Share

Bab 8

Author: Aaliyah Zoya
Setelah berjalan beberapa langkah, Raka menoleh dan melihat Shinta yang masih berdiri di tempat yang sama.

Tubuhnya tampak kurus, kelihatan malang sekali.

Raka baru sadar bahwa dia baru saja berjanji pada Shinta bahwa dia tidak akan lagi mengabaikannya demi Nadine.

Namun, dia merasa dia belum pernah menepati janji itu.

Raka diam-diam bertekad setelah ini, dia akan memberi Shinta kompensasi.

Setelah mereka pergi, Shinta kembali duduk di tempatnya. Pelayan datang membawa kue ulang tahun berlapis dua.

"Nona, selamat ulang tahun. Ini kue ulang tahun yang disiapkan oleh Pak Raka," ucap pelayan itu.

Pelayan itu melihat sekeliling, tetapi tidak menemukan Raka di sana. Hanya ada Shinta yang duduk sendirian.

"Letakkan saja di sini, terima kasih," ucap Shinta.

Pelayan itu menyalakan lilin dan memberinya sebuah boneka kecil sebagai hadiah.

Shinta menutup matanya dan membuat harapan ulang tahun.

Dia berharap, bayi yang ada di perutnya dapat segera reinkarnasi dan dilahirkan di keluarga yang saling mencintai, semoga hidup mereka bahagia selamanya.

Setelah membuat permohonan, Shinta memakan sepotong kue.

Rasanya sangat manis, tetapi di lidahnya terasa pahit.

Tak lama setelah itu, Tori meneleponnya dan memberi tahu bahwa surat perjanjian perceraian sudah siap dan Shinta bisa segera pergi ke kantor untuk tanda tangan.

Shinta pergi ke kantor pengacara, setelah memeriksa surat perjanjian tersebut dan memastikan semuanya tidak masalah, dia pun menandatanganinya.

"Bu Shinta, kamu dan Pak Raka sudah memiliki anak, semua orang tahu bahwa kamu sangat mencintainya. Kenapa kamu tiba-tiba mau bercerai?" tanya Tori.

Tori menatap Shinta, dia akhirnya tak tahan untuk menanyakan pertanyaan di hatinya.

"Panggil aku Nona Shinta saja. Aku dan Raka sudah nggak ada hubungan lagi," ucap Shinta.

Shinta tersenyum, tetapi tidak menjawab pertanyaan itu. Dia berkata, "Pak Tori, tolong serahkan surat perceraian ini langsung kepada Pak Raka besok. Setelah dia menandatanganinya, beri tahu aku. Aku akan memberimu alamat, kamu kirimkan salinan perjanjiannya ke sana saja."

"Nona Shinta, apa Pak Raka tahu bahwa kamu mau bercerai dengannya? Bagaimana kalau dia nggak setuju?" tanya Tori.

"Huh," cibir Shinta.

Shinta tersenyum dan berkata, "Dia seharusnya nggak akan menolak. Dia sudah nggak sabar mau bercerai denganku, bagaimana mungkin dia menolak. Kalau dia benar-benar menolak, aku akan tanda tangan surat yang lebih banyak lagi. Nanti kamu berikan semua surat itu kepadanya."

"Baik, Nona Shinta. Aku akan pastikan semuanya berjalan lancar," ucap Tori.

"Terima kasih," jawab Shinta.

Setelah menyelesaikan semua urusannya, Shinta kembali ke rumah.

Rumah itu terasa kosong, Raka belum kembali.

Shinta mulai membereskan barang-barangnya. Ketika pelayan melihatnya sedang mengemas koper, dia sedikit penasaran.

"Bu, kenapa kamu tiba-tiba mengemas koper?" tanya pelayan.

Shinta menjawab, "Aku akan pergi beberapa hari."

Shinta tidak memberi penjelasan lebih lanjut. Dia sudah membeli tiket pesawat ke Maldian.

Dia ingin pergi melihat laut. Dia ingin mewujudkan janji yang tidak pernah ditepati Raka.

"Apa Pak Raka tahu tentang ini?" tanya pelayan lagi.

"Dia nggak perlu tahu," jawab Shinta singkat.

Setelah mengemas barang-barangnya, Shinta mengambil catatan hasil pemeriksaan kehamilan, foto USG, dan buku rekam medis keguguran, lalu memasukkan semuanya ke dalam sebuah kotak kecil.

Ini adalah hadiah terakhir yang akan dia tinggalkan untuk Raka.

Dia sebenarnya ingin sekali melihat reaksi Raka ketika melihat semua ini. Apakah dia akan merasa menyesal? Merasa bersalah? Sedih? Atau bahkan putus asa?

Namun, apa gunanya? Anak mereka sudah tiada.

Shinta mengambil kotak itu dan menyerahkannya kepada pelayan.

"Tolong serahkan kotak ini kepada Pak Raka besok pagi," ucap Shinta.

Pelayan itu menerima kotak itu, lalu bertanya dengan bingung, "Kenapa Ibu nggak menunggu Pak Raka kembali dan menyerahkannya sendiri?"

"Aku pergi sekarang," jawab Shinta.

Shinta hanya tersenyum. Apa alasannya? Tentu saja karena dia sudah tidak ingin melihat Raka lagi.

Shinta tidak ingin lagi melihatnya lagi seumur hidupnya.

Shinta naik pesawat menuju Maldian. Ketika pesawat itu terbang, Shinta merasakan kebebasan dan kegembiraan yang luar biasa.

Ternyata meninggalkan seseorang yang tidak mencintaimu adalah hal yang begitu membahagiakan.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 27

    Karena Shinta sudah melihat laut, jadi dia memutuskan sekarang saatnya pulang.Pagi-pagi sekali, dia pergi ke meja resepsionis untuk keluar dari penginapannya sambil barang-barangnya."Nona mau pergi sekarang?""Iya."Shinta tidak ingin lebih lama lagi di sini karena Raka sekarang juga ada di sini."Baiklah, proses keluarnya sudah selesai."Setelah memproses keluarnya Shinta dari penginapan, petugas resepsionis itu lalu menyerahkan sebuah dokumen kepada Shinta."Tadi pagi Pak Raka menitipkan ini di meja resepsionis sewaktu keluar dari kamarnya. Pak Raka meminta kami untuk memberikan dokumen ini kepada Nona saat Nona keluar."Shinta menatap dokumen itu dengan tangan yang agak gemetar."Di mana dia?""Pak Raka bilang dia tahu Nona nggak mau bertemu dengannya, jadi Pak Raka sudah pulang dengan penerbangan yang paling awal.""Terima kasih."Shinta pun minggir ke samping, lalu membuka dokumen itu.Dia sontak tertegun saat melihat surat cerai itu.Shinta segera membalik halaman ke yang palin

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 26

    Amarah Raka sontak tersulut."Aku ini lagi bicara dengan istriku. Kamu siapa, hah?""Istri? Shinta bilang kalian lagi proses bercerai, itu berarti kalian bukan lagi pasangan suami istri. Jadi, aku berhak berbicara mewakilinya.""Shinta, kamu bahkan memberitahunya kalau kita akan cerai? Siapa dia?"Raka pun menatap Shinta dengan mata yang menyalang marah. "Kamu bilang mau melihat laut sendirian karena kecewa padaku, tapi apa itu bukan karena kamu sudah punya pria lain? Apa dia ini kekasihmu?"Shinta langsung menghadiahi Raka dengan sebuah tamparan."Raka! Aku bukan orang yang nggak tahu malu sepertimu!"Raka sontak tersadar.Dia berkata seperti itu semata-mata karena terbawa emosi.Dia tahu bahwa Shinta tidak mungkin melakukan hal semacam itu, tetapi tetap saja dia merasa marah."Aku benar-benar kecewa padamu! Kalau kamu ke sini hanya untuk memfitnahku, aku benar-benar kagum denganmu, Raka! Aku benar-benar sudah buta jatuh cinta selama sekian tahun itu dengan orang yang sangat nggak tah

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 25

    Jason pun tersenyum pasrah saat melihat ekspresi gembira Shinta yang memegang kembang api.Itu pertama kalinya dia melihat ada seorang wanita yang tampak begitu bahagia hanya karena kembang api.Di saat Jason akan ikut bersenang-senang dengan Shinta, tiba-tiba ponselnya berdering."Halo? Ibu?""Jason, kamu ke mana saja sih? Ibu sudah carikan kamu pasangan kencan buta, harusnya kamu kasih tahu Ibu kalau memang nggak mau datang! Gadis itu sudah beberapa jam menunggumu di restoran, tapi kamu sama sekali nggak muncul!"Begitu Jason mengangkat panggilan itu, ibunya langsung mengomel dengan marah.Jason pun mengernyit. "Ibu, sudah kubilang aku nggak suka dengan semua gadis itu. Mereka hanya mau kencan buta denganku karena keluarga kita kaya. Aku nggak mau!""Terus, kamu maunya bagaimana? Kamu ini sudah berusia 30-an, tapi belum juga menikah! Kalau terus begini, kapan Ibu bisa dapat cucu?""Bagaimana kalau kucari saja janda dengan dua orang anak, lalu kubawa pulang dan kunikahi?"Jason memuta

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 24

    Tetes-tetesan air yang tersebar merata di setiap jengkal tubuh pria itu tampak berkilauan di bawah sinar matahari.Shinta mengerjap-ngerjapkan matanya. Saat menatap wajah pria itu, barulah dia menyadari itu adalah orang yang tempo hari memberikannya kartu SIM nomor.Belum sempat Shinta menyapa, beberapa wanita cantik berambut pirang telah berjalan mendekati Jason."Hai, Tampan. Sendirian? Bagaimana kalau kita minum bersama?""Iya, kami juga kebetulan mau berenang. Mau ikut?"Jason berjalan keluar dari kolam renang dan mengenakan jubah mandi dengan santai. Tubuhnya yang memikat itu seketika tertutup."Maaf, aku nggak sendirian."Setelah berkata seperti itu, Jason pun berjalan menghampiri Shinta."Pacarku ada di sini.""Oh, ternyata sudah punya pacar."Beberapa wanita itu berjalan pergi dengan kecewa.Shinta sontak tertegun, lalu menunjuk dirinya sendiri. "Maksudmu itu aku?""Nggak apa-apa, 'kan? Aku hanya ingin menjadikanmu tameng.""Nggak kok."Shinta hanya balas tersenyum dengan kikuk

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 23

    "Pak Raka, saat ini urusan yang terpenting adalah perusahaan. Lebih baik Pak Raka pikirkan dulu apa yang harus dilakukan.""Aku mau pulang."Raka pun bangkit berdiri sambil bertumpu di meja. Dia meminta asistennya untuk membawanya pulang ke rumah lama.Ayahnya meninggal cepat, jadi ibunya-lah yang bertanggung jawab atas sebagian besar urusan rumah tangga.Ibunya Raka, Maya Buana, terlihat sangat tidak senang melihat putranya kembali ke rumah lama dalam keadaan mabuk."Kenapa ini? Kok kamu pulang ke sini setelah mabuk-mabukan? Mana istrimu? Kenapa dia nggak ikut?"Maya sedang mengemasi banyak sekali suplemen yang dia belikan untuk Shinta, dia berencana mengirimkan semua itu kepada Shinta besok.Maya memang tidak pernah menyukai Shinta, tetapi dia mulai memperhatikan Shinta semenjak menantunya itu hamil."Ibu, ada yang perlu kuberitahukan pada Ibu.""Kenapa?""Anak Shinta nggak kenapa-kenapa, 'kan?" tanya Maya sambil mengernyit. "Anak itu adalah harta Keluarga Winata! Kalau sampai kenapa

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 22

    "Kenapa?"Nada bicara Shinta pun melunak, walaupun tetap sangat dingin."Kondisi Pak Raka lagi buruk sekali saat ini. Apa Bu Shinta bisa pulang?""Apa hubungannya juga dia baik-baik saja atau nggak denganku? Kami lagi dalam proses bercerai, jadi mulai sekarang nggak usah memberitahuku dia kenapa.""Anggap saja ini permohonanku," pinta asisten itu. "Pak Raka benar-benar menyesal. Perusahaan juga lagi dirundung banyak masalah dan terancam bangkrut. Pak Raka datang untuk minta tolong, tapi malah dipaksa menenggak dua botol wiski dan kepalanya juga kena pukul. Sekarang, dahinya terus berdarah, tapi dia menolak dibawa ke rumah sakit dan terus memanggil nama Bu Shinta. Bu Shinta, bolehkah Bu Shinta pulang sebentar demi pernikahan kalian dulu? Kumohon."Akan tetapi, Shinta tetap tidak ambil pusing.Semua penderitaan yang Raka alami adalah kesalahannya sendiri, sama sekali tidak ada hubungannya dengan Shinta.Lagi pula, seberapa penting masalah yang Raka hadapi dibandingkan dengan kematian ana

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 21

    "Wah! Hebat, hebat!"Pak Aldi pun bertepuk tangan. "Pak Raka, katanya kamu benar-benar menyakiti perasaan selebriti top kita satu ini, ya! Memang sudah sepantasnya kamu ditampar olehnya!"Raka mengangguk. "A ... aku minta maaf, Nadine. Kuharap kamu bisa memaafkanku.""Kumaafkan kok! Akan langsung kumaafkan kalau kamu lompat dari atas gedung!"Nadine rela melompat dari atas gedung untuk Raka, jadi Nadine juga ingin Raka merasakan hal yang sama."Nadine ....""Diam! Sudah kubilang jangan panggil aku begitu!"Nadine kembali menampar Raka, lalu mengambil sebotol wiski di atas meja dan mencekokinya ke Raka. "Minum! Minum ini kalau kamu mau kerja sama!"Raka juga tidak balik melawan, dia hanya diam membiarkan anggur itu mengalir melewati kerongkongannya.Saat botol itu hampir habis, Nadine pun mendorong Raka.Nadine mendorong tubuh Raka yang sudah sempoyongan ke atas lantai, lalu berulang kali menendang pria itu dengan kejam."Nadine, apa kamu sudah puas marahnya? Kamu mau kerja sama?"Walau

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 20

    "Pak Raka sudah datang?"Pria yang duduk di sofa mengangkat alisnya sambil menatap Raka. Barulah pada saat itu Raka menyadari bahwa pria gemuk itu adalah Pak Aldi."Pak Aldi."Raka menyipitkan matanya menatap Nadine. Kenapa sekarang Nadine menjadi seperti ini? Kenapa dia membiarkan orang lain menyentuhnya dengan seenaknya?"Kamu terlambat datang. Sebagai hukumannya, kamu harus minum tiga gelas."Pak Aldi memerintahkan Raka untuk minum sambil menunjuk anggur di atas meja.Padahal, Raka tidak terlambat. Jelas-jelas dia tiba beberapa menit lebih awal."Kenapa malah bengong? Bukannya Pak Raka punya permintaan? Sudah begitu saja tetap nggak mau minum? Itu sih namanya nggak tulus."Seorang pria lain yang duduk di samping dan sambil memeluk seorang wanita pula menimpali.Raka ingat bahwa wanita ini adalah seorang selebriti yang debut di waktu yang bersamaan dengan Nadine. Sekarang, wanita itu juga sedang dibelai dalam pelukan seorang pria.Pemandangan di depannya ini sontak menyulut amarah Ra

  • Lima Kesempatan, Akhirnya Berpisah   Bab 19

    Raka bergegas terbang kembali ke Chalsa. Setelah pulang, asistennya segera mengatur jadwal berdiskusi dengan para penguasa properti itu."Bagaimana? Kapan Pak Aldi dan Pak Saka mau menemuiku?""Maaf, Pak Raka. Mereka bilang pokoknya mau mengakhiri kontrak kerja sama dan nggak mau bertemu Pak Raka.""Kenapa?"Raka benar-benar tidak mengerti. Selama ini hubungan kerja sama mereka baik-baik saja. Tidak seharusnya hal seperti ini terjadi.Kecuali terjadi sesuatu yang tidak dia ketahui."Lalu ...."Asisten itu ragu sejenak, lalu melanjutkan, "Kepala bagian keuangan baru saja ditangkap karena ketahuan korupsi. Ada beberapa karyawan yang lompat dari gedung perusahaan, jadi kita sangat terdampak."Ekspresi Raka sontak berubah menjadi serius. "Aku mengerti.""Oh ya, Pak Raka, aku lupa memberi tahu Pak Raka kalau Nona Nadine sedang menunggu Pak Raka di ruangan.""Nadine?"Ekspresi Raka sontak menjadi agak tidak enak dilihat saat nama Nadine disebut."Aku nggak mau menemuinya, bilang padanya kala

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status