Bab 25Hari-hari ku telah berubah, tidak ada lagi tangisan, tidak ada lagi pemberontakan, yang ada hanya rasa iklas menjalani hari. Walaupun rasanya masih berat menerima takdir sebagai wanita murahan, wanita penghibur dan wanita pemuas. Semua itu ku jalani tanpa kehendak ku sendiri. Yang terpenting aku bisa mengirimkan uang setiap bulannya ke ibu, dan aku senang mendengar kabar kalau mereka baik-baik saja. Ayah tidak perlu lagi bekerja serabutan hanya untuk mencukupi kebutuhan rumah, ibu tidak perlu lagi menjadi tukang cuci kain para tetangga. Dan yang terpenting adikku tidak pernah lagi menunggak membayar biaya sekolah. Semua itu dariku. Uang yang aku hasilkan dari cara menjual diri. Dan tidak hanya itu, sekarang aku juga bekerja di klub malam sebagai penari telanjang, uangnya lumayan. Lebih banyak dari hasil aku menjual diri. Walaupun terkadang aku mendapatkan perlakuan yang tidak pantas di panggung. Seperti tangan seseorang yang langsung masuk ke dalam celana dalamku, ada juga ya
Bab 24 – Satu Langkah Menuju IbuPOV: AylaAku diam memandangi jalanan dari balik kaca jendela mobil yang bergerak perlahan. Cahaya malam memantul di permukaan jalan yang basah, menyilaukan mata. Tapi tidak lebih menyilaukan dari kenyataan yang terus menyayat dari dalam, aku bukan manusia bebas.Hari ini, hari yang katanya aku diizinkan keluar—ternyata bukan anugerah, melainkan jebakan. Padahal aku sudah bersusah payah untuk meminta izin ke madam Sarah keluar untuk sekedar bertemu dengan ibuku. Revan menjualku ke Raja. Bukan raja seperti dalam dongeng, bukan pria baik yang menyelamatkan. Tapi raja dari dunia gelap, pemilik kekuasaan yang membeli tubuh dan harga diri wanita dengan lembaran uang.Revan yang dulu kupikir sahabat terbaikku, ternyata menjadikanku alat tukar. Luka itu terlalu dalam untuk bisa segera kuobati. Tapi ada satu alasan aku tetap bertahan: ibu.“Ayla, yakin kamu masih mau ke sana?” suara Revan memecah keheningan. Dia menyetir tanpa menoleh. Nada suaranya pelan, sep
Bab 23 – Aku Ingin Pulang.Tubuhku menggigil.Entah karena udara kamar yang dingin atau karena luka yang terlalu dalam untuk bisa kujelaskan. Mataku menatap langit-langit kosong, mencoba menemukan makna dari semua yang baru saja terjadi. Tapi yang kutemukan hanya kehampaan.Selimut yang menutupi tubuhku tak mampu menyembunyikan rasa hancur yang merayap dari dalam dada. Sejak kapan aku menjadi selemah ini? Sejak kapan aku kehilangan hak atas diriku sendiri?Aku menarik napas panjang. Asin. Bau alkohol, keringat, dan rasa malu bercampur jadi satu. Aku ingin mandi. Aku ingin menghapus semua ini. Tapi aku tidak bisa bergerak. Tubuhku serasa lumpuh.Pintu kamar akhirnya tertutup rapat. Suara Raka yang tadi penuh tawa menjijikkan menghilang seiring langkah kakinya menjauh. Mungkin dia akan kembali. Mungkin juga tidak. Entah mana yang lebih kutakutkan.Air mataku mengalir diam-diam. Aku bahkan tidak tahu apakah aku menangis karena sedih, takut, atau marah. Mungkin semuanya.Lalu, suara ketuk
Bab 22 "Sudahlah jalang, gak usah sok-sok suci Lo," katanya sambil membuka kancing celananya, hal ini membuatku begitu marah. Karena niat awalnya permisi ke madam Sarah untuk melihat keadaan ibu yang kemarin sempat sakit. Tapi sekarang, aku justru di bawa ke kamar hotel hanya untuk melayani hasratnya. Sementara Revan aku tidak tahu kemana dia. Kenapa dia sebegitu teganya padaku? Seakan aku ini orang asing di matanya. "Kenapa kamu diam aja, Jalang?" tanya Raka yang membuatku terpaku di tempat. "Buka bajumu jalang!" bentaknya. "Haruskah aku yang membuka paksa bajumu itu, Jalang?" tanyanya dengan nada kesal. "Please, tolong jangan lakukan ini padaku sekarang. Aku ingin melihat keadaan ibu."Tatapan matanya seakan tidak peduli dengan apa yang aku katakan. "Kita bisa melakukan ini nanti, setelah aku bersua dengan ibuku," lanjut ku mencoba untuk membujuknya. "Siapa kamu mengatur aku, Jalang!?"Bola mataku memerah menahan bentakannya. "Aku ingin sekarang yah bukan urusanmu, jalang!" lanj
Bab 21Di kejauhan aku melihat Revan sedang bicara dengan madam Sarah, sampai aku ingin mendekat kesana. Setidaknya mendengar apa yang mereka perbincangkan. Namun, sesampainya di sana. Obrolan keduanya justru terhenti. Yang ada madam Sarah justru berkata, "Usahakan sebelum malam kamu sudah membawa si Key kembali, Revan.""Baik Madam," jawab Revan.Madam Sarah sempat menoleh ke arahku, tapi ia tidak berkata apapun. Ia hanya membalikkan badannya dan langsung pergi. Tapi Revan, ia yang sudah berdiri di sebelahku justru berkata, "Apa kita pergi sekarang?"Aku menganggukkan kepala dan mulai mengikutinya ke dalam mobil. "Van, apa lagi yang sudah kamu rencanakan dengan madam Sarah, Van?" tanyaku yang penasaran, tapi Revan justru diam. Revan mengemudi mobil itu sendiri, tapi ternyata di dalam mobil itu tidak hanya ada aku dan Revan, melainkan ada seorang pria yang kemungkinan temannya Revan. "Apa ini wanita yang kamu bicarakan, Van? Yang kamu bilang temanmu sekolah dulu," sahut pria itu.
Bab 20Perjalanan ku sangat panjang, bahkan tidak ada satu hari pun terlewat tanpa melakukan adegan intim. Begitu melelahkan. Saat aku sedang datang bulan. Justru mereka tidak mengizinkan aku libur. Katanya bisa lewat belakang kalau tidak lewat mulut. Begitu menjijikan bagiku, sampai terkadang aku membenci diriku sendiri. Kenapa seperti ini? Aku gak mau jadi wanita penghibur, jadi wanita tempat mereka melampiaskan syahwat mereka. Tapi siapa yang peduli. Erangan ku saja mereka anggap kenikmatan, padahal aku sudah berkata, "Tolong lepaskan aku, Om."Permohonan ku diabaikan, rasa sakit ku mereka tidak hiraukan. Hingga di setiap malam aku berdoa. "Tuhan, tolong kirimkan pria yang baik untukku, Tuhan. Pria yang bisa membawaku keluar dari tempat ini."Tapi apa mungkin doa wanita pendosa seperti aku di dengar? Entahlah, aku hanya bisa berharap. Berharap bisa keluar dari dunia ini. Dan aku juga tidak berhenti meminta ke madam Sarah. "Madam, tolong izinkan aku ketemu dengan ibuku. Tidak bisa