Share

BAB 07. DI RENGGUT

Keesokan harinya, pukul setengah lima pagi. Gina sudah bangun dari tidurnya. Dia mengumpulkan pakaian kotor dan mencucinya. Aktivitas pagi yang sudah Gina lakukan selama bertahun-tahun tanpa jeda satu hari pun. Pukul enam ketika rumah selesai dia urus, Gina pergi ke luar untuk mencari tukang sayur yang biasanya lewat.

Hari ini Gina berniat untuk memasak cumi, makanan kesukaan ke tiga anaknya. Saat tiba di tukang sayur, Gina langsung bertanya pada si penjual, ''Hari ini cumi ada, Mang?''

''Ada, BU Gina. Kebetulan cuminya tinggal satu.'' Penjual sayur itu mengambil kantung keresek berisikan cumi di bawah gerobaknya, menyerahkannya pada Gina.

Gina tersenyum, mengambil cumi yang si penjual serahkan.

''Mau masak cumi, ya, Bu?'' tanya ibu-ibu lain pada Gina.

''Iya, Bu. Kemarin anak-anak bilang kalau mereka pengen makan cumi,'' jawab Gina.

''Anak saya juga kemaren pengen makan ayam, eh si Mamang malah enggak bawa ayam!'' sahut yang lainnya.

''Bukan enggak bawa, Bu. Tapi habis, saya cuma bawa empat kantong aja,'' sungut si penjual sayur, tidak terima jika dia di salahkan.

Ibu-ibu mengobrol deperti biasanya, Gina yang berdiri di antara yang lain hanya menjawab jika di tanya dan sesekali menimpali. Selain membeli cumi, Gina juga membeli dua jagung manis, terigu dan bumbu masaknya. Setelah selesai berbelanja dan membayar, dia bergegas pulang untuk memasak.

''Gina!'' 

Langkah kaki Gina terhenti ketika mendengar suara seorang wanita yang memanggilnya. Gina menoeh, melihat Lastri, ibu tirinya yang berjalan dengan cepat kearahnya.

''Mana uang buat bapak kamu?'' tanya Lastri begitu dia tiba di hadapan Gina.

''Gina belum punya uang, Bu. tiga hari lalu, kan, ibu baru aja Gina kasih.'' Gina menjawab sambil berusaha menyembunyikan cumi-cumi yang dia beli dari Lastri.

''Kamu pikir tiga ratus ribu cukup buat makan empat orang? Kamu pikir bapak kamu cuma makan tiga hari aja?'' solot Lastri, tatapan wanita parubaya itu lalu jatuh pada ke dua lengan Gina yang bersembunyi di belakang punggungnya. ''Habis beli apa kamu?''

Gina mencengkram kantung belanjaannya dengan erat, menggeleng pada Lastri. ''Bukan apa-apa, Bu. Cuma beli jagung doang dari tukang sayur tadi.'' Gina tersenyum kaku, mencoba untuk tidak menarik perhatian Lastri.

Kening Lastri berkerut, matanya menelisik Gina dengan tajam. ''Coba liat!''

''Beneran cuma jagung doang, Bu.'' Gina mengelak dengan jantung yang berdetak cepat dia, sama sekali tidak ingin menunjukannya pada Lastri. Karena Gina tahu jika Lastri melihanya membeli cumi, wanita tua itu pasti akan mengambilnya.

''Kalau gitu ibu liat!'' Lastri mengulurkan lengannya, dengan paksa menarik lengan Gina.

Gina tidak siap, saat Lastri menarik lengannya, kantung keresek berisi belanjaan itu terjatuh ke tanah, membuat barang-barang di dalamnya berserakan di tanah. ''Bu!'' Gina buru-buru membungkuk, hendak mengambil kantung cumi yang tergeletak di tanah.

''Dasar kamu anak enggak tau di untung!'' Lastri lebih dulu mengambil cumi itu, memaki Gina dengan kesal. ''Bilang enggak punya duit tapi bisa beli cumi.''

''Itu buat anak-anak, tolong balikin, Bu!'' 

''Enak aja! Kamu pikir anak kamu doang yang pengen makan cumi? Bapak sama adik kamu juga doyan. Ibu ambil ini, kamu makan aja itu jagung!'' setelah mengatakan itu Lastri berbalik pergi dengan cumi milik Gina.

Gina menatap kepergian Lastri dengan tangan terkepal erat, dadanya sangat sesak setiap kali Lastri melakukan ini padanya. Wanita itu membungkuk, membereskan sisa belanjaannya yang berjatuhan sambil sesekali menyeka air matanya yang menggenang. Bukan pertama kali Lastri melakukan hal seperti itu, setiap kali wanita parubaya itu melihatnya membeli sesuatu yang enak untuk putra dan putrinya, Lastri akan tanpa ragu mengambilnya, tanpa mempertimbangkan perasaan Gina sama sekali.

Tapi apa yang bisa Gina lakukan? Setiap kali Lastri mengataka bahwa itu untuk ayahnya, tidak ada yang bisa Gina lakukan. 

Selesai membereskan sisa belanjaan di tanah, Gina merogoh saku pada daster yang dia kenakan. Melihat sisa uang di tangannya, Gina menghela nafas berat. Sisa uangnya kurang untuk membeli lauk lagi, tetapi tidak mungkin dia hanya memberikan jagung pada anak-anaknya unttuk sarapan. 

Tepat saat Gina berbalik hendak pergi, dia secara tidak sengaja melihat Bagas di kejauhan yang menatapnya dengan wajah datar. Gina tidak tahu apakah Bagas melihat apa yang baru saja terjadi antara dia dan Lastri atau tidak, dan apa maksud dari tatapan tajam yang pria itu berikan padanya.

Gina memalingkan wajah, bergegas melanjutkan perjalanannya menuju rumah. 

''Mama habis dari mana?'' tanya Gavin pada saat melihat ibunya baru saja pulang.

''Mama habis dari tukang sayur,'' jawab Gina, mencoba untuk membuat ekspresinya senormal mungkin. ''Adik-adik kamu udah bangun, Vin?'' tanya Gina balik.

Remaja itu mengangguk. ''Udah, Binar lagi mandi, Ghazi lagi pake seragam, mah.''

Gina mengangguk, menghela nafas lega. Dia berjalan ke dapur, mengeluarkan dua buah jagung dan bumbu-bumbu yang tadinya dia beli untuk memasak cumi hari ini.

''Mah, hari ini kita makannya cumi, kan, yah?'' Ghazi baru saja selesai memakai seragamnya, anak itu keluar dari kamar dan bertanya dengan penuh semangat pada Gina.

 Gerakan tangan Gina berhenti, dia menoleh pada putra keduanya, menjawab dengan senyuman, ''Makan cuminya besok aja, ya, Zi. Tadi penjual sayurnya lupa bawa katanya.''

Ghazi cemberut begitu mendengar jawaban Gina. ''Yah, Gimana, sih, Mamah. Enggak jadi, deh, kita makan enak!'' sungut anak itu dengan kesal.

Nyut, hati Gina berdenyut perih mendengar apa yang Ghazi katakan. 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Delsyanti Dohude
terlalu berbelit² ceritanya,maunya kalimat² yg tdk terlalu nyambung tdk usah d masukan dalam cerita
goodnovel comment avatar
Hermiaty Noerche
peran utamanya 'gina' terlalu lemah, tdk tangguh yg mencerminkan mantan istri tentara.. y paling tdk adalah jiwa pemberaninya ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status