Share

Bab 6. Ani-ani kabupaten

Author: RatuNna Kania
last update Last Updated: 2024-12-18 16:14:23

Dering ponsel Bima begitu meraung-raung. Panggilan kedua baru diangkat.

"Mas! Kemana aja sih, kok lama banget ngangkatnya?"

"Assalamualaikum, Putri cantik!"

"Ish!" Putri memutar kedua bola matanya dengan kesal.

"Biasakan, kalau menelpon itu, ucapkan salam yang utama!"

"Iya! Iya! Maaf! Eh, Mas. Aku mau tanya, Mbak Fani ada izin sama kamu buat pergi pagi ini?"

“Pergi? Ehm, kayaknya nggak ada bilang sih, Dek. Cuma nggak tau deh … ya, mungkin Mas lupa atau kurang dengar. Mbakmu tadi ada telepon sih."

"Ikh, kamu ini gimana sih, Mas? Istrimu tuh, udah menor kayak mau konser dandannya. Katanya mau arisan!" ucap putri dengan kesal.

"Oh, ya udah kalau mau arisan, aku nggak apa-apa kok. Eh tapi, sekarang Giselle sama kamu jadinya?” Suara bariton yang khas dari seberang telepon membuat Putri bertambah kesal.

Feeling-nya soal Fani yang tak izin pada sang suami ternyata benar. Tapi sang kakak seolah tak mempermasalahkannya.

“Ya nggak lah! Anakmu sama Bu Nur, nggak tau juga itu istrimu nanti pergi sampai jam berapa. Aku ada kelas siang, jadi nggak bisa jaga Giselle. Kasihan Ibu kalau harus momong Giselle. Dari Subuh Ibu udah jaga warung!” ucap Putri dengan suara menahan amarah.

“Oh, ya udah nggak papa. Bu Nur juga kan bisa dipercaya? Udah, kalau gitu Mas mau lanjut kerja dulu ya, Dek? Kamu yang bener kuliahnya!” balas Bima dari ujung sana.

“Mas!” panggil Putri saat terjeda beberapa detik panggilan mereka tadi.

“Ya, Dek?”

“Sampai kapan sih, Mas, kamu tutup mata sama semua tingkah laku Mbak Fani? Sampai kapan mau diperah terus?” tanya Putri setengah hati-hati. Pasalnya dia tau Bima selalu saja mengiyakan, memaafkan dan memaklumi semua tingkah istrinya.

“Diperah? Kamu lucu, Dek!” Bima tertawa. “Mas nggak merasa begitu karena sebagai suami dan Ayah ya … sudah menjadi tugas Mas untuk mencari nafkah. Udah dulu, ya, kayaknya kamu terlalu memikirkan yang bukan-bukan. Salam buat Ibu, ya?” Bima langsung saja menutup panggilan setelah mengucapkan salam. Masalah nafkah, memang benar apa yang dikatakan Bima.

Putri memilih pasrah, dia kembali meletakkan ponselnya di atas nakas dan berjalan ke depan.

“Gimana, Nduk? Bima tau kan istrinya bepergian dan Giselle dititip ke Nur?” tanya Retno saat mendapati Putri berjalan dengan wajah lunglai.

Wanita yang masih duduk di bangku kuliah itu hanya mengangguk dan tersenyum. Sejujurnya dia tak mau membuat Retno banyak memikirkan hal berat di usia senjanya.

“Syukurlah! Ya sudah, terus apa yang bikin kamu risau dan kesal? Udah sana mending kamu makan dulu, terus bersiap. Katanya ada kelas hari ini?”

Putri mengiyakan, sementara Retno kembali melayani pembeli yang datang ke warung.

———

Sore harinya saat Retno hendak menutup warung sembakonya, Putri datang. Anak bungsunya itu pulang dengan wajah sumringah. Setelah memarkirkan motor di teras, Putri membantu Ibunya.

“Ibu istirahat aja biar aku yang urus sisanya.”

Retno baru saja mengangguk hingga suara panggilan dari luar menghentikan langkahnya yang hendak masuk.

“Mbak, Mbak, tunggu!” panggil Nur dengan napas ngos-ngosan. Di tangannya tampak Giselle menangis dalam gendongan.

“Kenapa?” Retno panik, dia langsung mengambil alih cucunya dan menenangkan bocah berusia hampir empat tahun itu.

“Giselle mau tidur, Mbak, tapi susunya habis. Aku nunggu Fani nggak pulang-pulang. Udah aku coba telepon dia tapi nggak diangkat. Beli susunya Giselle kan harus di minimarket, Mbak, aku juga kebetulan nggak ada pegangan. Makanya aku lari ke sini,” jelas Nur dengan suara pelan.

“Astaga! Mbak Fani nggak ninggalin Bu Nur uang? Terus susunya Giselle kok bisa sampai kehabisan? Mas Bima nggak mungkin telat kasih uang kan?” timpal Putri.

“Waduh kalau soal itu aku nggak tahu, Put. Cuma tadi Fani bilang mau kasih uang, tapi aku cari di tempat biasa dia ninggal uang nggak ada. Giselle nangis terus, dia nggak bisa tidur tanpa minum susu. Kasihan, makanya rewel.” Nur menggaruk kepalanya karena bingung.

“Ya sudah, Nur, biar Putri aja yang beli susunya. Kamu di sini sama aku temani Giselle dulu.” Retno langsung menoleh ke arah Putri.

Hanya ditatap saja oleh Ibunya membuat gadis itu mengangguk paham. Impiannya untuk rebahan setelah setengah hari otaknya dikuras pun sirna.

Putri kembali mengeluarkan motor maticnya sembari mengomel. “Mas Bima kenapa sih, nikah sama spek ani-ani kabupaten? Bisanya nyusahin doang!”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Long Distance Marriage (Ketika Istri Kesepian)   12. Pulang dulu, Mas.

    “Put, Mbakmu baru aja kerampokan kok kamu tanya-tanyai gitu sih? Udah biarkan dulu dia tenang. Kamu nggak lihat wajahnya syok gitu?” Retno menengahi karena dia tak ingin ada perdebatan untuk kesekian kali. Apalagi ada Giselle saat ini diantara mereka.Mendengar dibela oleh mertuanya membuat Fani meringis dalam hati. Tak ada salahnya dia merapal mantra-mantra jika mertuanya juga kena. Hanya saja dia bingung kenapa Putri dan Eka tak bisa luluh dengannya? “Bu, aku cuma tanya bukti lho! Dia sendiri kan yang bilang ada laporan ke pihak keamanan. Berarti kan harus ada bukti sesuai faktanya di lapangan. Ish, aku sih nggak percaya ya. Udah lah nggak penting juga, mending kamu bawa aja anakmu. Jangan sampai lalai sama anak, jangan sampai nyeseknya kalau udah tua dan nggak bisa apa-apa!” Putri masih saja sengit. Retno hanya mendelik saja untuk mengingatkan anaknya.“Ya sudah mending sekarang kamu tidur di sini aja. Kamu tenangin diri dulu, kamu istirahat. Kasihan juga Giselle masih tidur,” tit

  • Long Distance Marriage (Ketika Istri Kesepian)   Bab 11. Kerampokan ngakunya

    Suara gembok yang dihantamkan ke pagar menimbulkan bunyi yang cukup mengganggu, hingga membuat Putri yang baru saja terpejam akhirnya bangun.“Siapa sih, jam berapa ini? Malam-malam gini emang ada ya, yang niat mau bertamu?” Putri terpaksa membuka kedua matanya yang lengket. Dia menengok ke arah dinding, jarum jam menunjukkan pukul sebelas lewat sepuluh menit.“Ya Allah jam sebelas lewat lho ini! Ganggu orang mau istirahat aja!” Meskipun sambil mengomel, Putri mau beranjak juga.Gadis itu keluar dari kamar. Dia membuka pintu rumah sebelum akhirnya membulatkan mata, karena di depan pagar berdiri Bu Nur sambil menggendong Giselle di pinggangnya.“Astaga, Bu Nur! Kenapa malam-malam ke sini? Itu Giselle kenapa?” tanya Putri dengan wajah panik. Dia melihat Giselle sepertinya terkulai lemas dalam gendongan, hingga membuat Putri jadi khawatir.“Fani sampai jam segini belum pulang, aku bingung mau bawa Giselle kemana kalau nggak ke sini. Soalnya aku harus buru-buru pulang. Nggak papa ya, Gise

  • Long Distance Marriage (Ketika Istri Kesepian)   Bab 10. Diancam

    “Nanti kalau butuh apa-apa atau mungkin Giselle rewel tinggal telepon aku aja ya, Bu?” Fani mencium pipi Giselle sebelum akhirnya meninggalkan sang putri seperti biasa.Bu Nur yang memangku seraya menyuapi Giselle hanya menganggukkan kepalanya. Dia sudah mengerti, paham dan hafal. Jadi tak masalah meskipun Fani nanti pulang larut malam, sudah terbiasa.Perempuan dengan rok jeans selutut itu masuk ke dalam mobil, membawa kendaraan roda empatnya membelah jalan raya. Baru juga lima menit Fani pergi, Putri datang bersama dengan Retno.Mereka baru pulang dari pasar besar, berniat mampir untuk mengunjungi Giselle.“Mbak Fani keluar lagi, Bu?” tanya Putri celingukan ke dalam. Pasalnya rumah dua tingkat itu terlihat sangat lengang.“Iya, Put. Ada urusan.” Bu Nur menjawab dengan singkat karena tak mau berurusan panjang.“Oh!” Putri hanya manggut-manggut saja. Dia tak peduli dan tak ingin ikut campur lagi. Sudah kapok.Sementara Retno diam saja. Dia fokus mengajak ngobrol cucu perempuannya yang

  • Long Distance Marriage (Ketika Istri Kesepian)   Bab 9. Dimabuk Asmara

    “Bu, jangan lupa besok datang lebih awal lagi ya, seperti biasa!” ujar Fani dengan suara manjanya.Bu Nur hanya mengangguk. “Bisa diatur, asalkan ….” “Aku paham! Tenang, duit kan?” Fani terkekeh.Bu Nur hanya mengangguk.Hampir seminggu ini Fani sering menyuruh asisten rumah tangganya itu untuk datang lebih pagi dan pulang larut malam. Semua itu demi memenuhi keinginannya ber sua dengan pacar-pacarnya.Bu Nur juga tak banyak tanya asalkan dia diberi haknya sesuai dengan perjanjian.“Ibu sama Putri masih ngerecokin nggak? Mereka sering kesini nggak waktu aku pergi, Bu?” tanya Fani. Dia masih membalurkan body serum di seluruh tubuhnya sebelum beranjak tidur.“Masih sering ke sini buat kasih jajan Giselle, kadang anter makanan. Cuma nggak banyak nanya sih,” jawab Bu Nur.“Jadi mereka anteng-anteng aja waktu tau aku sering keluar ya, Bu? Nggak ada masalah kan?” Fani kembali bertanya.“Iya aman, sepertinya begitu. Ya sudah kalau gitu aku pulang, ya? Giselle juga tidur nyenyak. Cuma perlu

  • Long Distance Marriage (Ketika Istri Kesepian)   Bab 8. Semakin merasa bebas

    “Aku nggak ngapa-ngapain, Mas! Aku cuma nasehati dia aja tadi karena pulang malam. Dia juga lalai sampai susu Giselle kehabisan dan yang paling parah dia seenaknya nyuruh Bu Nur buat jaga Giselle di luar jam kerja. Mana gajinya Bu Nur juga terlambat dia kasih. Aku kayak gini juga karena aku masih peduli lho, sama dia, Mas!” Putri tak terima dia dituduh menyakiti Fani.Pantas jika sekarang jiwa emosinya meronta-ronta ingin disalurkan. Putri geram karena dia tahu pasti Fani sengaja memfitnahnya di depan sang Kakak.“Gini ya, Dek, menasehati Fani itu sudah menjadi bagian dari tugasku. Jadi kamu nggak usah lagi deh, ikut campur apalagi sampai pakai kata-kata nggak sopan. Minta maaf sama Mbakmu sekarang, kasihan dia sakit hati.” Dengan seenaknya Bima berkata demikian.“Nggak! Aku nggak mau. Aku nggak salah ya, di sini, Mas. Aku juga nggak tau apa aja yang udah diadukan sama Mbak Fani ke kamu. Tapi yang jelas aku nggak pernah ngerasa nggak sopan sama dia, kalau saja dia tau bagaimana carany

  • Long Distance Marriage (Ketika Istri Kesepian)   Bab 7. Aduan bohong

    Malam harinya sekitar pukul sembilan, Fani menggedor pintu rumah mertuanya. Tadi saat dia pulang, Giselle dan Nur tak ada di rumah. Jadi feeling-nya berkata bahwa mereka pasti ada di rumah sang mertua. Dia pun mau tak mau harus kesana menyusul Gisel. Fani mengetuk pintu dan mengucapkan salam dengan sedikit kencang, karena terdengar suara siaran tv sampai di halaman. Kalau pelan, tentu tidak akan terdengar.Putri bangkit dan membuka pintu, tanpa aba-aba langsung saja menyemprot kakak iparnya. “Kamu dari mana aja sih, Mbak? Dari sore anakmu nangis terus kehabisan susu. Kamu ditelepon nggak bisa. Tiba-tiba nomornya nggak aktif. Katanya cuma pergi sebentar, tapi jam segini baru pulang. Lupa kamu sama anak?” “Put, apaan sih? Kok jadi marah-marah gini ke aku. Aku kan titip Giselle sama Bu Nur tadi, kenapa dia bisa ada di sini? Lagian juga aku kasih duit lebih buat upah Bu Nur momong Giselle! Udah ah, aku nggak mau debat. Mana Giselle?” tanya Fani dengan wajah angkuhnya.“Bisa-bisanya kamu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status