Share

Chapter 3 - Permintaan Teman

POV Maria

Hari ini terasa terasa begitu panjaang karena kehebohan yang menimpa padaku, apalagi saat bel tanda berakhirnya pelajaran hari ini alias bel waktu pulang sekolah. Aku pasrah jadi objek bulan-bulanan teman-temanku. Kejadian bermula saat aku keluar dari kelas, tiba-tiba beberapa teman cewek mengajakku untuk pulang bareng, namun ketika baru melewati pintu kelas, mereka menutup kepala dan wajahku hingga menyeretku kembali duduk dikursi dan diikat dengan selotif.

 Dalam keadaan tangan dan kaki terikat juga mulut yang dibekap lakban, aku dilempari tepung dan telor hingga diguyur air. Haduuuuhhh...ini tradisi macam gini siapa sih yang mulai. Aku hanya bisa menggerutu saat baju seragamku menjadi kotor banget. Setelah mereka puas mengerjaiku, aku diperlakukan seperti layaknya putri raja pokoknya. Sungguh mengasyikan. Memang agak gila sih..., apalagi saat aku harus pulang dengan baju sekotor ini?? Huhuhuhu....tega ih mereka.

 Sebelum pulang, aku membersihkan diri dulu, maksudku kepala dan wajah cantikku ini, di kran yang berada di dekat toilet. Ketika selesai dan berbalik, aku melihat Ray berjalan ke arahku. Tanpa bicara, dia memberikan handuk handuk kecil kepadaku.

 "Eh, Ray. Makasih," kataku sambil menerima handuk itu lalu kupakai untuk mengelap wajah dan sedikit mengeringkan rambutku.

 "Bajumu kotor, nih pake," kata Ray, mengulurkan jaket yang sengaja dia buka dari tubuhnya. Sesaat aku menatap jaket itu.

 "Nggak usah Ray, aku bisa minta tolong Andre," kataku menolaknya sambil tersenyum.

 "Orang yang kamu maksud sudah pergi dari tadi," kata Ray, tanganya masih mengulurkan jaketnya padalu.

 "Nyantai aja, aku nggak bakal ngusilin kamu," katanya datar.

 Wah, jangan-jangan dia naksir sama aku. Woi, aku udah punya pacar! Teriak suara dipikiranku. Aku kembali menatap ke arah jaketnya Ray, rasa ragu masih memenuhi pikiranku. Tapi kalau aku gak terima, bagaimana perjalananku pulang nanti, pasti orang-orang pada menatapku dengan pandangan aneh.

 "Ya sudah, Makasih," kataku akhirnya lalu meraih jaket yang ada ditangan Ray.

 Singkat cerita aku dan Ray pulang bersama. Tentunya setelah aku membuka baju atas seragamku dan menggantinya dengan jaket, seragamnya lalu aku taruh di sebuah tas plastik. Rasa kesal tertuju pada pacarku, Andre tak terlihat di antara teman-temanku. Kemana tuh si Andre kok nggak nolong pacarnya sih. Saat aku hubungi ponselnya, BBMnya nggak aktif, chat aku pun tak dibales lagi. Awas ya nanti kalau ketemu. Mau kudamprat habis-habisan dia.

 Aku dan Ray, menaiki monorel yang sama. Rumahku dan panti tempat Ray tinggal kebetulan searah. Dalam perjalanan awalnya kami saling diam, aku tak berani memulai obrolan dengannya.

 "Ayahmu seorang detektif terkenal bukan?" Tiba-tiba Ray mencairkan suasana diam dengan pertanyaannya.

 "Iya, kenapa emangnya?" Jawabku, lalu balik bertanya.

 "Aku ingin minta tolong pada Ayahmu, apa aku bisa ke rumahmu sekarang?" Kata Ray, nada suaranya terdengar datar dan tanpa ekpresi sama sekali. Sekilas aku menatap wajahnya, memastikan apa benar dia bicara padaku.

 "Ada sesuatu yang menyangkut tentang diriku, dan aku butuh jasa ayahmu," lanjutnya.

 "Kenapa denganmu?" Pertanyaan konyol begitu saja keluar dari mulutku. Ray menatap tajam wajahku, seakan mengatakan apa pedulimu padaku. Namun kemudian dengan suara pelan dia berkata.

 "Aku ingin tahu siapa orang tuaku sebenarnya."

 Setelah setengah jam perjalanan, kami pun sampai di rumahku. Sebuah rumah sederhana yang terdapat sebuah papan bertuliskan 'BIRO DETEKTIF JOHAN MAHESWARA' di depannya. Papan itu seingatku sudah ada di sana sejak aku masih balita. Dan tak pernah berubah kecuali ayah menggantinya tulisannya dengan cat baru. Bahkan paku-pakunya pun masih tetap pada posisinya. Rumahku tidak bisa dibilang luas, namun cukuplah untuk kami berempat tinggal dengan nyaman.

 "Itu pintu Kantor ayahku. Kamu masuk saja dulu, aku akan panggilkan beliau," kataku sambil menunjuk ke arah pintu kantor Ayah yang sedikit terbuka.

 Ray hanya mengangguk, ia langsung berjalan ke arah yang aku tunjuk lalu membuka pintu yang bertuliskan 'KANTOR DETEKTIF JOHAN MAHESWARA' Kemudian dengan langkah tenang ia masuk. Aku segera masuk ke pintu yang satunya. Kulepaskan sepatuku dan kaos kakiku yang basah. Kemudian segera aku taruh di mesin cuci. Kulepaskan jaket milik Ray. Ayah tampak sedang berada di dapur memasak sesuatu.

 "Ayah, aku datang bersama seorang teman yang ingin memakai jasamu," kataku sambil menghampirinya.

 "Apa? Temanmu butuh jasa Ayah?" tanyanya heran.

 "Iya Ayah, Katanya dia ingin mencari tahu tentang siapa kedua orang tuanya," jawabku.

 "Oh, dia terus dia di mana sekarang?" tanya Ayah sambil melihat ke arah belakangku.

 "Ahh Ayah, dia aku suruh menunggu di kantor Ayah," jawabku. Sambil akan berlalu dari hadapan Ayah untuk menuju ke kamarku.

 "Sebentar, Kamu kenapa kok berantakan seperti itu?" tanya Ayah sambil meraih tanganku dan membuatku kembali berhadapan dengannya.

 "Aku ngak apa-apa Ayah, ini hanya dikerjai teman-teman disekolah tadi, karena hari ini ulang tahunku," jawabku sambil tersenyum.

 "Ohhh...Ya sudah, mandi dulu sana!" kata ayah sambil membalas senyumku, tatapan matanya terlihat ingin mengisengiku, namun aku cepat berlari naik ke kamarku.

 Aku segera mandi, lebih cepat dari biasanya. Yang penting rasa lengket ditubuh ini hilang. Ugghh..., sepanjang di kamar mandi aku terus berpikir kira-kira apa ya yang sedang dibicarakan ayah dan Ray di sana. Rasa penasaran terhadap Ray makin menjadi setelah aku mendengar sekilas omongan Ray di kereta tadi, dia termasuk anak yang misterius. Apalagi tepat di hari ulang tahunku, dia menghampiriku, bukannya kasih selamat malah memintaku untuk mengantarkannya bertemu Ayah. Yang bikin tambah penasaran Ray ingin tahu tentang orang tuanya.

 Setelah mandi, aku segera memakai baju rumah, tampilan casual yang biasa aku pakai. Sejurus kemudian aku pun setengah berlari dan masuk ke kantor ayahku.

 Begitu aku masuk ke ruangan ayahku, Ray terlihat sudah mau pergi.

 "Lho, kok udahan?" tanyaku heran sambil menaatap Ayah dan Ray bergantian.

 "Iya aku sudah selesai membicarakan semua dengan ayahmu. Semoga bisa membantuku," jawab Ray.

 "Baiklah Ray, nanti saya kabari kamu lagi ya," kata ayah sambil menepuk pelan bahu Ray.

 "Makasih Tuan Johan," Jawab Ray, lalu dia berjalan ke pintu dan membukanya.

 "Makasih juga buat kamu, Maria," kata Ray sambil menatapku sekilas.

 "Eh Ray, jaketmu.  Aku ambil sebentar ya!" kataku sedikit tergugu.

 "Hmmm..., bawa besok saja nggak apa-apa," kata Ray, lalu berjalan keluar.

 "Oh, ya udah," kataku pelan karena Ray sudah tak ada di hadapanku.

 Ayah bersandar di kursi kerjanya. Kulihat tatapan matanya sudah menerawang jauh dan jari-jemarinya sudah disatukan. Kalau sudah begini ia sedang sibuk berfikir. Apakah permintaan Ray serumit itu?

 "Tadi Ray bicara apa dengan ayah?" tanyaku, lalu duduk di kursi yang tadi di duduki Ray.

 "Hmm..., Temanmu itu meminta ayah untuk menyelidiki keberadaan kedua orang tuanya," jawab ayah, suaranya terdengar gamang seakan otaknya sedang berputar mencari jawaban.

 "Jelasin dong yah," kataku penasaran.

 "Kamu sudah tahu kan, kalau Ray itu tinggal di panti asuhan. Menurut cerita dia, Ketika kecil ia dibuang oleh orang tuanya. Kemudian ditinggalkan begitu saja di depan pintu panti asuhan KASIH IBU. Menurut cerita dari kepala panti, kemungkinan orang tua Ray bukan berasal dari kota ini. Karena ketika peristiwa itu, tidak ada satupun orang di kota ini yang hamil dan melahirkan. Hampir seluruh DNA wanita di kota ini diperiksa tapi tak ada kecocokan semua. Artinya orang tua Ray tidak ada di kota ini. Ayah tahu siapa Ray karena ketika dia dibuang ayah ada di sana mendapatkan laporan tentang bayi yang dibuang.

 "Ray juga bercerita bahwa setiap bulan, dia mendapatkan kiriman uang dengan jumlah yang tidak sedikit. Bahkan pemilik panti asuhan tempat ia diasuh pun juga mendapat kiriman uang tersebut yang jumlahnya cukup untuk biaya hidup semua anak-anak penghuni panti."

 "Dari mana uang sebanyak itu?" Tanyaku sambil menatap wajah ayah, dia tersenyum lalu meneruskan ceritanya.

 "Awalnya pihak panti asuhan diam saja. Menganggap mungkin ada dermawan yang memang berbuat baik kepada Ray. Tapi kalau setiap bulan uangnya makin bertambah dan terus menerus secara kontinu, maka sudah pasti ini adalah keanehan. Memang, uang itu bisa menghidupi Ray sampai sekarang. Dan agaknya Ray menjadi penasaran apakah uang-uang itu dikirim oleh keluargnya ataukah tidak," jelas ayah.

 "Wah, ternyata begitu ya kehidupannya Ray. Jadi kemungkinan besar orang tua Ray sangat kaya ya?" tanyaku.

 "Bisa jadi, uang yang dikirim tiap bulan juga jumlahnya sangat besar. Setiap bulan Ray mendapatkan uang 20 juta, luar biasa bukan? Dan dia tak pernah menggunakan uang itu sampai sekarang. Totalnya sekarang ada 4 milyar lebih."

 "Waaahhh...itu uang Y ah?"

 "Bukan, itu daun. Ya jelas uanglah!"

 Aku nyengir. Wah, diam-diam ternyata si Ray kaya juga ya. Setelah itu aku makin tertarik untuk mengetahui jati diri Ray.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ivan Haws
jadi inget tetangga.......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status