Share

Life Hates Me
Life Hates Me
Penulis: V I L

Bab 1

Pagi ini langit berwarna biru cerah dan sedikit berawan. Tanaman hijau yang asri menghiasi sekitar jalan setapak yang dilalui banyak orang dengan seragam sama persis. Mereka adalah murid SMP Bibit Kasih, termasuk aku.

Tiba-tiba aku mendapatkan sebuah tepukan yang tidak begitu keras pada ransel yang menggantung pada punggungku. Aku pun membalikkan badanku ke belakang untuk melihat siapa yang menepuk ranselku.

"Freya! Selamat pagi!" sapa seorang gadis seumuranku yang tingginya 10 cm lebih pendek dariku. Dia memiliki rambut hitam bergelombang dan memiliki kulit yang jauh lebih putih daripada aku. Senyuman lebar terpasang pada bibir merah mudanya.

"Vania~ Tumben hari ini kamu datang cepat," sahutku sambil membalas tepukannya pada ransel merah mudanya. Vania adalah sahabatku. Sudah 2 tahun kami bersahabat, yaitu sejak kelas 7.

"Ya, hari ini aku bangun lebih awal karena salah satu anak perempuannya mamaku mengamuk gara-gara ada yang memakan kuenya. Menyebalkan banget deh tuh anak," kesalnya.

"Bisa-bisanya kamu mengatai kakakmu begitu, padahal dia lebih tua darimu," komentarku sambil tertawa kecil.

Vania mendengus kesal dan membalasku. "Percuma lebih tua dariku kalau sikapnya kekanakan."

Tawaku semakin tak tertahankan saat mendengar perkataannya. 'Dia tidak sadar kalau sikapnya tak jauh kekanakan dari kakaknya.'

Tiba-tiba Vania tersandung sesuatu dan terjatuh ke depan. Sebelum aku menangkapnya, seseorang yang berada di belakang menangkap dia terlebih dahulu sehingga dia tidak jadi terjerembab.

"Selamat pagi, Vania!" sapa orang yang menangkap Vania. Lelaki itu sedikit membungkukkan badannya untuk menyesuaikan tingginya dengan Vania yang pendek.

"Jonathan? Kamu gila, ya?! Siapa yang menyapa orang lain dengan cara seperti itu!" seru Vania setelah menstabilkan pijakannya.

"Selamat pagi juga untukmu, Freya~" Jonathan mengabaikan Vania dan menyapaku.

"Hai~" sahutku singkat. Jonathan juga adalah sahabatku. Vania yang mengenalkannya denganku dan kami bertiga pun bersahabat sampai sekarang. Terkadang energiku terkuras karena bersahabat dengan duo extrovert itu.

"Wow, Kamu mengabaikanku yang hampir mencium jalanan dan malah menyapa Freya?! Dasar pilih kasih! Dimana keadilan untukku?!" protes Vania yang mengundang tawaku dan Jonathan.

Jonathan mencolek-colek pipi tembamnya Vania. "Kenapa? Kamu mau aku bersikap lebih baik denganmu? Oke~ Hamba meminta pengampunan kepada yang mulia Ratu Cebol dan bersumpah akan bersikap lebih baik lagi~"

"Hentikan itu, dasar gila!" Vania menepis jari telunjuknya Jonathan.

Jonathan berhenti mengganggu Vania dan bertanya, "Ngomong-ngomong, kalian sudah mengerjakan PR Matematika?"

"Aku sudah kerjakan dari waktu pak Mulyadi kasih tuh PR." Aku menyombongkan diriku karena bisa menyelesaikan PR itu di hari yang sama pekerjaan rumah itu diberikan.

"Wow, seperti yang diharapkan dari Freya; selalu mengerjakan PR secepat mungkin tanpa menunda-nunda~" puji Jonathan.

"Kalau begitu, nanti ajari aku bagian yang tidak kumengerti. Sebagai gantinya, aku akan membelikan minuman untukmu. Bagaimana menurutmu?" lanjutnya bertanya kepadaku.

"Oke~ Aku akan memilih yang paling mahal, tidak apa-apa, kan?" balasku yang dibalas dengan isyarat tangan 'OK'.

"Apa kamu sudah mengerjakan PR mu, Vania?" tanyaku pada gadis yang berjalan di samping kiriku.

"Jelas sudah dong!" jawabnya dengan bersemangat dan mengangkat tinggi tangan kanannya. Aku sudah menduga jawaban darinya. Dia juga anak rajin sepertiku dan jauh lebih pintar daripada aku dan Jonathan.

Kami berjalan menuju kelas bersama-sama sambil bercanda gurau. Tidak biasanya kami berbarengan saat berjalan menuju kelas karena biasanya aku duluan datang, lalu disusul oleh Jonathan, dan kemudian Vania. Waktu terasa berlalu dengan cepat selagi melangkah sambil mengobrol dengan sahabat.

Di kelas, Vania dan Jonathan menarik kursinya ke mejaku. Aku mengajari bagian yang tidak dipahami oleh Jonathan. Terkadang Vania membantuku menjelaskan materinya kalau Jonathan masih tidak mengerti dengan penjelasanku.

"Apa kamu mengerti?" tanyaku pada Jonathan.

"Uh ... begini, kan?" jawabnya kurang yakin.

Aku mengoreksi jawabannya. "Ya, betul."

"Hore! Akhirnya selesai!" seru Jonathan sambil mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Aku tertawa kecil melihat tingkahnya yang lucu.

Jonathan menurunkan kedua tangannya dan meletakkan lengannya di meja. "Penjelasanmu lebih mudah dipahami daripada waktu pak Mulyadi menjelaskan. Sepertinya aku harus sering-sering bertanya kepadamu kalau ada yang tidak kumengerti~"

"Boleh, tetapi ingat, seleraku mahal lho," balasku sambil tertawa kecil.

"Kamu ... kamu orangnya suka mengatakan hal mengerikan sambil tersenyum, ya?" tanya Jonathan sambil memeluk dirinya sendiri.

Vania berdeham sehingga perhatianku dan Jonathan tertuju ke arahnya. "Kalian tidak lupa kalau aku masih ada di sini, kan?

"Selain itu, aku juga membantu Freya mengajarimu! Kenapa kamu tidak memujiku juga?!" protes Vania sambil menunjuk-nunjuk Jonathan.

Jonathan tertawa dan mengacak-acak rambut Vania. "Maaf~ Kamu terlalu pendek, makanya aku sampai tidak sadar kalau kamu masih ada di sini."

"Apa hubungannya tinggi badanku dengan keberadaanku?!" protes Vania lagi sambil menepis tangan Jonathan yang mengacak rambutnya.

Aku melerai mereka. "Sudahlah, jangan mengerjai Vania terus~"

"Dengar tuh apa kata Freya!" ucap Vania.

Tanpa aba-aba, Vania memelukku dengan erat. Aku tersentak kaget lalu tertawa kecil dan merapikan rambut Vania yang berantakan. Kulihat Jonathan yang duduk di samping kananku tersenyum miring dan menghembuskan napas kesal.

"Ngomong-ngomong, bagaimana dengan persiapan untuk kontes fashion show mu nanti, Freya?" tanya Vania yang kini sudah melepaskan pelukannya dariku.

Aku mengangkat bahuku dan menjawab, "Entahlah, kamu 'kan sudah tahu kalau selera fashion ku itu buruk. Kenapa pula waktu itu kamu menunjukku untuk mewakili kelas kita?"

"Habisnya kamu yang punya bentuk tubuh paling ideal di kelas; tinggi, tidak terlalu kurus dan tidak gemuk juga," jawab Vania. Mata hitamnya bergantian menatapku dan badannya sendiri.

"Plus wajahnya Freya cantik," tambah Jonathan.

"Ya, wajahnya Freya cantik, tetapi wajahku juga tidak kalah cantik!" ujar Vania tidak mau kalah.

"Kata cantik tidak cocok untukmu. Kamu lebih cocok disebut imut," sanggah Jonathan sambil mencengkeram kedua pipi Vania dengan telapak tangannya yang besar.

"Weh, lepashin tanganmuh!" perintah Vania dengan suara yang kurang jelas.

Jonathan melepaskan cengkeramannya dari pipi Vania sambil tertawa lepas. Vania memegangi pipinya sendiri dan menatap tajam lelaki yang duduk di samping kananku. Aku dapat melihat percikan listrik dari mata mereka yang saling bertatapan.

Vania mengalihkan pandangannya ke arahku. "Freya, sore ini kamu tidak sibuk, kan? Ayo ke mall! Kita beli baju buat lomba fashion show mu!"

"Oke~" Aku menganggukkan kepalaku menerima ajakannya.

"Aku ikut!" seru Jonathan sambil mengangkat tinggi tangan kanannya.

"Cowok tidak usah ikut! Tahu apa kamu tentang fashion cewek?" balas Vania sambil menyilangkan tangannya di dada.

Mereka berdua pun adu mulut dengan sengit. Mereka baru berhenti ketika guru SBK memasuki ruangan kelas ini. Akhirnya keadaan kembali tenang dan aku bisa terbebas dari kedua extrovert itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status