POV Ray
Aku cukup di panggil dengan nama Ray, sejak kecil aku tinggal di panti asuhan Kasih Ibu. Setiap orang mengenalku sebagai anak yang hidup sebatangkara atau yatim piatu, tapi sejak beberapa waktu lalu aku yakin kalau keberadaan kedua orang tuaku masih ada dan mengawasiku dari jauh. Saat aku masih bayi, seseorang meninggalkanku di depan panti asuhan KASIH IBU. Saat ini usiaku sudah tujuh belas tahu dan aku harus tahu dimana keberadaan kedua orang tuaku, meskipun hanya sebuah sapu tangan yang merupakan satu-satunya petunjuk yang kumiliki.Kehidupanku di panti, cukup membuatku merasakan kasih sayang walau terkadang rasa sepi menjalar di dalam hatiku. Kami anak-anak panti tak pernah kekurangan apa pun, semua kebutuhan kami terpenuhi oleh pemilik panti. Itu sebelum ibu pemilik panti bercerita padaku. Sejak keberadaanku di panti, pemilik panti selalu mendapat kiriman sejumlah dana yang langsung masuk ke rekening pribadinya.
Awalnya pemilik panti menduga kalau dana itu berasal dari para donatur yang biasa menyokong biaya operasional panti, namun setelah di usut tak satu pun dari para donatur tetap mengkonfirmasi dana tersebut. Setiap bulan dana yang masuk tidak sedikit, sesuai dengan pertambahan usiaku, dana yang masuk pun ikut bertambah hingga mencapai puluhan juta per bulan. Menyadari kalau dana tersebut untuk kebutuhan aku, ibu pemilik panti pun kemudian menyimpannya dengan atas nama diriku.
Rasa penasaran atas asal usulku ering membuat hatiku bertanya-tanya, Siapa aku, siap kedua orang tuaku sebenarnya? Bertahun-tahun aku sering menanyakan hal itu pada pemilik panti, namun tidak ada jawaban yang keluar dari bibirnya, hanya cerita usang yang telah kudengar ratusan kali atau mungkin ribuan kali, kalau aku adalah anak yang dibuang.
Pembawaanku yang pendiam dan penyendiri bahkan terkesan dingin pada orang-orang di sekitarku, membuat aku tak banyak memiliki teman, baik di panti maupun di sekolah. Aku punya alasan sendiri kenapa aku seperti itu, aku jenuh dengan olok-olokan mereka yang selalu menyebutku anak buangan. Sebutan yang membuatku risih dan selalu ingin marah.
Setahun yang lalu aku mengetahui kalau di antara teman sekelasku, ada anak seorang detektif terkenal. Maria, gadis cantik yang di awal masuk sekolah menegah atas ini sudah mencuri perhatianku, dia adalah anak dari Detektif Johan Maheswara. Sudah cukup info yang kumiliki tentang detektif Johan, bahkan aku membaca setiap kasus yang berhasil dia tangani, rata-rata kasus-kasus berat dan dia bisa menyelesaikan dengan baik.
Bicara soal Maria, gadis yang selalu ceria dan pandai bergaul juga sangat disayangi oleh teman-teman di kelasku, dia gadis yang baik dan peduli, berbanding kebalik dengan diriku yang penyendiri. Aku lebih suka membaca buku daripada mendekati cewek. Diam-diam aku menyukai Maria, perasaan ini sudah cukup lama aku memendamnya, namun tak pernah bisa punya keberanian seperti halnya Andre.
Hampir setiap ada kesempatan aku selalu memperhatikan setiap hal tentangnya, boleh dibilang aku adalah secret admrernya Maria. Mulai dari kesukaannya, warna favoritnya, buku apa yang sering dibaca, bahkan saat dia berangkat dan pulang sekolah, aku hapal rute perjalanan yang dia tempuh.
Hari ini Maria adalah ulang tahun, sejujurnya aku sangat benci dengan apa yang disebut ulang tahun, bukannya aku tak mampu, biaya bukan masalah bagiku, tapi jangankan untuk merayakan, aku bahkan tak pernah tahu kapan sebenarnya aku dilahirkan. Catatan tanggal kelahiranku saja hanya berpatokan pada tanggal di mana aku ditemukan.
Tadi aku sempat merasa sedih, aku tak punya hadiah untuk diberikan pada Maria. Aku hanya bisa menatapnya saat Andre yang beberapa waktu lalu jadian dengan Maria, memberikan hadiah di depan teman-teman sekelas. Hari ini mungkin jadi hari yang berat sekaligus menyenangkan untuk Maria, namun aku merasa kasihan padanya yang habis-habisan dikerjain oleh teman-teman sekelasnya dan aku hanya bisa diam menyaksikan semua itu dari jauh.
Saat yang lainnya bersenang-senang setelah mengerjai Maria, aku melihat Andre yang serius bicara di telepon.
"Waah... masa harus sekarang sih?" kata Andre dengan mimik yang serius.
"Cewek gua sedang ultah nih, nggak enaklah kalau gue tinggalin. Lu bisa nunggu nanti gitu? Ya udah deh, tunggu! Iya, iya, segera... iya segera!" Lanjut Andre dengan tergesa-gesa.
Andre sempat melihat ke arah Maria, dia terlihat akan menghampiri Maria. Namun karena Maria terlihat menikmati acaranya, tanpa bicara Andre lalu terburu-buru pergi meninggalkan area sekolah. Maria yang sedang bergembira tak menyadari bila pacarnya sudah meninggalkan tempat itu. Rasa bosan kurasakan sejak jam belajar usai, namun aku masih ingin merlihat kebahagian Maria, apalagi saat aku mengetahui kalau Andre sudah pergi. Terlintas di pikiranku untuk mengantarnya pulang, apalagi melihat baju seragam maria yang kotor setelah dikerjain.
Sudah lama aku ingin bertemu dengan inspektur Johan, saat aku melihat Maria yang baru menyadari ketidak beradaan Andre, lalu dia buru-buru pergi ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri. Aku melihat Maria menyemprotkan air kran ke kepalanya, mencuci rambutnya yang dipenuhi kotoran tepung terigu bercampur dengan telur. Setelah terlihat cukup bersih Maria mengibaskan rambutnya, tetesan air jatuh membasahi bajunya. Sebuah pemandangan yang mampu membuatku terpana, lekukan tubuh atasnya tergambar dengan jelas dimataku.
Baju seragam basah yang menempel, memperlihatkan bra warna putih dengan tali berwarna pink. Menyaksikan hal itu tak sadar aku menelan ludah, apa yang aku lihat sekarang bukanlah mimpi di siang bolong, ini adalah keseksian yang sangat menggoda hasrat laki-laki bila dibandingkan dengan gravure model yang biasa menjadi objek para laki-laki berfantasi. Tak ingin terlena dengan apa yang ada di depan mata, aku buru-buru berlari mengambil handuk dari lokerku dan memberikannya pada Maria
"Nih, pake handuk," kataku.
"Eh, Ray, makasih," katanya. Dia membersihkan rambut dan wajahnya dengan handukku. Wah, bakal nggak aku cuci tuh handuk.
"Bajumu kotor banget, nih pake ini," aku melepaskan jaketku dan kuberikan kepadanya.
"Nggak usah Ray, aku bisa minta tolong Andre," katanya, ada rasa curiga dari tatapannya padaku.
"Orangnya udah pergi. Nggak apa-apa aku nggak bakal ngusilin kamu seperti mereka kok," kataku.
"Makasih," kata Maria.
"Ayahmu seorang detektif terkenal bukan?" tanyaku.
"Iya, kenapa emangnya?" tanya Maria sambil menatap sekilas padaku.
"Aku ingin minta tolong. Ini menyangkut tentang diriku," jawabku.
"Kenapa?"
"Aku ingin tahu siapa orang tuaku sebenarnya," jawabku.
"Ya sudah, mau sekarang?" tanya Maria, dan aku hanya mengangguk.
Kami pun pulang dengan menggunakan monorel, sepanjang perjalanan aku melihat Maria seakan tak nyaman dengan keberadaanku disampingnya, beberapa kali dia berusaha untuk menjaga jarak dariku, aku pun tak berani untuk mengajaknya bicara.
POV RAYAku berlari menghampiri Azazel yang masih berlutut di depan kursi kebesarannya. Tanpa banyak berkata lagi aku menerjang dengan pukuran dan tendangan yang yang bertubi-tubi. Dia sekarang tak lebih dari seorang manusia pengguna elemen, kekuatan yang ada pada tubuh Thomas hanya kekuatan milik Thomas saja.DUESH!Azazel beberapakalu terpelanting, walau begitu dia masih bisa bertahan dengan kekuatan elemen milik Thomas. Azazel pun berusaha untuk balik menyerangku dengan mengeluarkan elemen tanah dan membentuk sebuah palu besar, lalu diayunkan palu itu ke arahku sambil melompat. Aku bersiap menunggunya dengan membentuk palu yang lebih besar dari milik Azazel. Begitu serangan palu Azazel mendekat, dengan kekuatan palu yang aku buat, aku hancurkan dengan sekali hantaman paluku.Azazel bergerak secepat kilat dengan elemen petir, melontarkan panah-panah petir yang dengan mudah aku tangkis. Dia pun berusaha untuk lari, tapi aku tak akan melepas
POV RAY Ruangan sekarang menjadi terang lagi. Dengan susah payah aku berdiri sambil memegangi dadaku yang terluka. Mataku mulai berkunang-kunang. Darah sudah banyak yang keluar sepertinya. Tapi aku masih harus berdiri. "Creator?" kata Thomas. Tidak. Ia bukan Thomas. Dia Azrael yang telah mengambil alih tubuh Thomas. "Azrael?! Kenapa kamu tidak menjadi tubuhmu saja yang besar itu?" tanyaku. "Justru wujud manusia adalah wujud yang paling sempurna menurutku. Aku cukup menjadikan tubuhnya sebagai vesel untuk kebangkitanku. Segar sekali rasanya setelah lama terkurung di kegelapan oleh lima creator terkutuk itu selama ribuan tahun. Dan aku tak perlu membunuh mereka karena mereka sudah mati. Hahahahahah," kata Azrael. "Ugh!" rasa sakit didadaku. Ah...darah. Darah itu elemen air bukan? Aku terpaksa melakukannya. Obati lukaku siapa namamu? Dia tidak bernama. Tolonglah. Ahh...aku tertolong. Lukaku mulai tertutup.
POV ANDRE Pertarunganku dan Puri melawan laki-laki bernama Hund semakin seru, kami berusaha keras mengalahkan dia, walau beberapa kali kami harus berusaha menghindari semua serangan Hund yang tentu saja pengalaman bertarungnya jauh diatas kami berdua. Sering kali aku kewalahan dan hampir terkena sabetan-sabetan pedang besinya yang super tajam. Tapi beruntung aku terlindungi dengan kayu-kayu yang muncul dari penggabungan jolt yang aku pakai. Namun pertarungan kami mendadak terhenti, perlahan tapi pasti suasana menjadi gelap. Aku dan Puri saling pandang. Begitupun Alex dan teman-teman lainnya. Ada rasa panik yang aku rasakan dan mungkin juga Alex dan yang lainnya juga merasakan. "Puri, apa ini sudah saatnya terjadi gerhana?" Tanyaku sambil mendekati Puri. Puri yang terlihat kelelahan hanya menatapku sendu, lalu mengangguk pelan. "Puri, kita masih belum kalah, kita harus terus bertarung" bisikku sambil
POV BALANCER Aku kembali berhadapan dengan Robert. lelaki yang telah membunuh adikku satu-satunya. Aku tak dapat melupakan kejadian itu walau sesaatpun, jasad William yang dilemparkannya ke bawah jembatan. William yang berusaha melindungiku dan anakku dari orang-orang biadab ini. Dia tak dapat mengimbangi serangan-serangan yang diterimanya dari para agen SDI yang mengeroyoknya. Sedangkan aku, Ketika itu baru saja melahirkan. Dalam kondisi yang masih lemah Thomas yang sudah mengetahui keberadaanku, memerintahkan untuk membunuh ku juga William. "Balancer, akhirnya kita selesaikan pertarungan kita yang tertunda," kata Robert. Aku yang malas meladeni ucapannya, lalu memanggil kekuatan elemenku, besi. Seperti biasa, aku dengan kuku-kuku besiku sudah siap mencabik-cabik Robert. Aku langsung menerjangnya, melancarkan serangan-serangan untuk bisa cepat mencabik dan membunuhnya. Robert dengan memakai kekuatan joltnya, dia pun m
POV RAY Aku mengakui kekuatan Thomas, dia sangat kuat. Walaunsejauh ini aku dapat mengimbangi kekuatannya. Aku yang seorang Creator dapat mengimbangi cara bertarung Thomas, yang tak beda jauh dengan cara bertarungku. Aku berdiri di atas platform yang terbuat dari es, ketika aku mengimbangi dia membentuk golem raksasa bersenjatakan tombak bertarung dengan golem raksasa yang dia buat dengan bersenjatakan pedang. Pertarungan kami cukup aneh sekali, kami tidak melakukan pertarungan langsung. Kami saling melemparkan elemen dan menciptakan berbagai bentuk makhluk yang kamu gerakkan dari jauh. Seandainya ada yang melihat pasti mereka seperti melihat dua orang yang bermain mainan remote control untuk saling mengalahkan. Aku bisa mengimbangi cara bertarung seperti itu. Kalau ada kesempatan baru aku menyerangnya secara langsung dengan melemparkan sesuatu untuk melukainya, begitupun dengan Thomas. Dan Sial. Dia Kuat sekali, tak ada satup
POV ANDREAku, Puri, Alek, Tobi, dan para elemental lainnya, kini berhadapan dengan tiga anggota SDI. Mereka yang masing-masing menggunakan sarung tangan jolt, menyeringai ke arah kami. Senyum merendahkan pun tersungging di wajah mereka. Dengan sangat angkuh mereka mendekat ke arah kami."Halo kalian tikus-tikus elemen, kenalkan namaku John. Ada baiknya bukan, jika sebelum mati kalian mengetahui nama siapa yang sudah membunuh kalian, hahaha..." kata orang pertama sambil tertawa mengejek."Aku Scarlet," kata orang kedua, seorang cewek dengan dandanan layaknya laki-laki."Hahaha..., dan Hund, bersiaplah kalian untuk mati," katanya."Kalian tak lihat apa, jumlah kami banyak. Apa sanggup kalian melawan kami?" tanya Alex dengan lagaknya seperti biasa."Hahaha..., lihat teman-teman. Dia meragukan kita!" Kata John sambil melirik kedua temannya."Hahaha...., mereka memang cari mati John! Hai bocah sebanyak apapu
Pov RayAku dan sang Balancer ibuku memimpin para pengguna elemen menuju senayan, dimana bangunan aneh berada. Kami sudah berada di depan bangunan besar yang menjulang yang mengelilingi Tugu Monas. Menurut ramalan tepat jam dua belas siang nanti akan terjadi gerhana matahari, dimana seluruh planet berada pada satu garis lurus.Sebelum itu terjadi, kami harus bisa mengalahkan Thomas dan menghalanginya untuk menjadi wadah dari kekuatan Azazel. Walau kami tahu, itu tidak akan mudah. Tapi kami pantang untuk menyerah, demi kedamaian di dunia ini.Semua bangunan ini sudah dipersiapkan oleh Thomas. Bagunan yang dibuat dengan menggunakan elemen tanah, besi dan elemen es untuk atapnya."Ray cepat temukan Thomas, Kita tak punya banyak waktu lagi. Sebelum terjadi gerhana Matahari, terlambat saja, kita sudah dapat dipastikan akan binasa," kata Ibuku dengan tegas padaku."Iya Ibu, Ray tahu hal itu," jawabku sambil terus melangkah.
POV Ray (6 jam sebelum gerhana)."Sebuah bangunan megah yang aneh tiba-tiba saja muncul dari dalam tanah, kemunculan bangunan itu disertai dengan terjadinya gempa dahsyat. Gempa yang bukan saja terjadi di sekitar kemunculan bagunan aneh itu, tapi hingga melanda keseluruh kota Jakarta."Sebuah headline dari berita yang muncul di beberapa stasiun televisi nasional, yang tentu saja membuat geger seluruh warga. Apalagi peristiwa gempa telah membuat orang-orang menjadi panik, kaca-kaca gedung pecah. Bahkan sebagian bangunan milik warga ada yang rubuh, hingga ada juga yang rata dengan tanah.Seluruh stasiun televisi menyiarkan fenomena aneh ini. Aparat dari kepolisian dan militer pun mensterilkan sekitar Senayan. Hanya pihak pemberitaan yang bisa mendekati lokasi, walau area yang diliput di batasi. Tapi semua lapisan masyarakat bisa melihat bangunan megah itu dari jauh.Bangunan besar, menyerupai sebuah istana raja-raja. Yang tiba-tiba saja ter
POV MariaLelaki berambut abu-abu itu berdiri si depan kami, senyumnya tersungging. Namun aku tak merasakan keramahan dari senyuman itu, tapi kengerian yang mulai menjalar ke seluruh tubuhku."Halo Keponakanku, apa kabar?" sapa lelaki itu."Ahhh...., ponakan!" Pikirku."Thomas....," gumam Ray, dia berdiri dengan posisi waspada.Aku heran siapa laki-laki ini, meski menyebut Ray dengan kata keponakan, tapi Ray terlihat tak bergeming dari tempatnya. Sepertinya ada percakapan batin dari kedua orang ini, yang tak bisa aku dengar."Aku hanya ingin menyapa saja, tak apa kan," kata Thomas."Kenapa?""Wajar bukan seorang paman menyapa keponakannya. Apalagi kalau basa-basi ini diperlukan sebelum kita bertemu lagi dalam pertempuran," kata Thomas. Dia menoleh ke arahku."Sore nona, pacarmu Ray?""Thomas, sudahi semua ini. Kamu tahu siapa Azazel bukan?""Aku tahu Ray, hanya saja aku lebih