Renata menghampiri putra sulungnya itu, yang sedang menatap langit-langit. Renata menjatuhkan tubuhnya di sebelah Revan lalu membelai lembut wajah putranya itu, sebelumnya Renata menerima berita dari putra bungsunya, yang mengatakan Revan sedang galau karena di jauhi oleh gadis yang di cintainya. Renata berusaha menenangkan Revan terlebih dahulu, sebelum menyampaikan kabar pernikahannya dengan Diandra.
“Nak, kamu kenapa melamun?” tanya sang mama dengan penuh kelembutan.
“Revan gak apa-apa kok, Ma. Apakah ada yang ingin mama sampaikan kepada Revan? Kalau memang iya bilang saja. Revan janji gak akan protes.” sahut Revan.
Mendengar gagasan dari putra sulungnya itu, seketika membuat Renata bahagia dan langsung bersemangat untuk menyampaikan pesan dari suaminya. Namun, sebelum menyampaikan kabar tersebut. Renata ingin memastikan, apakah benar putra sulungnya itu sedang baik-baik saja? Atau bahkan pura-pura tegar di depan sang mama.
&ldq
Gadis itu mengerjapkan matanya, dia sangat takut melihat sikap Revan yang lebih kasar dari biasanya, sebelumnya Diandra tidak menyangka jika Revan akan sekasar ini kepadanya. Air matanya mengalir tiada henti menghujani pipinya. Melihat hal tersebut membuat Revan semakin muak dan mendorong kasar tubuh gadis itu sehingga membuat gadis itu terjatuh di atas kursi pribadinya. Revan menggebrak kasar meja dan mengusap kasar wajahnya. Sementara Diandra hanya bisa menangis dan berjalan gontai menghampiri pria itu. Diandra meberanikan diri untuk mendekatinya dan mengatakan bahwa sebelumnya dia yang meminta sang papa untuk menjodohkan dirinya dengan Revan. Sesuai janjinya di saat Meraka masih menginjak usia remaja.“Re–Revan.” panggil Diandra yang terbata-bata.“Apa?” bentak Revan dengan suara beratnya.“Aku tahu, aku salah karena meminta papa untuk menjodohkan kita. Aku pikir kamu setuju dengan keputusanku ini. Tapi aku salah, justru ke
Diandra dan Helen segera menyelesaikan pekerjaannya dengan baik sebelum jam makan siang akan tiba. Gadis itu mencoba fokus dan melakukan sejenak masalah pribadinya. Apalagi dia tidak ingin membuat Helen mengkhawatirkan dirinya. Diandra membuka laptop dan mual menyalin file di ms. word untuk membuat laporan keuangan. Saat sudah selesai Diandra segera mengantarkan berkas-berkas itu ke ruangan pribadi Revan.Gadis itu sangat tabah untuk bertahan di perusahaan milik keluarga besar Aldhinara meskipun sering mendapatkan perlakuan kasar dari atasannya yang bernama Revan Aldhinara Putra. Setelah memastikan meja kerja Revan tapi, barulah Diandra menghampiri Helen dan mengajaknya ke kantin karena saat itu Diandra sudah merasa sangat lapar.“Helen, kita ke kantin sekarang yuk!” ajak Diandra.“Ayo, aku juga sudah merasa sangat lapar sekali. Ya sudah, kita pergi sekarang.” Helen menarik tangan Diandra hingga mengantarkannya di kantin. Mereka mem
Florensia dan Archand sedang tertawa bersama saat menyaksikan pertunjukan topeng monyet yang sedang berlangsung di taman itu. Sehingga dia mengabaikan telepon dari Revan. Setelah penggalian terakhir, pria itu baru menyadari bahwa ada seseorang yang meneleponnya. Archand langsung mengakhiri tontonannya dan memberikan uang dengan jumlah besar dengan pemilik topeng monyet itu.“Den, ini kebanyakan. Saya tidak punya kembaliannya.” ucap pria paruh baya itu.“Ambil saja kembaliannya, Pak. Yang penting kekasih saya bahagia.” sahut Archand tersenyum kepada pria paruh baya itu. Kemudian dia mendapati notifikasi dari sang kakak. Archand kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku kemejanya.“Terima kasih ya, Den. Semoga hubungan dengan kekasihnya langgeng.” sahut pria paruh baya itu dengan penuh kebahagiaan. Segera pria itu menyimpan uangnya di dalam tas selempang miliknya, dan berkeliling di tempat lain.“Amin, terima kasih
Archand mengenggam tangannya dia itu perlahan, dia memberanikan diri untuk mengajak gadis itu ke cafe favoritnya yang tak jauh dari kampus. Archand menatap lekat wajah gadis itu dan tersenyum saat menatapnya.“Oh iya, Diandra. Kamu mau gak ke cafe bareng aku? Temani aku ngopi yuk! Di sana kita bisa ngobrol banyak. Bagaimana?” Archand melontarkan pertanyaan kepada gadis itu.“Baiklah, aku mau.”Diandra mengangguk cepat. Dia sangat bahagia ketika mendapat ajakan dari vokalisterkenal itu. Mendengar jawaban dari Diandra. Archand segera menggandeng tangannya dan mengajaknya ke parkiran depan. Mereka melangkah sejajar sambil menikmati pemandangan indah kala itu. Di tambah lagi cuaca cerah yang mendukung perjalanan mereka menuju tempat parkir. Archand menarik gadis itu untuk masuk ke dalam mobil sport berwarna merah miliknya. Satu-satunya mobil kesayangan Archand, seringkali sang mama menyuruhnya untuk menggantikan mobil itu. T
Diandra tersenyum saat mendengar perkataan pria yang tengah duduk di depannya, sementara dirinya masih berdiri dan menatap pemandangan indah. Diandra sangat menyukai dekorasi unik itu. Gadis itu masih saja tidak mau menjatuhkan tubuhnya dikursi sebelum mendapatkan jawaban dari pria itu.“Tidak perlu, aku hanya ingin tahu, mengapa kamu memesan meja VIP? Padahal kan kita cuma berusaha saja?” tanya Diandra dengan penuh rasa penasaran.“Oh, aku pikir kenapa? Alasannya karena aku sedang bersama gadis idola yang kehadirannya sedang aku nantikan di cafe ini. Aku sudah berniat jika memang kamu akan datang ke tempat ini, maka aku akan menyuruh para pelayan menyedikan kursi VIP untukmu, karena itu suatu kehormatan untukku.” sahut Archand.Saat sedang menjelaskan sesuatu kepada gadis itu, tiba-tiba salah satu pelayan datang menghampiri mereka dan memberikan layanan berupa sebuah pijatan kaki untuk Diandra. Saat itu mereka memanggil Archa
Gadis itu berucap dengan suara tersendat-sendat. Perlahan gadis itu merengkuh tubuh Archand dan memeluknya dengan erat. Gadis itu merasa nyaman saat berada dalam dekapannya. Membuat Archand menjadi semakin menyayanginya, gadis itu sangat berarti untuknya, meski terkadang dia merupakan gadis yang sangat menyebalkan. Namun, Archand tetap menyayanginya dengan penuh ketulusan.“Jangan berkata seperti itu. Ini bukan kesalahanmu.” tukas Archand.Mereka semakin larut dalam pikiran masing-masing. Selanjutnya mereka ingin menata masa depan bersama meskipun belum sepenuhnya siap untuk mengakhiri masa lajang. Meksipun sama-sama mencintai, tapi mereka tidak berani mengatakannya kepada satu sama lain. Apalagi harus menjanjika sesuatu terhadap satu sama lain. Seketika Florensia merasakan getaran yang berasal dari tas sandangnya, gadis itu membuka tasnya dan mengambil ponsel yang berada di dalamnya. Gadis itu terkejut saat melihat notifikasi masuk dari via WhatsApp dan ju
Revan termangut-mangut, seolah menyetujui saran yang di lontarkan oleh Florensia. Pria itu berusaha untuk melakukan yang menurutnya masuk akal, karena sudah lama sekali dia tidak memilik waktu luang untuk berkencan dengan Diandra. Seperti dulu sering dia lakukan, pria itu menyunggingkan senyuman kepada Florensia, lalu menggenggam erat jemari gadis itu. Revan menatap dekat wajah Florensia sehingga membuat Archand sedikit cemburu kepadanya. Archand berusaha memalingkan pandangan agar tak terlalu fokus kepada apa yang mereka bicarakan kala itu. Archand berusaha melawan hatinya agar tak cemburu.“Flo, sebenarnya yang aku cintai itu kamu, bukan Diandra.”Revan berusaha mengutarakan isi hatinya terhadap gadis itu, dia tersenyum dan mengecup punggung tangan gadis itu untuk menunjukkan rasa cintanya. Florensia hanya terdiam, dan mencari cara untuk jujur kepada Revan, sebelumnya dia memang memiliki perasaan yang sama kepada pria itu. Namun, perlahan rasa cinta
Malam telah tiba, di mana rombongan keluarga besar Aldhinara telah berdatangan di rumah pasangan Ferdiansyah Syahputra dan Ayudhia Friyanka Anantasya. Sementara Diandra masih duduk di depan cermin rias sambil memandangi wajahnya yang telah di poles make up tebal. Diandra tersenyum saat melihat wajahnya sendiri. Dia tak sabar ingin menemui calon suaminya yang sebentar lagi akan datang melamarnya. Florensia membuka pintu dan menghampiri sang kakak yang tersenyum sendiri saat menatap ke pantulan cermin.“Ciee, yang bentar lagi lamaran, selamat ya, Kak.” ucap Florensia yang berdiri di belakang sang kakak. Gadis itu memeluk sang kakak dari sisi belakang dan ikut menoleh ke arah cermin di mana dia menyaksikan pesona yang di terbarkan sang kakak saat memakai riasan make up yang berbeda dari biasanya.“Kakak cantik banget malam ini.” Florensia melontarkan pujian kepada sang kakak.“Biasanya kakak gak cantik?” tanya Diandra, gadi