Kia terlihat duduk di salah satu bangku taman yang disediakan pihak rumah sakit. Saat ini ibunya masih belum sadarkan diri dan masih berada di ruang pemulihan. Gadis cantik bermata cokelat itu menatap langit yang dipenuhi oleh bintang. Sesekali ia mengulas senyuman memandang benda langit yang indah itu.
"Sepertinya semua berjalan lancar. Lihat saja wajahmu cerah sekali," celetuk Harry yang tiba-tiba muncul di hadapan Kia.
Kia terkejut dan langsung mendongakkan kepalanya. "Kak Harry bikin kaget saja!" protesnya.
Harry mengambil posisi duduk di sebelah kanan Kia. "Apa yang sedang kamu lihat?" tanyanya penasaran.
"Aku sedang melihat bintang, Kak."
Pertama kalinya bagi Kia duduk dalam satu mobil bersama Zidan. Gadis bermata bulat itu merasa gugup sekaligus senang karena akan jalan-jalan dengan pria yang disukainya tersebut. Hatinya juga merasa lega sebab ibundanya dalam keadaan baik sehingga ia tidak khawatir saat menemani Zidan sampai sore nanti.Kia merasa jika pertemuannya dengan Tuan Seto adalah sebuah keberuntungan baginya. Bulan depan, ia bahkan bisa menjadi salah satu mahasiswi untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Ayah dari Zidan itu pun sudah mengurus semua hal yang berhubungan dengan pendidikannya, mulai dari pemilihan kampus terbaik dan biaya pendaftaran serta semesternya."Wajahmu terlihat senang sekali. Apa sebegitu bahagianya kamu karena akan jalan-jalan denganku?" tanya Zidan yang sontak membuat lamunan Kia buyar.
Ciuman Zidan makin liar dan menuntut. Kia yang sama sekali belum pernah mengetahui rasanya berciuman harus menelan pil pahit karena pengalaman pertamanya sungguh memilukan. Banyak yang bilang jika ciuman pertama adalah hal yang paling indah, tetapi hal itu tidak berlaku bagi Kia.Ciuman pertama gadis itu bak malapetaka baginya. Tubuhnya bahkan bergetar hebat dan pipinya sudah basah dengan cairan bening yang keluar dari ekor matanya. Sikap Zidan yang sungguh agresif membuat Kia hampir kehabisan napas. Suara isak tangis keluar dari bibirnya yang mungil, tentu saja reaksi Kia membuat Zidan mendapatkan kembali kewarasannya.Zidan melepaskan ciumannya perlahan. Kedua matanya menatap Kia yang terlihat sangat ketakutan. Hatinya seketika terenyuh sebab reaksi Kia yang di luar ekspektasinya. Ia lalu mengesah kasar dan mengacak rambutnya seperti
"Jadi, aku serahkan semuanya padamu. Aku pamit dulu, nanti kirimkan hasilnya melalui email," pinta Zidan."Baiklah ... kamu tidak mau menunggu di sini?" tanya Samuel."Aku ingin menunggu di rumah. Lagi pula kasihan gadis setengah telanjang tadi kalau aku tidak pulang sekarang," jawab Zidan dengan kalimat yang sedikit menyindir temannya itu."He-he ... oke. Aku anggap kamu adalah teman yang pengertian," sahut Samuel tersenyum mirip kuda.Zidan pun keluar dari ruangan Samuel dengan perasaan tak menentu. Dalam hatinya berharap kalau kecurigaannya tidak benar. Ia menemui Samuel agar hatinya lebih puas. Ada beberapa alasan tertentu ia tidak langsung melacak keberadaan Shakira setahun lalu. Padahal kalau ia mau, ia bisa m
Zidan perlahan membuka mata. Meski masih terasa berat, ia terus berusaha untuk bangun dari pingsannya. Obat penenang yang disuntikkan padanya tadi cukup membuatnya tidak sadarkan diri untuk beberapa waktu.Kejadian ini bukan baru terjadi sekali atau dua kali, tetapi sudah sering semenjak dirinya dinyatakan depresi walaupun bukan sungguhan. Kepalanya sungguh terasa berat. Sambil mencoba duduk, ia memegangi kepalanya.Matanya memicing melihat keadaan kamarnya telah rapi. Tidak ada barang-barang yang berceceran, kaca pecah, semuanya sudah tertata rapi. Bahkan ayahnya selalu siap sedia mengganti kaca lemari yang ia pecahkan dengan cepat, seperti tidak pernah terjadi apa-apa."Cih ... lagi-lagi seperti ini. Aku sudah muak," decih Zidan.
Zidan dan Kia masih saling berpelukan dengan pikiran masing-masing. Mungkin sekitar sepuluh menit, sebelum Zidan benar-benar melepaskan pelukan eratnya pada tubuh Kia."Kamu tinggal di sini sendiri?" tanya Zidan. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh apartemen dari depan pintu."I-iya ... aku tinggal sendiri," jawab Kia sedikit canggung.Zidan memperhatikan dari sudut ke sudut apartemen yang tidak terlalu luas itu. Dengan pandangan tajam dan penilaian cukup jeli, ia mencoba membaca situasi.'Apartemen ini memang awalnya tidak kosong. Hawanya terasa hangat. Jadi, dia memang tinggal di sini?' batin Zidan yang sepertinya tidak begitu yakin. Ia tidak tahu bahwa kecurigaannya itu memanglah benar.
Kia mendapatkan masalah yang besar saat ini. Hal yang diminta oleh Zidan tidak ada di dalam kontrak yang ia tanda tangani dengan Tuan Seto. Kalau memang Zidan dan Shakira setiap bulan melakukan ritual seperti itu, sudah pasti ia akan ketahuan karena masih perawan."Bagaimana kalau kita tiadakan hal yang biasa kita lakukan itu?" Kia mencoba menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dengan membujuk Zidan. Lagi pula ia mana sanggup memenuhinya. Ia mempunyai prinsip jika hubungan intim harus dilakukan setelah menikah.Zidan yang masih memeluk Kia dari belakang tersenyum samar. Ia merasa takjub dengan sikap tenang Kia meskipun ia telah meminta hal yang ekstrem seperti itu."Kamu tidak suka? Padahal dulu kamu yang menggebu memintanya," ujar Zidan sambil melepaskan pelukannya. Ia se
Kia mencoba menjawab pertanyaan Tuan Seto dengan tenang. Ia berusaha semaksimal mungkin agar pria paruh baya itu tidak tersinggung. "Bukan begitu maksud saya, Pak. Sembarang orang yang saya maksud adalah orang yang tidak selevel dengan kasta keluarga kalian. Lagi pula, saya juga tidak bisa menikah dengan putra Bapak karena saya sedang berlakon menjadi orang lain. Pernikahan tentu saja tidak akan sah," terang Kia. "Ha-ha-ha! Nak Kia memang sungguh cerdas, tapi apalah arti sebuah nama? Jika Zidan menginginkan Nak Kia menikah dengannya tentu saja saya tidak bisa menolak karena kebahagiaan Zidan adalah yang utama," balas Tuan Seto. Ia menghela napasnya sejenak. Raut wajahnya pun berubah menjadi cemas. "Saya rasa, saya sudah keterlaluan kepada N
Mereka berdua masih larut dalam romantisme. Mungkin bagi Kia ini adalah hal yang paling mendebarkan, tetapi bagi Zidan ini adalah sebuah permainan untuk memberi pelajaran.Kini masing-masing dari mereka melepaskan kedua benda kenyal yang baru saja saling bertautan, lebih tepatnya bertukar saliva hingga membuat hasrat merayap naik. Sebelum menjadi lebih bergejolak mereka menghentikannya.Mata Zidan menatap mata Kia dengan pandangan sayu. Sebagai seorang pria, ia tidak munafik jika tubuhnya bereaksi karena bersentuhan dengan wanita. Namun, rasa benci karena dibohongi lebih mendominasi pikirannya."Maaf," lirih Zidan sambil mengusap air mata Kia yang masih membekas di pipi mulus gadis itu.Kia menunduk dalam karena mal