Share

Bab 15

Gerald memutar tubuhnya ke arah suara gadis yang memanggilnya.

Gerald melihat seorang gadis berparas cukup cantik. Tubuhnya yang jangkung dibalut celana denim ketat dan kaus pendek, ditambah dengan sepatu hak tinggi yang membuatnya lebih serasi. Gadis itu membelakanginya sekarang.

Gadis itu menyembunyikan kedua tanganya di belakang pinggulnya, kedua matanya melotot memandang Gerald dengan tatapan muak.

“Gerald, apakah menurutmu wajar ketika kamu menggantungkan hidupmu dari subsidi kampus padahal kamu mampu membeli barang mewah senilai limapuluh lima ribu dolar untukmu sendiri? Dengarkan, mulai tahun depan, kamu akan dikeluarkan dari daftar penerima subsidi!” seru gadis itu kepada Gerald dengan sikap dingin.

“Whitney, Gerald mendapatkan uang itu sebagai hadiah atas upayanya menyelamatkan hidup seorang anak perempuan! Orang tua anak perempuan itu memberinya shopper’s card sebagai ungkapan terima kasih atas kebaikanya itu. Mengapa kamu berpikir untuk mencabut subsidi Gerald? Jangan mentang-mentang kamu presiden perkumpulan mahasiswa lalu bisa membuat keputusan semaumu!”

Presiden perkumpulan mahasiswa memeloloti Harper dengan ekspresi dingin diwajahnya tanpa mengatakan sepatah kata pun.

“Apa urusanya dengan kamu? Harusnya kamu tahu bahwa Gerald mendapatkan subsidi itu atas rekomendasi dari perkumpulan mahasiswa? Alasanku memperjuangkan agar Gerald mendapatkan subsidi adalah karena aku tahu dia membutuhkanya! Namun dia justru membeli sebuah tas Hermes senilai limapuluh lima ribu dolar untuk dirinya sendiri! Masak kamu tidak dengar kabar yang beredar di seantero kampus hari ini?”

“Apa yang kamu lakukan itu benar-benar menyalahi ketentuan perkumpulan mahasiswa! Tindakanmu ini dengan sendirinya mencabut hakmu untuk mendapatkan subsidi!”

Whitney melirik Gerald dengan tatapan jijik. Semua orang kini pasti telah mengetahui cerita tentang tas Hermes dari tayangan langsung Felicity yang mereka tonton semalam.

Whitney adalah sosok yang cukup disegani, selain menjabat sebagai presiden perkumpulan mahasiswa, Whitney juga dikenal sebagai salah satu mahasiswi kesayangan rektor di kampus.

Whitney Jenkins memiliki latar belakang keluarga terpandang dan dikenal karena sepak terjangnya di di kampus selama ini. Whitney mampu menangani berbagai masalah yang pelik sekali pun dengan sangat baik. Itulah sebabnya dia diangkat sebagai presiden perkumpulan mahasiswa. Whitney mampu menangani berbagai persoalan bahkan di hampir semua jurusan di kampus.

Hampir seluruh dosen dari semua jurusan mengenalnya.

Whitney memiliki karakter khas yang dimiliki oleh kebanyakan pemimpin, yaitu memandang sebelah mata kepada orang tidak punya uang dan kuasa seperti Gerald.

Sejujurnya, Whitney harus mengakui bahwa selama ini Gerald cukup patuh dan rajin melakukan apapun yang dia minta kepada Gerald untuk dilakukan. Itulah alasan mengapa Whitney selalu mendukung agar Gerald mendapat subsidi setiap tahun.

Sementara mahasiswa miskin lainnya yang tidak mau melakukan pekerjaan untuk Whitney maka mereka tidak direkomendasikan untuk mendapatkan subsidi dari kampus.

Sikap semena-mena inilah yang membuat Harper membenci Whitney.

“Gerald, mengapa kamu diam saja?” Whitney bertanya kepada Gerald masih sambil melotot.

Gerald mengernyit. Sejujurnya dia tidak lagi perlu bergantung pada subsidi dari perkumpulan mahasiswa.

Gerald bisa mengerti alasan Whitney meremehkanya, bisa dibilang subsidi yang dia peroleh selama ini adalah berkat usaha Whitney.

Gerald bertanya, “Apa yang kamu inginkan dariku?”

“Baiklah kalau begitu. Karena kamu yang bertanya, maka aku janji untuk memastikan agar kamu bisa terus mendapatkan subsidi itu, asalkan kamu mau melakukan sesuatu untukku. Kalau kamu bisa melakukan tugasmu dengan baik, aku akan memaafkan tindakanmu yang sudah mencemarkan reputasi perkumpulan mahasiwa!”

Whitney merujuk pada fakta bahwa semua orang sedang menertawakan Gerald dan menganggapnya bodoh karena menggunakan shopper’s card untuk membeli sebuah tas.

Tanpa disadari kebencian menyelinap di hati Whitney karena benaknya tidak berhenti memikirkan kejadian itu.

Bagaimana bisa seorang miskin itu sangat beruntung? Bisa-bisanya seseorang memberinya kartu Universal Global Supreme Shopper’s begitu saja?

Lebih gila lagi, Gerald memberikan tas Hermes senilai lima puluh lima ribu dolar kepada seseorang sebagai kado ulang tahun!

Lima puluh lima ribu dolar!

Andai saja Gerald memberikan tas itu kepadanya, tentu Whitney akan merasa senang sekali.

Gerald masih terus saja diam dan tidak menanggapi Whitney sama sekali! Maka, Whitney bermaksud untuk memberi Gerald pelajaran dengan menggunakan subsidi itu sebagai alat.

Itu bodoh!

“Apa sebenarnya maumu?” Gerald bertanya dengan ekspresi datar saja di wajahnya.

“Aku punya permintaan sederhana. Perkumpulan mahasiswa akan menyelenggarakan acara besar minggu depan dan kami butuh seseorang untuk bersih-bersih tempat acara. Nah, aku ingin kamu bersih-besih auditorium! Kalau kamu mau melakukannya, maka aku akan tetap membantumu untuk bisa mendapatkan subsidi tahun depan! Nah, tunggu apa lagi, Gerald. Saranku kamu tidak usah masuk kelas hari ini. Aku sudah siapkan surat izin untukmu!” kata Whitney sambil melemparkan surat palsu itu ke Gerald.

Whitney memutar tubuhnya dan berlalu meninggalkan suara hak sepatu tingginya yang beradu dengan lantai.

“Sialan, dasar wanita tukang rundung!”

Harper tidak tahan lagi dan mengumpat dengan keras.

Teman sekamar Gerald lainya, Benjamin tak urung merasa sangat marah.

“Jangan khawatir, Gerald. Aku pikir kamu tidak perlu membersihkan auditorium. Kamu sendiri tahu kan seberapa besar auditorium itu? Nggak mungkin lah seorang Gerald mampu membersihkanya sendiri? Sudahlah, ayo masuk kelas saja.”

Benjamin menepuk pundak Gerald dengan lembut.

“Lalu apa yang akan terjadi dengan subsidi Gerald?”

Teman-teman sekamar Gerald merasa sedikit resah.

Setelah berpikir sejanak, akhirnya Harper bertepuk tangan:

“Baiklah, bagaimana kalau kita membantu Gerald membersihkan auditorium? Kalau kita kompak dan bersama-sama membersihkan auditorium pasti akan selesai dengan cepat.”

“Setuju! Ide bagus!”

Teman-teman sekamar Gerald mengangguk serempak.

Gerald merasakan hatinya hangat.

Gerald kembali merasa optimis dengan kehidupannya di kampus ini meskipun sudah mengalami banyak sekali penghinaan selama tiga tahun terakhir.

Kehadiran teman-teman yang bisa menerima keadaanya yang miskin sangat berarti untuk Gerald.

Mereka selayaknya saudara yang tulus dan selalu menginginkan yang terbaik untuk Gerald.

Gerald tidak rela teman-temannya ikut merasakan hukumannya.

Sejujurnya, Gerald ingin berterus terang kepada teman-temanya bahwa dia sebenarnya anak seorang kaya raya.

Namun Gerald terpaksa mengurungkan niatnya karena khawatir akan kehilangan persahabatannya dengan mereka jika dia mengatakan yang sebenarnya.

Gerald merasa bahwa persahabatan adalah kekayaan yang sesungguhnya dan dia tidak ingin kehilangan itu!

“Sudahlah. Aku akan bersihkan auditorium itu sendiri. Lagipula ini bukan kali pertama aku harus membersihkan auditorium itu sendiri. Satu hal lagi di antara kalian tidak ada yang sehebat dan seterampil aku untuk bersih-bersih, jadi bantuan kalian tidak akan banyak berarti!”

Setelah menimbang-nimbang, Gerald memutuskan untuk menunda dulu pembukaan identitasnya.

Gerald menahan diri untuk sementara waktu.

Gerald menuju auditorium seorang diri.

“Gerald, kenapa lama banget baru ke sini? Apa kamu pikir sekarang kamu sudah hebat karena bisa membeli tas mahal?”

Begitu Gerald menapakkan kakinya masuk ke auditorium, Whitney langsung menyambut dengan ejekan.

“Hahaha!”

Semua orang yang sedang gladi di auditorium itu sontak tertawa terbahak-bahak mendengar kata-kata ejekan yang dilontarkan Whitney.

Mereka sibuk mempersiapkan diri untuk pertunjukan mereka minggu depan.

Whitney sengaja meminta seluruh tim penampil dari setiap jurusan untuk melakukan gladi di auditorium itu.

“Jangan begitu, dong! Biar bagaimanapun dia mampu membeli tas seharga limapuluh lima ribu dolar! Dibanding dia kita ini nggak ada apa-apanya?”

“Yup, hati-hati kalau bicara, Bu Presiden! Jangan sampai nanti Gerald beneran jadi pria kaya dan berkuasa lalu melempar segepok uang ke mukamu!”

Para wanita di ruangan berpandangan lalu memandang Gerald dan tertawa terpingkal-pingkal.

Sebaliknya, para pria memandang Gerald dengan tatapan iri.

Mereka merasa iri dengan keberuntungan Gerald.

Mereka membayangkan andai bisa membeli tas seharga limapuluh lima ribu dolar, maka mereka akan memilih untuk memberikannya kepada presiden perkumpulan mahasiswa.

Gerald berlagak tuli dan sama sekali tidak ingin menanggapi cemoohan mereka.

Gerald mengambil sapu dan bersiap untuk mulai membersihkan ruangan.

“Minggir! Apa kamu beneran merasa seperti pria kaya dan berkuasa sekarang?”

Seorang pria jangkung dan kekar mendorong Gerald kesamping dengan kasar.

Gerald nyaris terjatuh karenanya.

Tentu saja Gerald tahu pria ini. Namanya Victor Wright dan dia adalah wakil presiden perkumpulan mahasiswa dan juga kapten tim basket kampus.

Orang tua Victor dikenal sebagai pedagang yang sukses dan kaya.

Victor termasuk orang yang punya andil atas semua penderitaan dan penghinaan yang dialami Gerald selama tiga tahun kehidupanya di kampus.

“Victor! Ngapain kamu di sini?”

Whitney terkejut dengan kemunculan Victor yang tiba-tiba dan buru-buru menyapanya dengan riang gembira.

Victor termasuk tipe pria yang disukai Whitney. Selain tinggi, ganteng dan kaya, Victor juga seorang pemain basket yang andal.

Victor adalah karakter pria idaman para wanita.

Para wanita yang sedang latihan di ruangan itu tersipu memandang Victor.

“Oh! Aku ke sini sekarang karena tadi pagi aku keluar rumah lebih awal ke tempat modifikasi mobil,” Victor menjawab sambil menyesap minumannya.

“Mobil? Apa? Jadi kamu punya mobil, Victor?”

Beberapa gadis tercengang.

“Hahaha. Ya, aku beli mobil tipe Audi A6, lumayan seru, sih!” Victor menjelaskan sambil tertawa bangga.

“Wow!”

Para gadis semakin tercengang.

Tanpa sadar Whitney mendekat ke arah Victor.

“Mobilmu lokal atau impor?”

Sebenarnya tidak masalah apakah mobil itu lokal atau impor karena mobil Audi A6 adalah tipe mobil yang bertenaga.

“Impor, dong! Ayahku beli lewat temanya makanya bisa dapat seratus ribu dolar lebih murah dari harga normalnya! Hahaha!” Victor tersenyum bangga.

Kali ini Whitney menunjukkan ekspresi aneh pada wajahnya.

Gerald yang sedang sibuk menyapu lantai, tidak tahan untuk tidak menguping pembicaraan mereka terutama ketika mereka bicara tentang mobil.

Adalah impian Gerald sejak lama untuk bisa punya mobil sendiri.

Gerald tidak peduli soal merek dan jenis mobilnya, yang penting mobil beneran dan bisa jalan!

Mengapa ini menjadi impiannya? Karena di masa sebelumnya, Gerald tidak mungkin mampu beli mobil.

Makanya Gerald penasaran dan terus mencuri dengar pembicaraan mereka.

Seluruh perhatian Gerald tertuju pada pembicaraan mereka.

Tanpa disadari Gerald menyapu kaki seorang gadis yang tengah duduk di mimbar.

“Ahh!”

Gerald baru sadar setelah mendengar gadis itu berteriak keras.
Komen (6)
goodnovel comment avatar
glevo ryan
kok bisa kepikiran nulis MC setolol ini ...
goodnovel comment avatar
Faiz
baca sampai habis dulu baru faham
goodnovel comment avatar
Sabri Inun
bosan dgn ceritanya.. asik2x sembunyikan identitinya.. bodohhh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status