Gabriel Ezra abraham
Pemuda yang biasa di sapa gabriel itu, memiliki perasaan kepada Putri sejak 2 tahun yang lalu. Awalnya, ia hanya menganggap putri sebagai sahabat nya, seperti yang lain. Namun, tiga tahun bersahabat, sejak kedatangan putri. Ia mulai memiliki perasaan hingga saat ini.
Bukan putri membenci gabriel, hanya saja ia tidak menyukai sikap overprotektif gabriel padanya.
Waktu itu, putri sedang makan di kantin kampus. Namun, ada dua orang cewek, yang memang merupakan musuh nya di kampus. Cewek itu menyirami nya dengan tepung serta melempari nya juga dengan telur busuk yang entah di dapat dari mana.Semua orang menertawakan nya. bukan hanya itu, mereka juga menggunting gunting rambut panjang nya hingga sepunggung. Hampir saja, semua rambut nya habis oleh perbuatan kedua mahasiswa itu. Jika saja, gabriel tidak datang dan menolong nya.
Putri hanya bisa menangis, di perlakukan seperti ini. Di bully di negara orang. Tentu saja hal itu menyakitkan untuk nya. Di permalukan hingga rambut yang ia rawat dan sayang dari dulu, kini hanya tinggal sepunggung.
Gabriel menatap tajam mereka semua terutama kedua gadis itu. Dengan marah, gabriel mengeluarkan mereka berdua dari universitas miliknya serta menghukum semua orang yang tadi menertawakan putri tanpa ada yang berniat menolong nya.
Dan sejak saat itu lah, gabriel overprotektif padanya. Ia yang selalu menjemput dan mengantar nya pulang. Puri juga bersyukur berkat gabriel tak ada lagi yang menganggu nya. Jangankan menganggu, memandang putri saja, gabriel akan marah.
Saat ini, mereka sedang berada di perjalanan untuk pulang. Mereka berada di satu mobil, dengan gabriel yang menyetir.
"Putri," panggil nya.
Putri menoleh tanpa menjawab.
"Kamu mau langsung pulang?" tanya gabriel.
"Emang nya kenapa?" tanya balik putri.
"Mau gak kalo kita ke taman dulu, ada yang ingin aku bicarakan," ucap nya.
"Kenapa gak di sini aja?" tanya putri.
"Di sini kurang nyaman."
"Ok. Tapi gue gak bisa lama," jawab putri mendapat anggukan dari gabriel.
Beberapa menit....
Mereka sampai di taman greenwich park.
Gabriel turun duluan, untuk membukakan pintu pada putri. Bukan putri yang meminta, tapi gabriel sendiri lah yang ingin melakukan nya.
"Kamu mau ngomong apa," kata putri setelah mendudukkan dirinya di sebuah bangku.
"Tapi jangan marah ya."
"Kenapa emang?"
Gabriel tampak nya ragu untuk berbicara. Tapi ia harus memberitahu ini tentang putri.
"Mommy dan daddy ku ingin kita menikah."
Sebuah kalimat yang di ucap kan oleh gabriel seharusnya tak pernah di dengar oleh putri.
Putri emang gak terkejut mendengar itu, karena ia sudah mengetahui nya. Jadi, yang dia lakukan hanya diam, tak bereaksi apa pun.
"Maaf. Mungkin ini salah. Tapi kamu memang lah wanita yang aku tunggu tunggu," lanjut gabriel.
Putri masih tetap diam mendengarkan tanpa menanggapi.
"Putri. Kamu adalah wanita yang selalu aku impikan, wanita yang solehah, berhati baik, penyayang dan selalu ada untukku ketika aku lagi terpuruk."
"Riel. Maaf, tapi kita itu cuma teman, dan aku tidak memiliki perasaan apa pun padamu," jawab putri.
"Aku tahu itu. Tapi sejak kehadiran mu, aku jadi sadar, dunia ini hanya sementara dan ada dunia lain yang menunggu kita untuk selamanya."
Putri dulu memang sering menceritakan tentang hal hal islam pada gabriel.
"Dan aku yakin, kamu bisa membimbing ku ke surga, tempat indah yang selalu kamu ceritakan itu."
"Maaf. Tapi kita itu berbeda agama, beda keyakinan. Dan aku mencari seseorang yang bisa menemaniku di dunia maupun di akhirat kelak," ucap putri dengan mata berkaca kaca.
Ia juga sebenarnya gak tega menolak gabriel yang sudah sangat baik kepadanya dan keluarganya. Ia sangat merasa bersalah apa lagi saat melihat wajah sedih gabriel.
"Aku bisa masuk islam. Aku akan belajar tentang ajaran islam. Aku mencintaimu putri. Dan kalau pun kamu ingin tinggal di indonesia alu siap. Aku akan meninggalkan semua nya demi kamu," ucap gabriel dengan serius. Masih berusaha agar putri mau menerima nya.
"Terimakasih untuk niat baik mu. Itu adalah hal yang baik jika kamu masuk islam. Tapi aku tidak memiliki perasaan apa pun padamu," ucap putri memandang lurus ke depan.
"Apa kamu tidak memiliki perasaan sedikit saja padaku?" tanya gabriel sedih.
Anggukan kepala putri berikan sebagai jawaban. Gabriel hanya tersenyum tipis melihat itu.
Seharusnya ia juga sadar diri, mereka hanya sahabat dan gak akan bisa lebih.
"Kita sudah bersahabat selama 5 tahun. Dan aku sangat berterima kasih, karena kamu telah menemani hari hari ku. Tanpa kamu mungkin aku tidak tahu, bagaimana aku sekarang. Kamu banyak membantu ku selama ini, dan menjadi teman pertama ku saat ada disini. Kamu mengajari ku banyak hal, membuatku menjadi orang yang beruntung bisa mengenal mu. Tapi maaf aku juga gak bisa memaksakan hati ku. Aku tidak menerima mu jika aku tidak mencintai mu," ucap putri.
"Seharusnya aku yang berterima kasih putri. Kamu orang yang berbeda yang pernah aku temui. Terima kasih telah menjadi sahabat ku dan semoga bisa untuk selamanya," kara gabriel tulus.
"Kalo kamu emang gak bisa, aku gak akan memaksa," lanjut nya.
"Terima kasih. Aku yakin kamu akan mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dari aku," kata putri. Kini ia sudah bisa tersenyum.
"Iya. Kamu juga," balas gabriel.
"Mau pulang sekarang?" tanya gabriel.
Hari memang sudah sore.
"Yaudah, yuk," kata putri dari duduk nya. Mereka pun meninggalkan taman.
****
Sampai di rumah putri...
"Makasih ya selalu nganter aku pulang," ucap putri sebelum keluar dari mobil.
"Gak masalah. Aku yang senang bisa mengantar kamu," balas gabriel dengan senyuman menawan nya.
"Mau mampir dulu."
"Lain kali aja. Sampai salam aku sama om dan tante."
Putri mengangguk lalu turun dari mobil, setelah mobil gabriel menjauh, baru lah putri masuk ke rumah nya.
"Assalamualaikum," ucap putri membuka pintu rumah.
Keheningan menjawab salam nya. Karena memang tak seorang pun si rumah itu. Putri melangkah masuk dengan pikiran yang kembali pada saat di taman.
"Apa gue salah ya nolak dia?" batin putri.
"Tapi gue gak bisa menerima seseorang yang gak gue cinta. Gabriel sorry...."
Putri memejamkan matanya, berharap apa yang tadi terjadi hanyalah mimpi.
3 jam berlalu...
Dari yang hanya ingin menenangkan pikiran, ia malah tertidur di sofa, hingga tak sadar kedua orang tua nya sudah pulang.
"Apa anda yakin ingin menjual rumah anda, nyonya? Rumah anda sangat indah, anda mungkin tak akan bisa mendapatkannya kembali jika anda menjualnya kepada saya," ucap seorang wanita yang berada di samping Kanaya tanpa bisa mengalihkan tatapan takjubnya dari rumah megah Kanaya yang hendak dibelinya. "Saya yakin sekali ingin menjual rumah saya. Saya dan keluarga kecil saya ingin pindah ke tempat yang lebih sepi," jawab Kanaya tak kalah ramahnya. "Ah... semoga anda bisa menemukan rumah impian anda," ucap wanita itu sembari tersenyum. Kanaya menganggukkan kepalanya dengan mantap. Setelah percakapan singkat itu, Kanaya langsung menyerahkan kunci rumah yang telah ditempatinya bersama Alvin selama beberapa tahun terakhir kepada wanita tersebut. Wanita itu juga menyerahkan selembar cek ke depan Kanaya. Kanaya lantas membiarkan wanita itu melangkahkan
"Mereka belum memanggilku, jadi aku menghabiskan waktuku untuk bersenang-senang disini. Lagipula, Madrid lebih baik daripada Sisilia," ucap Loco sembari menampilkan senyumannya.Apa yang dikatakan oleh Loco itu memang benar adanya. Dibandingkan tinggal di Sisilia, Loco lebih suka tinggal di Madrid. Di Madrid, Loco tak perlu repot-repot memikirkan tentang nyawanya yang mungkin saja bisa hilang kapan saja, namun saat dia berada di Sisilia, untuk tidur 2 jam saja, rasanya Loco tidak mampu.Rasa antisipasi milik pria itu sangat tinggi ketika berada di Sisilia. Mungkin hal itu karena Loco adalah seorang penjahat buronan yang selalu menjadi target para polisi Sisilia. Selain itu, Sisilia juga terkenal dengan angka tindak kriminalnya yang sangat tinggi. Meskipun Loco adalah seorang penjahat, namun ia juga mewaspadai teman se pekerjaan nya... well... karena dalam dunia kejahatan, tidak ada satupun orang yang bisa kau percayai. Semua orang adalah musuh mu.
"Tiket," ucap seorang bodyguard bertubuh tambun yang sedang berjaga di pintu masuk yacht. Bodyguard itu dan satu teman nya yang lain bertugas untuk mengawasi tamu-tamu yang masuk ke dalam pesta yacht ini. Mereka harus memastikan bahwa di antara tamu-tamu itu, tidak terselip satu orang anggota kepolisian yang sangat nasionalis, karena hal itu akan membawa petaka bagi pemilik bisnis yang mengadakan pesta yacht ini."2 VVIP," ucap Loco sembari menyodorkan dua tiket berwarna hitam dengan tulisan berwarna gold yang menambah kesan elegan tiket itu.Bodyguard bertubuh tambun itu langsung mengambil tiket itu dan mengecek keaslian masing-masing tiket itu dengan melakukan pengecekan terhadap kode QR yang terdapat di tiket itu.Setelah memastikan bahwa tiket itu adalah tiket asli, bodyguard itu langsung menyerahkan kedua tiket itu kepada teman bodyguard nya yang lain. Namun, nampak nya, pengecekan identi
Berhari-hari semenjak kejadian malam peringatan hari tunangan Alvin dan Kanaya yang kedua tahun itu, hubungan antara Alvin dan Kanaya semakin merenggang. Sudah berhari-hari juga, Alvin selalu pulang terlambat ke rumah mereka dan pergi ke perusahaannya pagi-pagi sekali.Awalnya, Kanaya mengira jika Alvin melakukan hal itu karena pria itu sedang memiliki proyek besar yang sangat membutuhkan dirinya. Namun, lagi-lagi semua itu hanya pikiran naif Kanaya. Dari Loco, Kanaya tau jika suaminya itu beberapa kali menghabiskan waktunya bersama dengan Claudia.Terkadang, mereka akan bertemu di perusahaan Alvin, di rumah Claudia atau di tempat-tempat umum seperti restoran dan café mahal yang pastinya sudah dibooking seluruhnya oleh Alvin. Sepertinya, pria itu tak ingin pertemuan mereka diketahui oleh publik. Cih!Jujur, hati Kanaya sangat sakit ketika mendengar hal itu dari Loco. Namun, Kanaya
"Permintaanku kali ini... aku harap... pria yang saat ini sedang bersamaku, dapat membalas perasaanku kepadanya," ucap Claudia penuh keyakinan sembari menatap wajah Alvin dari samping.Alvin yang mendengar ucapan Claudia itu langsung mengernyitkan dahinya. Pria itu menolehkan wajahnya ke samping agar dirinya bisa melihat seluruh wajah Claudia."Maaf... tapi sepertinya permintaanmu itu tidak akan pernah menjadi nyata," ucap Alvin.Glek.Claudia menegak ludahnya dengan kasar."Aku sudah menikah, Claudia. Aku adalah pria yang sudah beristri."Rasa panas menjalari punggung Claudia. Ia sangat malu, sangking malunya, wanita itu tak berani menatap mata Alvin.Astaga... bagaimana kata-kata memalukan itu bisa keluar dari mulut Claudia? Nampaknya, Claudia memang sudah benar-benar kehilangan akalnya."Tapi... aku t
Aku sudah berada di bawah. Kau cepatlah keluar. Aku tidak memiliki banyak waktu.Claudia tidak bisa menahan senyumannya ketika dirinya menerima email dari Alvin. Well... perlu kalian tau, sampai sekarang, baik Alvin dan Claudia tak pernah saling bertukar nomor ponsel. Claudia sangat ingin mendapatkan nomor ponsel pria itu, tapi ia sangat segan untuk memintanya selain itu, ia takut dikira wanita murahan oleh pria itu.Sejujurnya, Claudia tidak menyangka jika Alvin akan menerima permintaannya itu.FLASH BACK."Cepat katakan! Aku tidak memiliki banyak waktu," ucap Alvin sembari melempar tatapan tajamnya kepada Claudia.Claudia menggigit bibir bawahnya. Ia sudah memiliki satu permintaan. Permintaan yang mungkin akan mengubah hubungan mereka."Jika aku meminta waktumu, apa kau akan memberikannya kepadaku?" tanya Claudia dengan berani seolah-olah urat
"Sssshhh..."Claudia meringis kecil, ketika dirinya merasakan sensasi dingin dari batu es yang diusap-usap kecil di atas pipinya yang sudah membiru."Saya minta maaf atas nama istri saya. Sejak dulu, Kanaya memang tidak pernah bisa mengontrol emosinya," ucap Alvin sembari menekan-nekan batu es yang sudah dilapisi dengan sebuah kain ke pipi Claudia yang sudah membiru akibat tamparan maha dahsyat dari istrinya, Kanaya."Saya juga ingin minta maaf... Jika saya menjelaskan kedatangan Alvin kesini, pasti nyonya Dominguez tidak akan marah dan... dan... Alvin serta nyonya Dominguez pasti tidak akan bertengkar. Ini semua salah saya," ucap Claudia sembari menundukkan kepalanya.Alvin menghela nafasnya dengan kasar.Jika diingat-ingat, semua masalah ini disebabkan oleh Alvin sendiri. Andai saja tadi malam ia tidak bertemu dengan Claudia di Club, andai saja pagi
Brumm... Brumm... Brumm...Kanaya menambah kecepatan motor milik Loco yang saat ini sedang dikendarainya. Jika diingat-ingat, sudah lama rasanya Kanaya tidak menaiki motor apalagi mengendarainya. Semenjak menikah dengan Alvin, Kanaya selalu dimanjakan dengan berbagai macam mobil mewah, helikopter dan jet pribadi. Meskipun di dalam garasi rumah mereka terdapat motor, namun motor itu hanya satu dari sekian koleksi pribadi milik Alvin dan Alvin tak pernah membiarkan Kanaya untuk menaiki motor itu.Well... nampaknya Alvin lebih menyayangi motor itu dibandingkan istrinya sendiri.Tak perlu waktu lama, kini motor yang dikendarai oleh Kanaya itu sudah berhenti di depan sebuah kawasan perumahan yang tidak terlalu mewah namun lumayan besar.juga ingin masuk? Saya akan men-"Plak!Sebuah tamparan keras mendarat dengan mulus di pipi put
Kanaya menatap ponselnya yang saat ini sedang menghubungkan panggilan kepada Loco. Loco adalah satu-satunya orang yang bisa diandalkan Kanaya saat ini. Awalnya, Kanaya ingin menelpon Alan dan meminta bantuan dari pria itu agar mengeluarkannya dari rumah ini, namun setelah berpuluh-puluh kali percobaan, panggilan itu tak pernah diangkat oleh Alan. Sama seperti terakhir kali Kanaya menelponnya."Halo."Kanaya menghela nafasnya lega saat dirinya mendengar suara Loco."Kau ada dimana?" tanya Kanaya saat mendengar suara berisik dari ujung panggilan itu."Sedang melatih anak-anak," ucap Loco gamblang.Well... Kalian perlu tau, selain menjadi salah satu tangan kanan Kanaya, Loco juga merupakan seorang penjahat dunia bawah yang sangat ditakuti dan disegani. Oleh dunia bawah, dirinya dijadikan panutan dan sekarang, Loco sudah dipilih untuk menjadi pemimpin anak-anak dunia ba