Share

Chapter 2 – Birthday

POV MARIA

Namaku Maria, anak pertama dari seorang detektif ternama bernama Johan Maheswara. Hari ini usiaku genap 17 tahun. Pagi tadi Ayah, Bunda dan adikku Justin memberikan kejutan yang bagiku luar biasa. Ayah memberiku hadiah sebuah arloji kinetik yang memang sudah lama sekali aku ngebet untuk memilikinya, namun harganya selangit bagiku, ibaratnya uang jajanku selama dua tahunpun belum tentu bisa kebeli. Ehh..., siapa sangka ayahku yang membelikanku sebagai hadiah ulang tahun.

 Arloji yang sangat cantik, karena ada untaian seperti kristal di angka 12, 3, 6 dan 9. Lagipula jam ini tak memerlukan batteray. Itulah yang aku suka, jadi langsung kupasang manis di pergelangan tangan kiriku.

 Berangkat sekolah Aku terbiasa naik monorail dan disambung dengan jalan kaki. Sekolahku tak jauh sih dari pemberhentian monorail portable. Hingga Aku bisa sempatkaan menyapa teman-teman yang juga memang naik monorail.

 "Maria!" Panggil seorang temanku.

 "Hai, Retno. Pagi!" Jawabku sambil kukembangkan senyum manisku.

 "Pagi, eh Mar, boleh dong minta contekkan matematikanya, pliiiiss," kata Retno tanpa basa-basi lagi dengan wajah menghiba.

 "Yehh..., kenapa emangnya? Belum ngerjain?" tanyaku.

 "Aku lupa! hehehe," katanya sambil nyengir.

 "Yaelah, emangnya kemarin ngapain aja?" Kataku setengah meledek dan pura-pura kesal padanya.

"Ayolah Mar, ya ya ya?" Retno melancarkan jurus minta dikasihani olehku.

 "Ya udah deh," kataku sambil menahan senyum melihat kelakuan temanku ini.

 Setelah mengeluarkan buku matematika dari tas, aku segera masuk ke halaman sekolah dan langsung menuju ruang kelas. Baru saja kaki kananku melewati pintu kelas, seorang siswa laki-laki menghampiriku dan berkata dengan keras, "Maria...., happy birthday!" Yang sukses membuat pandangan seluruh teman-teman sekelasku tertuju hanya padaku.

 "Eh.. Andre!" Jawabku sambil agak terkejut, apalagi ketika Andre langsung memberikansebuah kado berukuran kecil yang terbungkus rapi dengan kertas warna pink dengan gambar hati dan simpul pita melilit indah.

 "Waduuh..., apa isinya?" Tanyaku penasaran.

 "Tenang aja, bukan cincin pertunangan kok," gurau Andre, dengan senyum mengembang diwajahnya.

 "Cieeee...ciee....," Retno dan seisi kelas pun menggodaku.

 "Ehemm..., yang inget ulang tahun sayangnya!" Ledek Retno pada Andre dengan senyum menggodanya.

 "Ya iyalah inget, kalau nggak inget bisa kena bogem mentah nanti aku," jawab Andre tak mau kalah.

Andre ini, pacarku. Kami baru jadian beberapa minggu yang lalu. So sweet banget dia masih ingat ulang tahunku.

 "Hihihi, makasih ya," kataku, aku yakin pasti kedua pipiku ini memerah yang menandakan aku malu namun senang.

 "Selamat Ulang Tahun Maria!" Suara koor teman- teman sekelas pun serempak mengucapkannya untukku.

 "Makasiiiihhh ya semua...," kataku. Ada rasa haru memenuhi hatiku.

 Apalagi ternyata tak hanya teman-teman sekelas yang heboh, para guru pun ikut memberiku selaamat. Setiap guru yang mengajar ke kelasku, sebelum memulai pelajaran, mereka ngucapin selamat ulang tahun padaku. Bahkan teman-teman dari kelas lain juga mengucapkan selamat. Hihihihi, "apa pesonaku sebegitu dahsyatnya kah?"

 Namun dari semua teman sekelasku, ada satu orang siswa yang tetap diam dan tidak mengucapkan selamat kepadaku. Namanya Ray, anaknya penyendiri, tapi biarpun dia begitu, orangnya baik kok. Hanya saja Ray tak pandai bergaul atau lebih tepatnya tidak ada niat, dia lebih disibukkan dengan dunianya sendiri. Ray selalu menjadi juara umum di sekolahku, dia menguasai seluruh pelajaran di kelas. Sayangnya aku tak bisa akrab dengan dia, aaku sering dibikin kikuk dengan sorot matanya itu tajam, seolah-olah ingin menusuk jantungku. Jadi sebisa mungkin aku berusaha menghindar untuk beradu pandang atau berbicara denganya.

 Aku tahu, Ray tak pernah merayakan ulang tahun, bahkan katanya dia sendiri tak tahu tanggal dan bulan apa dilahirkan. Tanggal lahir yang Ray gunakan hanya perkiraan dari pemilik panti asuhan KASIH IBU, dimana dia dibesarkan selama ini, karena dia adalah anak yatim piatu. Jadi wajar saja sih kalau dia tidak mengucapkan selamat kepadaku. Sekilas Ray hanya menoleh ke arahku ketika aku memotong kue ulang tahun pemberian teman-temanku, dia mengangguk tanpa sedikitpun memberikan senyumnya, dan Aku membalas anggukannya itu.

 Kalau diperhatikan, Ray termasuk cowok yang ganteng. Beberapa siswi ada yang berusaha untuk bisa dekat dengan dia, namun type seperti dia yang sukanya menyendiri dan tak banyak bicara, membuat para siswi kecewa dengan sikap dinginnya. Ujung-ujungnya tersebar gosip kalau dia itu punya kelainan. Hah... tapi bodo amat deh! Hihihi....

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ivan Haws
jadi inget masa lalu.......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status