Share

Chapter 4 - Sebuah Tanda yang Ditinggalkan

POV Ray

Aku cukup di panggil dengan nama Ray, sejak kecil aku tinggal di panti asuhan Kasih Ibu. Setiap orang mengenalku sebagai anak yang hidup sebatangkara atau yatim piatu, tapi sejak beberapa waktu lalu aku yakin kalau keberadaan kedua orang tuaku masih ada dan mengawasiku dari jauh. Saat aku masih bayi, seseorang meninggalkanku di depan panti asuhan KASIH IBU. Saat ini usiaku sudah tujuh belas tahu dan aku harus tahu dimana keberadaan kedua orang tuaku, meskipun hanya sebuah sapu tangan yang merupakan satu-satunya petunjuk yang kumiliki.

 Kehidupanku di panti, cukup membuatku merasakan kasih sayang walau terkadang rasa sepi menjalar di dalam hatiku. Kami anak-anak panti tak pernah kekurangan apa pun, semua kebutuhan kami  terpenuhi oleh pemilik panti. Itu sebelum ibu pemilik panti bercerita padaku. Sejak keberadaanku di panti, pemilik panti selalu mendapat kiriman sejumlah dana yang langsung masuk ke rekening pribadinya.

 Awalnya pemilik panti menduga kalau dana itu berasal dari para donatur yang biasa menyokong biaya operasional panti, namun setelah di usut tak satu pun dari para donatur tetap mengkonfirmasi dana tersebut. Setiap bulan dana yang masuk tidak sedikit, sesuai dengan pertambahan usiaku, dana yang masuk pun ikut bertambah hingga mencapai puluhan juta per bulan. Menyadari kalau dana tersebut untuk kebutuhan aku, ibu pemilik panti pun kemudian menyimpannya dengan atas nama diriku.

 Rasa penasaran atas asal usulku ering membuat hatiku bertanya-tanya, Siapa aku, siap kedua orang tuaku sebenarnya? Bertahun-tahun aku sering menanyakan hal itu pada pemilik panti, namun tidak ada jawaban yang keluar dari bibirnya, hanya cerita usang yang telah kudengar ratusan kali atau mungkin ribuan kali, kalau aku adalah anak yang dibuang.

 Pembawaanku yang pendiam dan penyendiri bahkan terkesan dingin pada orang-orang di sekitarku, membuat aku tak banyak memiliki teman, baik di panti maupun di sekolah. Aku punya alasan sendiri kenapa aku seperti itu, aku jenuh dengan olok-olokan mereka yang selalu menyebutku anak buangan. Sebutan yang membuatku risih dan selalu ingin marah.

 Setahun yang lalu aku mengetahui kalau di antara teman sekelasku, ada anak seorang detektif terkenal. Maria, gadis cantik yang di awal masuk sekolah menegah atas ini sudah mencuri perhatianku, dia adalah anak dari Detektif Johan  Maheswara. Sudah cukup info yang kumiliki tentang detektif Johan, bahkan aku membaca setiap kasus yang berhasil dia tangani, rata-rata kasus-kasus berat dan dia bisa menyelesaikan dengan baik.

 Bicara soal Maria, gadis yang selalu ceria dan pandai bergaul juga sangat disayangi oleh teman-teman di kelasku, dia gadis yang baik dan peduli, berbanding kebalik dengan diriku yang penyendiri. Aku lebih suka membaca buku daripada mendekati cewek.  Diam-diam aku menyukai Maria, perasaan ini sudah cukup lama aku memendamnya, namun tak pernah bisa punya keberanian seperti halnya Andre.

 Hampir setiap ada kesempatan aku selalu memperhatikan setiap hal tentangnya, boleh dibilang aku adalah secret admrernya Maria. Mulai dari kesukaannya, warna favoritnya, buku apa yang sering dibaca, bahkan saat dia berangkat dan pulang sekolah, aku hapal rute perjalanan yang dia tempuh.

 Hari ini Maria adalah ulang tahun, sejujurnya aku sangat benci dengan apa yang disebut ulang tahun, bukannya aku tak mampu, biaya bukan masalah bagiku, tapi jangankan untuk merayakan, aku bahkan tak pernah tahu kapan sebenarnya aku dilahirkan. Catatan tanggal kelahiranku saja hanya berpatokan pada tanggal di mana aku ditemukan.

 Tadi aku sempat merasa sedih, aku tak punya hadiah untuk diberikan pada Maria. Aku hanya bisa menatapnya saat Andre yang beberapa waktu lalu jadian dengan Maria, memberikan hadiah di depan teman-teman sekelas. Hari ini mungkin jadi hari yang berat sekaligus menyenangkan untuk Maria, namun aku merasa kasihan padanya yang habis-habisan dikerjain oleh teman-teman sekelasnya dan aku hanya bisa diam menyaksikan semua itu dari jauh.

 Saat yang lainnya bersenang-senang setelah mengerjai Maria, aku melihat Andre yang serius bicara di telepon.

 "Waah... masa harus sekarang sih?" kata Andre dengan mimik yang serius.

 "Cewek gua sedang ultah nih, nggak enaklah kalau gue tinggalin. Lu bisa nunggu nanti gitu? Ya udah deh, tunggu! Iya, iya, segera... iya segera!" Lanjut Andre dengan tergesa-gesa.

 Andre sempat melihat ke arah Maria, dia terlihat akan menghampiri Maria. Namun karena Maria terlihat menikmati acaranya, tanpa bicara Andre lalu terburu-buru pergi meninggalkan area sekolah. Maria yang sedang bergembira tak menyadari bila pacarnya sudah meninggalkan tempat itu. Rasa bosan kurasakan sejak jam belajar usai, namun aku masih ingin merlihat kebahagian Maria, apalagi saat aku mengetahui kalau Andre sudah pergi. Terlintas di pikiranku untuk mengantarnya pulang, apalagi melihat baju seragam maria yang kotor setelah dikerjain.

 Sudah lama aku ingin bertemu dengan inspektur Johan, saat aku melihat Maria yang baru menyadari ketidak beradaan Andre, lalu dia buru-buru pergi ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri. Aku melihat Maria menyemprotkan air kran ke kepalanya, mencuci rambutnya yang dipenuhi kotoran tepung terigu bercampur dengan telur. Setelah terlihat cukup bersih Maria mengibaskan rambutnya, tetesan air jatuh membasahi bajunya. Sebuah pemandangan yang mampu membuatku terpana, lekukan tubuh atasnya tergambar dengan jelas dimataku.

 Baju seragam basah yang menempel, memperlihatkan bra warna putih dengan tali berwarna pink. Menyaksikan hal itu tak sadar aku menelan ludah, apa yang aku lihat sekarang bukanlah mimpi di siang bolong, ini adalah keseksian yang sangat menggoda hasrat laki-laki bila dibandingkan dengan gravure model yang biasa menjadi objek para laki-laki berfantasi. Tak ingin terlena dengan apa yang ada di depan mata, aku buru-buru berlari mengambil handuk dari lokerku dan memberikannya pada Maria

 "Nih, pake handuk," kataku.

 "Eh, Ray, makasih," katanya. Dia membersihkan rambut dan wajahnya dengan handukku. Wah, bakal nggak aku cuci tuh handuk.

 "Bajumu kotor banget, nih pake ini," aku melepaskan jaketku dan kuberikan kepadanya.

 "Nggak usah Ray, aku bisa minta tolong Andre," katanya, ada rasa curiga dari tatapannya padaku.

 "Orangnya udah pergi. Nggak apa-apa aku nggak bakal ngusilin kamu seperti mereka kok," kataku.

 "Makasih," kata Maria.

 "Ayahmu seorang detektif terkenal bukan?" tanyaku.

 "Iya, kenapa emangnya?" tanya Maria sambil menatap sekilas padaku.

 "Aku ingin minta tolong. Ini menyangkut tentang diriku," jawabku.

 "Kenapa?"

 "Aku ingin tahu siapa orang tuaku sebenarnya," jawabku.

 "Ya sudah, mau sekarang?" tanya Maria, dan aku hanya mengangguk.

 Kami pun pulang dengan menggunakan monorel, sepanjang perjalanan aku melihat Maria seakan tak nyaman dengan keberadaanku disampingnya, beberapa kali dia berusaha untuk menjaga jarak dariku, aku pun tak berani untuk mengajaknya bicara.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ivan Haws
senyum senyum sendiri bila mengingatnya.........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status