Alpan.“Baik..! Jika kau tidak memberi tahu siapa orang tuaku, maka aku juga tidak akan memberi tahumu dimana aku menyembunyikan dokumen-dokumen milik Kakek.” Sahut Alpan memancing. Padahal ia sebenarnya juga tidak tahu dimana dokumen-dokumen itu kini berada.Waktu Naira dan anak buahnya mengejar diriny"Ada tamu untukmu..!”Tuan Satya menggangguk lalu mengikuti langkah petugas polisi yang membawanya keruang khusus untuk menerima tamu bagi para tahanan.Tuan Satya memang masih menempati ruang tahanan polisi karena harus menunggu persidangan terakhir untuk mengetahui nasibnya.“Alpan..???”Tuan Satya kaget begitu melihat siapa yang datang menjenguknya. Selama ia ditahan, baru ini pertama kalinya Alpan datang menjenguknya.Alpan mengangkat wajahnya yang tadi tertunduk menatap meja tempat ia melipat kedua tangannya.Tuan Satya menarik kursi didepan meja dan duduk berhadapan dengan Alpan.“Apa kabarmu..?” Tanya Tuan Satya nampak kaku.Semenjak ia mendengar berita bahwa Alpan telah bekerja sama dengan Naira merebut harta keluarganya, Tuan Satya merasa hatinya sudah tidak nyaman kepada Alpan.“Alpan sudah tahu Pa... Kalau Alpan bukan anak Papa. Alpan bukan siapa-siapa dalam keluarga besar Sudarta
Bab 95. Sebuah kejujuran.“Tolong izinkan kami masuk...! Kami ingin bertemu dengan Tuan Junara..!” Seorang lelaki terlihat memohon kepada petugas yang menjaga pintu rumah sakit. Ia datang membawa seorang wanita dan seorang anak lelaki berumur sekitar 10 tahun. Kemungkinan itu adalah anak dan istrinya.“Maaf Pak..! Untuk sementara waktu kami membatasi jumlah pengunjung yang memasuki ruangan rumah sakit. Ini demi kenyamanan pasien..!” Jawab petugas keamanan rumah sakit itu mencoba menjelaskan.“Tapi ini sangat penting Pak..! Tolonglah..! Berilah kami izin sebentar saja..?” Mohon lelaki itu berulang kali.Setelah berembuk dengan rekan-rekannya akhirnya petugas itu mengizinkan lelaki tersebut dan anak istrinya masuk kedalam rumah sakit untuk bertemu dengan Tuan Junara. Ia juga memberi sedikit pengarahan dan petunjuk jalan menuju ruang tempat Tuan Besar Sudarta dirawat.Lelaki itu segera memasuki rumah sakit dengan menggandeng
"Yaa.. ya Tuan...! Saya akan langsung kesana dan bersih-bersih rumah..!” Ujar Ratmi sangat gembira mendapat berita dari Tuan Junara yang menyuruhnya kembali bekerja dikediaman Tuan Besar Sudarta. Mereka sedang berbicara lewat saluran telepon. Ratmi sudah mengabdi dikeluarga Tuan Sudarta lebih dari sepuluh tahun lamanya.“Alhamdulillah... Badai akhirnya berlalu. Aku bisa kembali lagi bekerja..?” Seru Ratmi dengan wajah sumringah. Ia segera berkemas dan bersiap berangkat kerumah majikannya itu.Satu jam kemudian setelah beberapa kali naik turun angkot, akhirnya Ratmi sampai juga di kediaman keluarga Tuan Besar Sudarta. Didepan pintu gerbang sudah berdiri Hardi dan Kisno yang terlihat menjaga pintu gerbang kediaman yang bagaikan istana itu.“Haii Bik Ratmi... Alhamdulillah kita bisa ketemu dan berkumpul kembali..! Sapa Hardi sumringah ketika Ratmi baru saja sampai.“Alhamdulilkah Mas Hardi .. Mas Kisno. Akhirnya kita punya pekerjaan lag
Sebuah van memasuki halaman kediaman Tuan Besar Sudarta. Begitu pintu van itu terbuka turunlah Tuan Besar Sudarta, Tuan Junara, Mohzan, Desma, Astuti, ibu Aisyah dan Dika serta Jery.Dihalaman sudah berdiri Ratmi dan Kisno serta Hardi yang tergopoh-gopoh datang bergabung setelah menutup pintu gerbang.“Selamat datang Tuan..!!”“Selamat datang Nyonya..!!”Sambut mereka bertiga dengan gembira. Mereka bersalaman dan berangkulan satu sama lainnya.Tuan Besar Sudarta sejenak memandang kediamannya dari halaman. Kerinduan pada bangunan yang sudah sekian lama menaungi hidupnya tersebut tergambar jelas dimatanya. Hari sudah menginjak malam tidak menghalangi pandangan matanya untuk mengenali setiap sudut pekarangan yang luas dan dihiasi banyak sekali tanaman hias.Hal itu juga dirasakan Tuan Junara dan Astuti. Mereka sangat bersyukur bisa kembali kerumah itu.Sedangkan Desma hanyut dalam kenangan masa silam. Terbayang dalam benaknya semua yang telah terjadi 25 tahun yang
Sementara itu Alpan yang duduk bersembunyi dibawah pohon hias disebuah taman komplek itu mendengar teriakan Mohzan. Ia semakin sedih.“Aku bukan Mas mu Mohzan... Aku bukan kakak lelakimu..huhuhu..!” Jawab Alpan yang tak mungkin didengar Mohzan yang terus memanggilnya.“Mas Alpaaaan...!!” Mohzan terus berteriak. Mohzan terus berusaha mencari Alpan namun hanya gelapnya malam dan lampu taman yang ia temukan.Mohzan akhirnya duduk disebuah bangku taman. Keringatnya bercucuran membasahi t shirt yang ia kenakan.“Mas.. dimana kamu Mas Alpan... Maafkan Mohzan kalau Mohzan lalai memperhatikanmu. Kita semua tengah sibuk mengurus Kakek... Bukan berarti kita melupakan Mas Alpan..” Mohzan bicara sendiri dikeremangan taman. Ia meratap dengan rasa bersalah.Alpan yang duduk dibawah sebatang pohon hias mendengarkan rintihan pilu Mohzan yang duduk disebuah bangku persis disamping pohon yang melindungi tubuhnya.“Tidak Mohzan...
Mohzan dan Dika serta Jery berjalan gontai memasuki kediaman keluarga Sudarta.“Kami tidak menemukan Mas Alpan Kek..!” Ujar Mohzan begitu Tuan Besar Sudarta yang menyambut kedatangan mereka bertiga. Dika dan Jery juga mengangguk dengan tertunduk.“Tidak apa.. Jangan menyalahkan diri kalian.. kalian sudah berusaha sekuat tenaga.” Jawab Tuan Besar Sudarta dengan tersenyum arif.Astuti yang sedang duduk disebuah sofa lalu berdiri dan mendekati mereka yang tengah berbincang sambil berdiri.Ruangan itu nampak sepi. Tuan Junara dan Desma sudah masuk kekamarnya. Ibu Aisyah juga sudah terlelap didalam sebuah kamar yang diperuntukkan untuknya.“Mohzan..! Naiklah keatas dan beristirahatlah.. bawa Dika dan Jery..! Ratmi sudah menyiapkan kamar kalian masing-masing..!” Perintah Astuti.“Iya Nek...!” Sahut Mohzan lalu memenuhi perintah Neneknya. Mohzan mengajak Dika dan Jery menuju lantai atas rumah itu.Dika dan J
“Alpaaan....!!! Turun Alpan..!!” Astuti berteriak histeris.Alpan tersentak kaget begitu menyadari sudah banyak orang yang berkumpul diatas jembatan menengadah memandang ke arahnya bahkan meneriakinya.Terlihat juga Astuti menangis meraung-raung dan terus memanggil Alpan yang siap untuk bunuh diri dengan melompat dari sebuah jembatan, dimana jauh dibawah jembatan itu terdapat selat yang terkenal dengan arus yang ganas.Mohzan memutar otak bagaimana cara menyelamatkan Alpan yang terlihat sudah benar-benar depresi. Alpan terlalu larut dalam tekanan perasaan sehingga akal sehatnya kini tak lagi bisa ia gunakan.“Ayah... Ibu... Alpan ingin bertemu kalian. Alpan mau kita berkumpul dialam sana..” Alpan tak henti meratap sambil terus memanjat tiang yang tinggi menjulang diatas jembatan. Sekali-kali terlihat kakinya hampir terpeleset dan itu membuat orang-orang dibawah berteriak histeris dan keadaan semakin menegangkan.“Apa yang harus
“Tuan..! para tamu undangan telah menunggu diruang rapat utama..!” Seorang pegawai Tuan Besar Sudarta memberi tahu.“Baik.. kami akan segera kesana...!”“Hmm... Berapa persen tamu yang hadir..?” Sambung Tuan Besar Sudarta sebelum pegawainya itu berpamitan pergi.“101 persen Tuan..!” Sahut lelaki berpakaian rapi itu membungkuk hormat kepada Tuan Besar Sudarta dan Tuan Junara.“101 persen..??” Tuan Besar Sudarta dan Tuan Junara mengerutkan dahinya.“Iya Tuan... Ada tiga orang perwakilan dari perbankan. Mereka belum kami beri izin masuk keruang rapat karena tidak memiliki undangan.” Ungkap lelaki itu.Tuan Besar Sudarta dan Tuan Junara berpandangan sejenak.“Biarkan mereka masuk... Rapat ini memang diperuntukkan untuk orang-orang dari luar perusahaan.” Tuan Junara memberi perintah.“Baik Tuan..!” Pegawai itu kemudian undur diri.Setelah bersiap be